Gunung Agung, Melawan Bala

Aktivitas erupsi Gunung Agung di Kabupaten Buleleng Bali
Sumber :
  • REUTERS

VIVA – Sepotong bambu tua sepanjang hampir lima meter dipikul I Nengah Muliarta di bahunya. Bambu itu didapatnya dari membeli dari hasil urunan warga Banjar Kedungdung Desa Besakih.

Terungkap Deretan Bayangan Masa Depan Indonesia dalam Ramalan Jayabaya

Sejumlah bambu yang telah dipotong dan diikat sedemikian rupa terlihat telah tersusun membentuk sebuah rangka bangunan seperti pondok. Sebagai atapnya, Muliarta dan warga menggunakan terpal.

Selain bisa berumur panjang, dan praktis. Ia juga bisa menahan hujan ketika tiba. "Ini murni dana banjar.? Banjar itu kan punya kas, pendapatan dari berbagai kegiatan. Dananya dibelikan bambu untuk membangun pengungsian ini," kata Muliarta di Desa Rendang, Senin, 27 November 2017.

Baru Terjadi, Ini Arti Gempa di Bulan Ramadhan Menurut Primbon Jawa

Pengungsian milik warga di Desa Besakih yang terdampak erupsi Gunung Agung

FOTO: Pengungsian sementara milik warga di Desa Besakih yang terdampak erupsi Gunung Agung, Senin (27/11/2017)/VIVA.co.id/Bobby Andalan

Deretan Penerawangan 2024 Nostradamus, Salah Satunya Bencana Mengerikan

Muliarta bersama ratusan warga lainnya adalah pengungsi. Sejak Gunung Agung ditetapkan dengan status Awas, pada September lalu ia pun terpaksa mengungsi.

Namun, perkara erupsi Gunung Agung bukan waktu sebentar. Warga yang mengungsi di banjar-banjar yang disediakan pemerintah mulai diliputi kebosanan. Atas itu, muncul inisiatif untuk membangun pengungsian sendiri.

Dengan menggunakan kas desa yang dimiliki, akhirnya mereka pun bersepakat membangun tempat tinggal sementara pengganti rumah yang telah ditinggalkan hampir dua bulan lamanya.

Karena itulah, usai kesepakatan itu mereka ramai-ramai bergotong royong. Para pria bekerja membuat rumah dari bambu, dan perempuannya menyiapkan kebutuhan makan mereka.

Tampilan peta Gunung Agung di Kabupaten Buleleng Bali

"Bagus itu, patut itu ditiru. Lebih baik, lebih nyaman," kata Gubernur Bali I Made Mangku Pastika memberi apresiasi inisiatif warganya.

Ya, terhitung Senin, 27 November 2017. Gunung Agung kembali membawa kabar 'buruk' bagi warga Buleleng. Mau tak mau masa pengungsian mereka yang tinggal dalam zona berbahaya letusan harus diperpanjang.

Apa yang ditakutkan selama ini seperti semakin dekat. Semburat api di puncak gunung semakin sering terlihat. Lalu aliran 'lumpur' dingin dari perut gunung mulai meluncur ke bawah. Sementara di langit, kepulan asap pekat mulai membuat kelabu.

Melumpuhkan Semua

Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar Bali, ditutup hari ini.
Setengah abad lalu, tepatnya di tahun 1963, Gunung Agung tercatat terakhir kali meletus. Selama setahun aktivitasnya membuat 'lumpuh' Pulau Dewata.

Lebih dari 1.500 orang dilaporkan meninggal. Bencana itu bahkan tak cuma dirasakan Bali. Abunya pun menyembur setinggi 20 kilometer dan sempat menyelimuti atmosfer bumi.

Ia terbang sejauh 14.400 kilometer dan membuat sinar matahari ke bumi tertutup dan kemudian memicu penurunan suhu hingga 0,4 derajat.

Jadi, siapa pun tak ada yang menyangkal bagaimana dahsyatnya jika gunung ini meletus. Karena itu, mahfum kemudian jika kabar meletusnya Gunung Agung di tahun ini membuat was-was siapa pun.

Pemerintah naikan status gunung agung

Sejauh ini, hingga Senin, 27 November atau sejak kedua kalinya Gunung Agung mendapat status awas. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi -PVMBG menyatakan, bahwa gunung itu memang sedang dalam tahapan menuju letusan utama.

Karena itu, kata Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG I Gede Suantika, yang perlu diperhatikan saat ini adalah mewaspadai adanya abu dan lahar dingin ke permukiman warga.

"Abu yang jatuh di rumah-rumah warga itu, kalau tebal dan terkena air hujan bisa roboh rumah itu. Bebannya berat. Abu juga merusak pertanian. Lahar juga merusak," kata Gede Suantika.

Abu vulkanik erupsi gunung Agung Bali

Merujuk ke tahun 1963, letusan awal ini kemungkinan akan berlangsung selama satu bulan. Baru kemudian ke tahap pengeluaran abu, dan akhirnya meletus.

"Letusan utama menghasilkan awan panas. Itu jangkauannya luas. Kalau itu ke luar, orang tidak bisa ngapa-ngapain," kata Suantika.

"Kecepatan abu mencapai 18 kilometer per jam," tambah Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Usai itu, baru kemudian masuk ke tahap pengeluaran lava panas dan lontaran batu kerikil. Lava ini akan merembes turun ke lereng dan kemudian membeku. "Setelah itu tinggal menunggu letusan mengecil terus mengecil, lalu beres," katanya.

Menekan Dampak

Peta satelit Gunung Agung dan Gunung Rinjani di Pulau Bali dan LombokDahsyatnya apa yang dikandung di perut Gunung Agung memang belum terkira. Namun sejarah 'kelamnya' tak bisa dipungkiri. Atas itu butuh upaya serius untuk menekan dampak lewat penetapan status tanggap darurat bencana.

Pengungsian warga menjadi salah satu upaya paling segera dilakukan dan telah berjalan. Selain itu, mengingat Bali merupakan pulau paling diburu wisatawan.

Maka penghentian aktivitas penerbangan menjadi langkah berikutnya, dan itu telah dilakukan di Bandara I Gusti Ngurah Rai selama 18 jam ke depan terhitung Senin, 27 November 2017.

Mengenai pendanaan, pemerintah mengaku telah menyiapkan uang sebesar Rp2 triliun untuk penanganan ini. "Jika ada kekurangan akan ditambah," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Pemerintah naikan status gunung agung

Tak cuma itu, teruntuk wisatawan yang terdampak akibat ketiadaan penerbangan maka mereka dapat menikmati diskon penginapan di hotel mana pun hingga 50 persen.

Begitu pun dengan alternatif transportasi. Sejumlah kereta dilaporkan telah disiagakan untuk mengangkut mereka yang bermaksud meninggalkan Bali. Termasuk juga sedikitnya 100 bus bandara pun telah disiapkan untuk mengangkut siapa pun yang ingin mencari aman.

"Jangan berhitung untung rugi dulu, melayani customers yang sedang panik dan tidak bisa terbang pulang, itu jauh lebih penting," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Ya, kesiapsiagaan ini memang patut diapresiasi. Bencana pada 1963 akibat Gunung Agung memang mesti menjadi pelajaran. Setidaknya dengan langkah antisipasi ini bisa mengurangi dampak yang mungkin ditimbulkan.

Kerugian ekonomi akibat bencana ini sudah pasti tak bisa ditolak. Meski pernah ditaksir senilai Rp2 triliun akibat lumpuhnya berbagai sektor, baik itu pariwisata, pertanian, perbankan, dan lain sebagainya, namun ini jauh tak bernilai ketika manusia menjadi korbannya.

Wisatawan berselfie ria berlatar belakang letusan Gunung Agung.

Kini tinggal komitmen warga untuk bersama-sama membantu kesiapsiagaan dari pemerintah. Ulah konyol yang memaksa bertahan atau mencoba mendekati Gunung Agung baiknya ditiadakan. Satu kesatuan informasi juga penting diwujudkan agar tidak muncul kabar-kabar hoaks yang membuat resah warga.

"Jangan sekali-kali melakukan pendakian. Jangan menerobos bahkan melakukan selfie (swafoto) di puncak kawah. Ini bahaya, 1.200 derajat celsius panasnya," kata Sutopo.

Atas itu, apa yang kini dialami oleh Gunung Agung bak malang yang tak dapat ditolak. Namun bukan berarti harus pasrah. Bencana bukan untuk dihindari namun harus dihadapi dengan cermat dan perhitungan yang akurat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya