Tarik Ulur Santunan Korban Tragedi Crane Mekah

Konstruksi crane, mengelilingi kompleks Masjidil Haram, Mekah.
Sumber :
  • REUTERS/Amr Abdallah Dalsh/Files

VIVA – Asa korban insiden jatuhnya crane raksasa di komplek Masjidil Haram, Kota Mekah, Arab Saudi, pada 2015 silam, nyaris sirna. Alih-alih mendapatkan ganti rugi atas peristiwa berdarah di musim haji pada 1436 Hijriah itu, nasib korban justru dibuat tak menentu.

Menlu Retno: Kompensasi Korban Crane Mekah Tetap Diberikan

Di sisi lain, Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz memerintahkan, agar semua korban harus diberi kompensasi. Korban meninggal dunia dan cacat akan menerima santunan sekitar Rp3,5 miliar, sedangkan korban luka akan mendapat santunan sekitar Rp1,75 miliar.

Kini, upaya gugatan ganti rugi kepada perusahaan pemilik nyaris kandas di pengadilan. Santunan pun sudah dua tahun peristiwa berselang, belum ada kabar baik yang datang.

DPR Ingatkan Arab Saudi Soal Janji Kompensasi Korban Crane

Pengadilan Mekah, Arab Saudi, pada awal Oktober 2017 lalu, membebaskan 13 orang dari pegawai kontraktor Binladin atas tuduhan melakukan kelalaian robohnya crane proyek perluasan Masjidil Haram, Mekah, 11 September 2015 silam.

Pengadilan mengatakan, mereka tidak bertanggung jawab secara kriminal atas peristiwa yang menewaskan setidaknya 108 orang dan 238 orang luka-luka. Korban tewas dan luka berasal dari berbagai negara, antara lain Indonesia, Iran, Turki, Afghanistan, Mesir dan Pakistan.

Pemerintah Minta Kompensasi Korban Crane Mekah segera Turun

Hakim juga tidak mewajibkan perusahaan pemilik crane, Binladin Group tersebut, membayar diyat, atau uang ganti rugi kepada korban jatuhnya crane. Dengan demikian, korban crane jatuh di Mekah pada 2015 lalu itu, tidak akan mendapatkan uang diyat, atau ganti rugi apapun dari pihak kontraktor.

Dikutip dari laman Saudi Gazette, Rabu 25 Oktober 2017, pengadilan memutuskan bahwa kecelakaan, atau musibah yang terjadi tak lain karena faktor alam, sehingga tak ditemukan adanya kelalaian manusia yang menjadi faktor penyebabnya.

Sebelum diputuskan, hakim pengadilan telah melakukan pemeriksaan mesin, teknis, dan geofisika atas penggunaan alat tersebut. Hasilnya menyatakan, tidak ada yang salah dengan penempatan crane oleh pihak kontraktor.

"Jadi, crane berada pada posisi yang seharusnya dan selayaknya sudah aman. Tak ada kelalaian yang berakibat pada kecelakaan," kata hakim pengadilan. Jaksa di Mekah, langsung menyatakan banding dengan putusan tersebut.

Kementerian Agama RI, sudah mendengar putusan tersebut. Mereka tengah menunggu penjelasan resmi Pemerintah Arab Saudi, terkait keputusan Pengadilan Mekah, Arab Saudi. Kemenag juga bersurat kepada Kedutaan Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, terkait tindak lanjut nasib santunan kepada korban crane yang berasal dari Indonesia.

"Apakah keputusan pengadilan itu sudah final atau tidak, kita masih menunggu klarifikasi resmi dari pemerintah Arab Saudi. Apakah implikasinya terhadap ganti rugi, atau santunan korban crane nanti seperti apa? Kita masih tunggu," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag, Mastuki kepada VIVA.co.id, Rabu 25 Oktober 2017.

Berikutnya, santunan tak berubah>>>

Santunan Tak Berubah

Duta Besar Indonesia di Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel membenarkan putusan pengadilan Mekah yang tidak mewajibkan Binladin Group membayar diyat kepada korban crane. Menurut Agus, korban crane tidak akan mendapatkan diyat, sebagaimana gugatan yang sebelumnya diajukan.

"Artinya, pihak pemilik crane Binladin Corp tidak berkewajiban membayar diyat. Ini berbeda dengan kompensasi yang sudah dipersiapkan oleh mamlakah (kerajaan Arab Saudi)," kata Agus kepada VIVA.co.id, Rabu 25 Oktober 2017.

Agus menambahkan, hakim menyatakan bahwa peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan, atau kelalaian dari pihak pemilik crane, sehingga majelis hakim tidak mewajibkan pemilik crane membayar diyat kepada korban.   

Satu hal yang ditegaskan Agus, putusan ini tak mengubah komitmen Kerajaan Arab Saudi, untuk memberikan kompensasi kepada korban crane. Diyat yang diputus pengadilan, berbeda dengan kompensasi yang disiapkan pihak kerajaan.

Dalam kasus ini, bila menggunakan penjelasan Fiqih, kalau putusannya membayar diyat, maka ahli waris korban yang menentukan berapa besaran ganti rugi yang harus dibayarkan perusahaan kepada korban atau ahli warisnya. Sedangkan untuk kompensasi, sifatnya santunan sukarela.

"Jadi, putusan ini case berbeda dengan skema mamlakah (memberikan kompensasi). So, enggak ada kaitan dengan yang sudah dipersiapkan oleh Raja," ujar Agus.

Sementara itu, Agus pernah menyampaikan bahwa proses pemberian santunan, atau kompensasi jemaah haji Indonesia yang menjadi korban tragedi jatuhnya crane sudah selesai dilakukan Pemerintah Arab Saudi. Uang santunan kabarnya, akan segera diserahkan kepada korban.

Kepastian soal cairnya santunan korban crane itu, setelah Dubes RI untuk Arab Saudi itu menerima nota diplomatik yang sifatnya sangat segera dari Pemerintah Arab Saudi pada Senin lalu, 28 Agustus 2017.

Menurutnya, surat tersebut menyatakan kalau tim verifikasi pemeritah Arab Saudi telah selesai melakukan tugasnya untuk menentukan siapa saja jemaah haji yang mendapat santunan dari Raja Salman Abdulaziz Al-Saud. Kini, penyerahan santunan itu tinggal menunggu eksekusi.

"Kita masih tunggu skemanya, apakah via KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia), atau KBSA (Kedutaan Besar Arab Saudi) Jakarta?" kata Agus. [Baca: Keluarga Korban Insiden Crane Mekah Tagih Janji Raja Salman]

Selanjutnya, asuransi haji>>>

Asuransi Haji

Dalam nota diplomatik Kerajaan Arab Saudi, tertera nama-nama jemaah haji yang mendapat dana santunan. Total ada 36 nama yang akan mendapat santunan. Terdiri dari 10 korban meninggal, satu korban cacat permanen, 19 luka berat, dan enam orang luka ringan.

Korban meninggal dan korban cacat akan menerima santunan sebesar 1 juta Riyal, atau sekitar Rp3,5 miliar dan korban luka berat, serta luka ringan mendapat santunan 500 ribu Riyal, atau Rp1,75 miliar.

"Nama tersebut keluar berdasarkan verifikasi, tes DNA, dan proses lain yang dilakukan pemerintah Arab Saudi," kata Duta Besar Indonesia di Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel.

Agus menjelaskan, kenapa penetapan penerima dana santunan ini sangat lama, atau sampai dua tahun setelah kejadian. Menurutnya, banyak nama-nama jemaah yang sebenarnya bukan korban crane turut meminta santunan. Karena itu, verifikasi dilakukan secara terperinci oleh Pemerintah Arab Saudi.

Kementerian Agama menyambut baik rencana penyerahan santunan korban crane di Mekah. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag, Mastuki menegaskan, Kemenag telah mengupayakan melengkapi semua kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan pemerintah Arab Saudi untuk mencairkan santunan tersebut.

"Syarat-syaratnya sudah dilengkapi semua, itu awal 2017 sudah. Itu kan kejadian 2015, datanya ada 10 (meninggal dunia) ternyata ada 12 orang. Cacat ringan 44 orang, padahal 47 orang. Itu sudah kita penuhi semua," paparnya.

Ia meminta kepada korban dan ahli waris korban di Indonesia, agar bersabar menanti perkembangan, sampai ada pernyataan resmi dari pemerintah Arab Saudi, terkait tindaklanjut penyerahan santunan. "Kami berupaya terus dengan Kedubes RI, semoga nanti ada pernyataan resmi yang membahagiakan," tegasnya.
 
Soal pencairan dana santunan korban crane ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mudjahid mengingatkan pemerintah, agar maksimal dalam melakukan lobi-lobi sembari menagih janji Arab Saudi.

Andai kompensasi itu tak berupa uang, pemerintah perlu memastikan apakah hal itu bisa berupa fasilitas haji bagi ahli waris. "Kalau pemerintah Arab Saudi membatalkan janjinya, maka sampaikan dengan jelas agar jemaah tidak berharap terus," kata Sodik kepada VIVA.co.id, Rabu 25 Oktober 2017.

Yang tak kalah pentingnya, ke depan, politikus Partai Gerindra ini berharap, pemerintah memperhatikan asuransi bagi jemaah haji, sehingga mereka, baik jemaah yang tengah beribadah maupun keluarga yang ditinggalkan bisa tenang. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya