Pilu Sepakbola Nasional, Darah Kembali Tumpah di Stadion

Ilustrasi bentrok suporter.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yandi Deslatama (7-10-2017)

VIVA.co.id – Keceriaan di Stadion Mini Cibinong seketika sirna. Tak ada lagi senyum di antara penonton, hanya rasa takut dan panik terpancar dari wajah mereka.

Kisah Andik Vermansah, Sempat Jadi Rebutan Klub Top Dunia Kini Terseok-seok di Liga 2

Di sisi lain, beberapa dari mereka terlihat marah, penuh emosi. Itulah gambaran yang terlihat usai PSMS Medan menang atas Persita Tangerang dalam lanjutan babak 16 besar Liga 2.

Usai duel tersebut, kerusuhan pecah. Aksi saling lempar batu dan benda keras lainnya terjadi. Kerusuhan tak hanya terjadi di dalam stadion, tapi juga meluas hingga ke luar.

Persikabo 1973 Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi dari Liga 1 Musim Ini

Sehari setelah kerusuhan, kabar duka datang dari suporter Persita. Salah seorang suporter bernama Banu Rusman tewas usai jadi bulan-bulanan oknum suporter PSMS yang berseragam TNI.

Memilukan, inikah sepakbola Indonesia? Ribut lagi, korban jatuh kembali?

PSBS Biak Buka Suara Terkait Kerusuhan Suporter di Kandang Semen Padang

Pelatih Persita, Bambang Nurdiansyah, menyesalkan kejadian ini. Dia tak habis pikir, pertandingan sepakbola yang seharusnya berfungsi sebagai sarana hiburan, justru berubah jadi ajang saling bunuh.

"Yang dikejar prestasi, bukan main bunuh-bunuhan. Ini hiburan rakyat. Saya berharap, ini jadi yang terakhir. Saya prihatin atas kejadian ini dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban," kata Banur kepada VIVA.co.id, Kamis 11 Oktober 2017.

Manajemen Persita pun akan melayangkan surat protes kepada PSSI. Mereka mendesak agar PSSI mengusut tuntas kasus ini.

"Karena, kami tidak ingin dukungan positif mereka kepada Persita, berubah jadi dukungan negatif oleh oknum suporter yang tidak bertanggung jawab," kata Direktur Persita, Azwan Karim.

Dari musim ke musim, kasus serupa selalu terjadi. Bahkan, sejak awal hingga pekan kedua Oktober 2017, sudah terjadi empat kerusuhan yang melibatkan suporter, termasuk bentrok pendukung PSMS dan Persita.

Bentrok pertama terjadi pada 30 September 2017. Tepat pukul 23.30, sekelompok Bonek berpapasan dengan ratusan anggota perguruan beladiri.

Sempat terjadi kesalahpahaman di antara keduanya. Bentrok terjadi, tapi mampu dilerai oleh petugas Polrestabes Surabaya.

Bentrok susulan terjadi saat ada dua anggota perguruan beladiri melewati rombongan bonek. Alhasil, mereka jadi bulan-bulanan Bonek. Kedua korban kritis dan meninggal dunia.

Kerusuhan lainnya terjadi saat Cilegon United bersua PSS Sleman, Jumat 6 Oktober 2017. Dalam duel tersebut, sempat ada kericuhan antara dua kubu suporter. Tapi, petugas keamanan bisa mengendalikan situasi dan korban jiwa terhindarkan, tapi yang terluka cukup banyak.

Dan, kericuhan terakhir terjadi saat Kalteng Putra berhasil mempermalukan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, Kamis 12 Oktober 2017. Peristiwa bermula saat pemain Kalteng Putra melakukan selebrasi kemenangan, padahal peluit tanda berakhirnya pertandingan belum berbunyi.

Emosi Bonek tersulut. Saat wasit meniup peluit akhir, Bonek melempar botol-botol minuman.

Tak sampai di situ, sebagian dari mereka merangsek masuk ke dalam lapangan. Upaya Bonek sempat dihalang-halangi polisi. Hingga akhirnya, Bonek mulai beralih merusak berbagai properti di dalam stadion.

Ini hanya bentrok yang terjadi di periode Oktober 2017 saja. Jika ditotal, sejak Januari hingga Oktober 2017, sudah lima suporter meregang nyawa akibat kericuhan di dalam stadion. Salah satunya adalah Ricko Andrean, korban salah sasaran amuk Bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, 22 Juli 2017 lalu.

Selanjutnya...

Bentrok Suporter PSMS Vs Persita, Salah Siapa?

Peristiwa bentrokan antarsuporter yang paling disorot kali ini adalah yang melibatkan pendukung PSMS dengan Persita. Menjadi sorotan utama lantaran ada keterlibatan oknum militer dalam keributan ini.

Dari tayangan video yang beredar di dunia maya, memang terlihat jelas bagaimana tingkah laku suporter berseragam militer tersebut. Saat suporter Persita berada di tengah lapangan, mereka keluar dari tribun dan mengejarnya.

Suporter Persita lari tunggang langgang, mencoba kabur. Hingga akhirnya, kericuhan meluas ke luar stadion. Dan, pada akhirnya, Banu menjadi korban jiwa dalam bentrok tersebut.

"Saya jelaskan, karena berada di stadion. Pertandingan berjalan kondusif selama 2x45 menit. Tapi, setelah itu suporter Persita melempari pendukung PSMS dengan flare dan petasan. Mereka turun ke lapangan dalam keadaan mabuk. Saya cium mulut mereka bau alkohol dan lem," kata Ketua Bidang Pertandingan PSMS Medan, Julius Radja.

Klaim Julius langsung dibantah oleh kelompok suporter Persita, Laskar Benteng Viola Tangerang Selatan. Disebutkan oleh Bendahara Viola Tangsel, Sukarya, Banu menjadi korban salah sasaran.

Arya menegaskan kelompoknya berada jauh dari titik rusuh dan tak melakukan aksi anarkis. Namun, mereka justru ikut diserang oknum TNI.

"Almarhum ini anggota kami. Saat laga, tribun kami jauh dari titik rusuh. Tapi, kerusuhan melebat dan kami berusaha berlari ke pintu keluar. Ada banyak lemparan batu dari luar stadion. Ibu-ibu yang juga anggota kami kena," kata Arya.

"Terkait tuduhan mabuk, kalau memang benar, kami tak akan bisa berpikir menyelamatkan diri ke pintu keluar. Waktu kami membuka pintu keluar, ternyata sudah tentara semua. Mereka langsung menendang dan memukuli kami," lanjutnya.

Tewasnya Banu direspons oleh Ketua Umum PSSI yang juga Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi. Edy menegaskan bakal menindak tegas jika anggotanya terbukti bersalah.

"Sudah pasti saya hukum. Kebanyakan memang dari Kostrad. Ada beberapa juga yang dari masyarakat. Suporter ini (TNI) juga dilempari kepalanya sampai bocor. Saya cari tahu dulu masalahnya apa. Sementara, saya tak izinkan prajurit-prajurit masuk ke stadion," ujar Edy.

Selanjutnya...

Benang Kusut yang Tak Kunjung Rapi

Bentrok yang selama ini terjadi tentunya menimbulkan pertanyaan di benak publik. Apa sebenarnya yang salah?

Kementerian Pemuda dan Olahraga memiliki hipotesis terkait kekacauan yang terjadi dalam sepakbola nasional. Kualitas wasit yang belum mumpuni, dianggap Kemenpora, jadi salah satu penyebab mengapa sering terjadi bentrok suporter.

Menurut Kemenpora, suporter bertindak di luar batas lantaran tak puas dengan kepemimpinan wasit yang dianggap tak bagus.

"Kemenpora meminta PSSI melakukan percepatan pembinaan wasit nasional. Kerusuhan sering terjadi karena kompetensi wasit yang cenderung kurang berkualitas dan tak objektif. Publik dan suporter menuntut adanya wasit yang berkomitmen tinggi dalam tiap pertandingan," begitu pernyataan resmi Kemenpora lewat keterangan resminya.

PSSI pun menyambut permintaan Kemenpora. Apa yang terjadi dalam dua hari terakhir, akan menjadi bahan penting dalam evaluasi kompetisi.

Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, menyatakan masih mendalami berbagai kasus kekerasan yang terjadi dalam sepakbola nasional.

"Sehingga nantinya, kami mendapat formulasi sistem kompetisi yang lebih baik untuk musim selanjutnya," terang Joko.

Ditinjau dari berbagai aspek, sangat naif jika hanya menyalahkan wasit. Kedewasaan suporter juga menjadi sorotan. Andai semua suporter bisa bersikap dewasa, menerima hasil tim kesayangannya, kasus seperti ini bisa dihindari.

Sedangkan, lewat segi teknis, memang sistem keamanan di dalam stadion Indonesia masih begitu buruk. Suporter bisa dengan mudahnya menyelundupkan petasan, flare, batu, dan lainnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya