SOROT 587

Mimpi Jakarta Tak Banjir Lagi

Banjir di Cempaka Putih Jakarta Pusat
Sumber :
  • istimewa

VIVA – Hari pertama 2020. Warga Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur, sibuk bebenah. Bukan untuk memeriahkan Tahun Baru. Mereka lagi berjuang memindahkan barang-barang berharga ke tempat yang lebih tinggi. Prosedur lama yang lagi-lagi harus dilakukan.

Ketua DPD PSI Jakbar Mundur, DPW PSI Jakarta: Kami Tidak Mentolerir Kekerasan Seksual

Hujan yang turun sejak sore sebelumnya, 31 Desember 2019, membuat debit volume air sungai meningkat berkali lipat. Curah hujan yang deras tak tertampung oleh Sungai Ciliwung, yang berada sangat dekat dengan Kampung Pulo. 

Air sudah menggenangi sekitar pemukiman warga hingga sebetis orang dewasa. Satu per satu barang diangkut ke lantai dua rumah. Sedangkan anak-anak kecil dengan polosnya mulai menikmati genangan air, berenang dan mandi dengan sukacita.

100 Kilometer Jalan di Jateng Rusak karena Banjir, Perbaikan Dikebut hingga H-7 Lebaran

Seharian hujan terus turun. Jelang siang, petugas bendungan Katulampa di Bogor mengabarkan, bendungan sudah siaga satu. Jelang Maghrib, air semakin meninggi. Usai salat Maghrib warga langsung membubarkan diri. Semua motor segera diungsikan. Pelan-pelan air terus naik, dan warga Kampung Pulo bergegas mengungsi.

Kawasan Kampung Pulo, Jakarta TimurBanjir di Kampung Pulo

BNPB Sebut Alih Fungsi Hutan Memperparah Dampak Longsor di Bandung Barat

Di pinggiran Jakarta, banjir juga mendera. Bahkan untuk wilayah yang sebelumnya tak pernah kena banjir. Perumahan Villa Nusa Indah 3 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat ikut kebagian imbasnya. Arinto, seorang warga setempat, tak pernah menduga liburan akhir tahun di Pulau Dewata tak bisa dinikmati dengan sempurna. Banjir menerjang rumahnya, sementara ia baru memulai jalan-jalan bersama keluarga.

Sudah 15 tahun ia, bersama istri dan dua anak tinggal sana. Selama itu pula ia tak pernah kebanjiran. Itu sebabnya ia tak ragu merancang liburan jauh di akhir tahun. Ia berangkat pada 31 Desember 2019 pagi. Tapi sejak tanggal 1 sore, group whatsapp penghuni kompleknya mulai bersahutan soal air sungai yang terus meninggi. Pukul 22.00 WIB kompleknya kebanjiran. Air meninggi mulai dari paha hingga pinggang orang dewasa.  

Arinto beruntung, tetangga bersedia membantu memindahkan mobilnya sehingga kendaraan itu tak sampai terendam. Begitu pula surat-surat penting dan laptop sang istri. Benda-benda itu berhasil diselamatkan. Tanggal 3 Januari ia kembali dari Bali. Menatap rumahnya yang porak poranda karena air membuat semua mengambang dan berjatuhan, dan akhirnya bekerja keras membersihkan lumpur dan menyeleksi perabotan yang masih bisa diselamatkan.

Sementara bagi Bambang Riyadhi [62], banjir awal tahun ini membuatnya harus kembali merasakan lelahnya menjadi korban banjir. Air setinggi 50 cm menggenangi rumahnya di Jalan Bima, Petamburan, Jakarta Barat.

Menurut pria yang akrab disapa Adhi ini, sejak awal 2000-an wilayahnya menjadi langganan banjir dari limpahan air Kali Ciliwung. Namun sejak tahun 2012, banjir di wilayahnya sempat berhenti. Terutama setelah ada program normalisasi sungai dan ada pompa air yang menyedot air dan membuangnya kembali ke Kali Ciliwung.

Banjir Jakarta, Mengapa Susah Diatasi?

Warga Kampung Pulo, Arinto, dan Bambang Riyadhi hanya sebagai kecil dari jutaan warga DKI dan sekitarnya yang terimbas banjir. Pagi itu, 1 Januari 2020, Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB] melaporkan, banjir terjadi di 23 titik di Bekasi, 17 titik di Jakarta, dan 2 titik di Bogor. Gubernur DKI Anies Baswedan mengklaim, hanya 15 persen wilayah DKI yang terendam banjir. Ketinggiannya bervariasi, mulai dari 10 cm hingga 150 cm.

Korban jiwa akibat banjir di Jabodetabek mencapai 67 orang. "Lima hari pasca-bencana banjir di Jabodetabek dan sekitarnya, jumlah korban meninggal bertambah tujuh orang, yang semula 60 orang menjadi 67 orang per tanggal 6 Januari 2020," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Agus Wibowo, Senin, 6 Januari 2020.

Bukan kali ini Jakarta dihantam banjir. Nyaris setiap musim hujan, sejumlah wilayah di Jakarta terendam. Sepanjang tahun 2000-an, tercatat banjir besar terjadi pada 2002, 2007, 2013, dan 2014. Jika dilihat dari sebaran dan titik banjir serta korban jiwa, banjir besar tahun 2007 bisa dibilang yang terparah. Saat itu banjir menerjang 199 kelurahan, korban tewas mencapai 48 orang di DKI, dan pengungsi mencapai angka 500ribuan. Sementara tahun ini, sebaran banjir terjadi di 157 kelurahan, korban tewas di DKI 16 orang, dan pengungsi berada di angka 31ribuan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, hanya 15 persen wilayah DKI yang tergenang banjir. Menurut Anies, banjir besar kali ini bukan soal drainase. "Sebab, drainase di Jakarta sudah dibersihkan, semua dilakukan, semua dikerjakan. Bahkan dikerjakan sepanjang tahun. Jadi kalau itu, sudah lewatlah soal pembersihan itu," ujarnya.

Tim SAR mengevakuasi warga korban banjir di sejumlah wilayah di Jakarta Barat, Jumat 3 Januari 2020. Evakuasi warga korban banjir di Jakarta

Anies juga menegaskan, normalisasi Kali Ciliwung tidak membuat Jakarta terbebas dari banjir. "Jadi ini bukan sekadar soal yang belum kena normalisasi saja, nyatanya yang sudah ada normalisasi juga terkena banjir," ujar Anies.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan Jakarta kembali banjir. "Ada yang daerah kontribusinya karena masalah curah hujan saja, ada yang kontribusinya karena ukuran saluran, ada yang kontribusinya karena faktor-faktor yang lain. Jadi ini bukan single variable problem, ini multiple variable," katanya berdalih.

Ia menunjuk penyelesaian air di hulu sangat penting. Sebab Jakarta sering kali menerima kiriman air dalam jumlah besar dari hulu, dan itu yang menyebabkan Jakarta kebanjiran.

"Pengendalian air di kawasan hulu dengan membangun dam, waduk, embung, sehingga ada kolam-kolam retensi untuk mengontrol, mengendalikan, volume air yang bergerak ke arah hilir," katanya.

Dan dengan penjelasan itu, menurut Anies, penyelesaian banjir Jakarta harus diselesaikan secara komprehensif, yaitu mengendalikan volume air dari hulu yang akan masuk ke Jakarta.

Posisi Topografi Jakarta yang berada di dataran rendah memang menyulitkan kota ini untuk terbebas dari banjir. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS Cilicis), Bambang Hidayah memastikan hal tersebut. "Kalau bebas banjir enggak mungkin sama sekali lah, Jakarta saja topografinya 40 persen berada di bawah permukaan laut, Ya enggak mungkin," ujarnya.

Menurut Bambang, hal yang paling mungkin diupayakan adalah meminimalisasi banjir baik secara makro maupun secara mikro. Bambang mengatakan, secara makro sudah selesai karena pemerintah sudah membangun bendungan. Tinggal mikronya yang harus diselesaikan, misalnya sampah dan drainase.

"Pengendalian banjir ini kan harus komprehensif sebetulnya dalam arti sistem makro dan mikro. Kalau kami kan sungai di Provinsi,  Untuk Ciliwung sendiri, kita melakukan pembangunan waduk Ciawi Sukamahi, kemudian normalisasi sungai kemudian sodetan dari Bidara Cina ke Kanal Banjir Timur (KBT). Nah semua program-program itu sampai Sekarang belum ada yang tuntas," ujarnya.

Pos pantau ketinggian air sungai Ciliwung di Depok.Pos Pantau Sungai Ciliwung di Depok

Tak hanya rendah secara topografi, Jakarta juga dilalui oleh 13 sungai atau kali yang menampung air yang berasal dari Bogor dan Depok untuk dialirkan ke laut. Ada kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggarahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Sekretaris (Kali Baru Barat), Kali Ciliwung, Kali Bali Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat dan Kali Cakung.

Tiga belas kali tersebut mengalirkan air dari Bogor dan Depok, yang merupakan dataran tinggi, melintas Jakarta sebelum menuju ke laut. Selain 13 kali sebagai pengalir, Jakarta juga membangun Kanal Banjir Timur dan Kanal Banjir Barat. Tapi ketika hujan datang dengan curah yang tinggi, debit air yang datang tetap tak mampu ditampung oleh kali yang ada di Jakarta, sehingga banjir kembali meruak.

Upaya Komprehensif dari Hulu ke Hilir

Topografi Jakarta diakui sebagai wilayah yang sulit bebas dari banjir. Penjelasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahwa penanggulangan banjir Jakarta butuh upaya yang komprehensif dari hulu ke hilir. Kondisi tersebut juga diakui oleh Presiden Jokowi.

"Jakarta sebagai Ibu Kota bukan daerah yang berdiri sendiri, tapi dikelilingi oleh wilayah Jawa Barat, Banten, saya berharap semuanya bisa bekerjasama dengan baik dalam menyelesaikan masalah banjir yang ada di Ibu Kota, tanpa kerja sama itu saya kira penyelesaiannya tidak akan komprehensif dan tidak akan bisa menyelesaikan masalah," ujar Jokowi ketika diminta komentar oleh wartawan soal banjir Jakarta awal tahun ini.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hudoyo, mengakui banjir kemarin terjadi bukan saja karena curah hujan yang ekstrem, yaitu mencapai 377 mm per hari.

Menurutnya, Jakarta sudah banjir sejak tahun 1621.  Tapi masa itu masih ada rawa dan lain lain. Ada Rawa Buaya, Rawa Belong. Ada juga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang besar, yaitu Ciliwung, Cisadane, dan Kali Bekasi. Menurutnya, kemarin sebelum ada kiriman air dari Bogor dan Depok, Jakarta juga sudah kebanjiran. Sebab, banyak tutupan lahan DAS di Jakarta sudah menjadi kebun cair yang ditanami sayuran. Sehingga laju air tak bisa dibendung.

Sorot jakarta banjir

KLHK, ujar Hudoyo, mengurus rehabilitas hutan dan lahan di hulu. KLHK juga berniat mengubah tanaman warga di hulu, dari sayuran menjadi pohon berkayu. Salah satu program yang dilakukan adalah argoforestri, yaitu mengajak masyarakat mulai menanam pohon berkayu, tapi sambil menunggu pohon tersebut panen, warga diizinkan tetap menanam sayuran. 

Salah satu pohon yang dikenalkan pada warga adalah pohon kacang makadamia. Warga butuh waktu enam tahun untuk memanen kacang mahal tersebut, selama menunggu enam tahun, warga diizinkan tetap menanam sayuran.

Selain melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, KLHK juga membuat bangunan untuk konservasi tanah dan air. Untuk mendukung warga menanam pohon berkayu, KLHK juga membagikan bibit pohon gratis sesuai selera warga. Bibit yang dibagikan bahkan termasuk pohon yang bisa menghasilkan dan dijual.

Hudoyo mendukung normalisasi sungai seperti yang sudah dilakukan oleh PUPR dan Pemprov DKI. Menurutnya pendangkalan kali dan sungai di Jakarta sudah sangat parah, sehingga sungai perlu dinormalkan, dilebarkan dan didalamkan agar sungai mampu menampung debit air yang lebih banyak.

Ia memastikan, banjir akan selalu terjadi di Jakarta. Apalagi jumlah penduduk meningkat hampir dua kali lipat, padahal ruang yang ditempati masih sama dan tak berubah luas lahannya. Daya dukung Jakarta sudah tak layak, ujarnya.

Banjir di Cempaka Putih Jakarta PusatBanjir di Jakarta

Presiden Jokowi juga telah meminta agar Kementerian PUPR mempercepat proses pembangunan bendungan di Bogor. Saat ini proses pembangunan sudah 47 persen, sedangkan pembebasan tanah sudah mencapai 95 persen.

Jokowi juga meminta agar sodetan Ciliwung menuju BKT dirampungkan tahun ini juga. "Saya kira bisa secepatnya dengan Gubernur untuk bisa menyelesaikan masalah pembebasan lahannya. Dan juga pengerjaan pengerjaan meneruskan kembali baik normalisasi maupun naturalisasi di sungai-sungai yang ada di Jakarta," ujarnya.

Jokowi juga mengingatkan, sungai di Jakarta bukan hanya di Ciliwung, tapi masih ada 13 sungai lain. Menurutnya semua sungai tersebut perlu dinormalkan kembali sehingga aliran air yang ada di Jakarta bisa kembali normal. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya