SOROT 376

Menjejak Pelisiran Sejarah Yogya

Desa Wisata Mangir di Yogyakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Juna Sanbawa

VIVA.co.id - Libur panjang Natal dan tahun baru telah tiba. Sejumlah destinasi wisata di Tanah Air bakal kembali diserbu pengunjung. Yogyakarta adalah salah satunya.

Selain ingin merayakan hari besar keagamaan dan melewatkan malam pergantian tahun, tak sedikit yang sekadar pulang kampung bertemu keluarga sambil berwisata. Sejumlah objek wisata di Yogyakarta pun siap menyambut para wisatawan.

Kota Pelajar ini menyimpan banyak objek wisata yang memiliki nilai sejarah. Yang sudah terkenal adalah Keraton Yogyakarta, Tamansari, Puro Pakualaman, Prambanan hingga benteng Keraton Yogyakarta.

Namun, di kala libur panjang Natal dan tahun baru seperti saat ini, untuk mengunjungi objek wisata bersejarah tersebut butuh perjuangan. Jalan menuju lokasi bakal dipenuhi kendaraan roda empat dan dua. Kemacetan bisa tak terhindarkan.

Nah, bagi Anda yang tetap ingin menikmati suasana Yogyakarta dengan segala keindahan kota dan objek wisatanya, kini ada alternatif yang bisa dikunjungi. Masih banyak objek wisata bersejarah, namun relatif tidak terhambat kemacetan.

Bahkan, Anda dan keluarga tidak perlu membayar retribusi untuk masuk objek wisata bersejarah, yang kini sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan pemerintah kabupaten itu.

Canting Mas Puncak Dipowono, Destinasi Baru Wisata Menoreh

Desa Wisata Mangir

Salah satu objek wisata bernilai sejarah dan menjadi salah satu alternatif untuk dikunjungi itu adalah Desa Wisata Mangir, Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Untuk mencapai objek wisata itu, tersedia angkutan umum dari Kota Yogyakarta. Namun, untuk sampai ke lokasi, yang di antaranya terdapat objek wisata Watu Gilang, sisa kebesaran Keraton Mangir yang masih terpelihara dengan baik, akan lebih baik jika menggunakan mobil pribadi atau menyewa sepeda motor. Taksi juga bisa dipilih sebagai alternatif.

Masuk ke wilayah Desa wisata Mangir, wisatawan akan disuguhi suasana alam pedesaan yang masih alami. Akses jalan menuju petilasan Watu Gilang pun sudah diaspal dan lumayan mulus. Jelang masuk lokasi wisata itu, pengunjung akan disambut gapura yang terbuat dari bambu dan bertuliskan Selamat Datang di Desa Wisata Mangir.

Saat VIVA.co.id mendatangi Desa Wisata Mangir pada Senin 21 Desember 2015, sekira pukul 15.00 WIB, desa tersebut tampak sepi. Hujan lebat baru saja mengguyur wilayah itu.

Langkah kaki pun langsung terayun ke petilasan Watu Gilang. Sebelum masuk lokasi, pengunjung akan melewati gapura yang terbuat dari batu merah tanpa dipoles di bagian permukaannya. Terkesan seperti gapura di zaman lampau.

Setelah melewati gapura dan berjalan sekitar 10 meter, ditemui bangunan benteng dengan tinggi sekitar 2 meter, panjang 10 meter, dan lebar 7 meter. Di dalam benteng tersebut terdapat pohon randu alas yang usianya sudah puluhan, bahkan ratusan tahun. Berdiri tegak di tengah benteng.

Di sisi selatan pohon randu alas yang tampak sudah tua tersebut terdapat batu. Batu itu lah yang disebut sebagai Watu atau Batu Gilang yang dipercaya sebagai situs Keraton Mangir.

Meski di sampingnya tumbuh pohon besar dan menjulang tinggi, di sekitar petilasan Batu Gilang terlihat cukup bersih. Juru kunci Watu Gilang bernama Subakri yang kini berusia 66 tahun, rutin merawat dan membersihkannya.

"Saya itu menjadi juru kunci Watu Gilang semenjak bapak saya meninggal tahun 1998," kata Subakri kepada VIVA.co.id.

Meski tidak bercerita banyak tentang petilasan Watu Gilang, Subakri mencoba menjelaskan garis besar sejarah watu gilang, yang merupakan bekas kebesaran dari Keraton Mangir.

Desa Wisata Mangir di Yogyakarta

Wali Kota Belanda Terpesona Keseharian Yogyakarta

Usia Keraton Mangir yang lebih tua memiliki pusaka yang konon tak terkalahkan. FOTO: VIVA.co.id/Daru Waskita

Menurut dia, kehadiran Kerajaan Islam Mataram sebagai penerus Kerajaan Islam Demak Bintoro dan Keraton Pajang, yang ingin mengambil Mangir menjadi bagian kekuatan Negeri Mataram dinilai cukup wajar. Karena, usia Keraton Mangir yang lebih tua memiliki pusaka yang konon tak terkalahkan.

Selain itu, Ki Ageng Mangir Wonoboyo adalah seorang pemimpin yang cerdas dan berwibawa. Panembahan Senopati menganggap Mangir sangat pantas untuk "dilamar" menjadi bagian dari kekuatan Negeri Mataram. Apalagi, sama-sama pemeluk agama Islam (Kejawen).

Karena itu lah, Panembahan Senopati membuktikan sikap yang santun dan mau berkorban, yaitu mengirimkan putrinya, Retno Pembayun untuk direlakan menjadi istri Ki Ageng Mangir Wonoboyo IV, sekaligus menyatukan bumi Mangir dengan Keraton Mataram.

"Namun, dalam perjalanannya, Ki Ageng Mangir yang sudah menjadi keluarga Penembahan Senopati, tetap saja dibunuh dan mayatnya dikubur di daerah Godean Sleman, Yogyakarta," kata Subakri.

Ki Ageng Mangir oleh kekuatan Belanda, Subakri menambahkan, juga selalu dituduh sebagai pemberontak. Taktik ini dilakukan untuk politik pecah belah dan memperlemah Ki Ageng Mangir. Begitu juga bagi generasi muda saat ini, banyak terpengaruh Ki Ageng Mangir adalah seorang pemberontak.

"Saya yakin, Mangir mampu menjadi daerah kunjungan wisata yang berbasis keindahan alam dan spiritual sejarah tertua di Kabupaten Bantul. Sejarah Mangir memang lebih tua dari Kerajaan Mataram Islam di Pleret dan Kotagede," ujarnya.

Tujuh Pilihan Pantai Terbaik untuk 'Ngecamp' di Yogyakarta



Candi HKTY Ganjuran

Tak hanya warisan kerajaan Islam, umat Nasrani yang sedang merayakan libur Natal dan tahun baru akan kurang lengkap jika tidak berkunjung ke Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Ganjuran. Candi tersebut memang tak sebesar Candi Prambanan, Borobudur ataupun Ratu Boko yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan agama Hindu dan Buddha di tanah Jawa.

Meski ukuran panjang dan lebar Candi HKTY Ganjuran kurang dari 10 meter x 10 meter dengan ketinggian 10 meter, candi tersebut tetap memperlihatkan akulturasi antara budaya Hindu dan Jawa yang sangat kental. Bahkan, di dalam candi terdapat patung Yesus yang duduk sebagai "raja", lengkap dengan aksesori seperti raja Mataram.

Yohanna Juminem, salah satu sesepuh Gereja HKTY Ganjuran mengatakan, candi HKTY Ganjuran dibangun pada 27 Desember 1927, yang dipelopori oleh keluarga Schmutzer. Keluarga tersebut juga mendirikan Rumah Sakit St. Elisabeth Ganjuran yang hingga saat ini masih memberikan pelayanan kesehatan, bahkan sudah mempunyai peralatan modern.

"Sebelum Candi HKTY dibangun, keluarga Schmutzer juga mendirikan Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran pada 1924, yang satu kompleks dengan Candi HKTY Ganjuran," katanya.

Gereja HKTY Ganjuran dan Candi HKTY Ganjuran yang terletak 17 kilometer selatan kota Yogyakarta, tepat di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, ini, menjadi saksi keindahan, dengan Rm. Albertus Soegijapranata SJ ditahbiskan menjadi imam pada 1931. Pada 1934-1940, beliau menjadi pastor di Ganjuran. Pada 1942, beliau ditahbiskan menjadi Uskup Indonesia pertama.

"Dari Ganjuran lah peran Romo Soegijapranata SJ berjuang untuk Indonesia dilakukan hingga dianugerahi pahlawan nasional," ujar Yohanna yang juga pendamping iman anak (PIA) Gereja HKTY Ganjuran ini.

Yohanna menjelaskan, pada era kepemimpinan Pastor G Utomo PR pada 1995, keberadaan candi HKTY Ganjuran lebih menekankan pengaruh Jawanya. Pada 1990, Konferensi Federasi Uskup Asia mengadakan sebuah seminar mengenai masalah pertanian dan petani di Gereja Ganjuran.

Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) di Yogyakarta

Candi HKTY yang semula seperti dikesampingkan dengan adanya gereja, namun kini bisa berjalan harmonis. FOTO: VIVA.co.id/Daru Waskita

"Tonggak keberadaan Candi HKTY yang semula seperti dikesampingkan dengan adanya gereja, namun kini bisa berjalan harmonis. Wisatawan yang berziarah tidak saja umat Nasrani, namun umat lainnya juga dapat untuk berwisata ziarah," ucapnya.

Banyu atau air Perwitasari

Tak hanya candi yang dikunjungi wisatawan, di lokasi ini juga terdapat banyu Perwitasari. Banyu atau air ini diburu wisatawan karena dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Air Perwitasari saat ini banyak yang dijual pedagang yang berada di sekitar Gereja HKTY Ganjuran.

"Berkat kasih dan karunia Tuhan, pada 1998 ditemukan air mengalir dari dasar Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Airnya sangat jernih (bisa langsung diminum) dan berkhasiat menyembuhkan. Karena orang pertama yang disembuhkan bernama Perwita, maka untuk mengenangnya, air berkhasiat itu kini disebut Tirta Perwitasari," kata pensiunan guru PNS Departemen Agama ini.

Salah satu wisatawan, Joko Wicaksono, warga Tengerang, mengatakan, dia bersama-sama ke Candi HKTY untuk berziarah dan juga mendapatkan air Perwitasari. "Ada saudara yang sakit dan minta dibawakan obat untuk menyembuhkan, yakni air Perwitasari," ungkapnya.



Gua Selarong

Lokasi wisata bersejarah lain yang mungkin dapat menjadi referensi menghabiskan libur Natal dan tahun baru 2016 adalah Gua Selarong. Sebuah gua yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro untuk mempersiapkan strategi perang melawan Belanda.

Gua Selarong berlokasi di Dusun Kembang Putih, Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Berjarak sekitar 17 kilometer selatan Kota Yogyakarta atau sekitar 5 kilometer barat Kota Bantul.

Jalan menuju objek wisata Gua Selorong relatif mudah. Beraspal halus dan juga banyak rambu-rambu petunjuk jalan ke objek wisata tersebut.

Untuk masuk ke Gua Selarong, setiap wisatawan cukup membayar retribusi tempat wisata Rp3.000 per orang. Dari tempat retribusi menuju objek wisata, pengunjung dapat memarkirkan sepeda motor atau mobil di tempat yang telah disediakan. Untuk menuju Gua Selarong perlu menyiapkan tenaga, karena harus menaiki ratusan anak tangga untuk sampai ke lokasi utama, yaitu Gua Kakung dan Gua Putri.

Gua Kakung merupakan tempat bagi Pengeran Diponegoro untuk beristirahat dan menyiapkan setrategi perang. Sementara itu, di Gua Putri merupakan tempat istirahat selir ketiga Pangeran Diponegoro, setelah dua istrinya terdahulu meninggal.

Dari informasi yang diperoleh, Gua Selarong merupakan markas gerilya Pangeran Diponegoro, setelah rumahnya di Tegalrejo, Kota Yogyakarta, dibumihanguskan oleh Belanda. Pangeran Diponegoro bersama selirnya Raden Ayu Ratnaningsih dan para prajuritnya, selanjutnya bersembunyi di Gua Selarong.

Gua Selarong di Yogyakarta

Di Gua Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun strategi perang gerilyaFOTO: VIVA.co.id/Daru Waskita

Di gua tersebut, Pangeran Diponegoro menyusun strategi perang gerilya yang akhirnya pecah Perang Diponegoro pada 1825 hingga 1830. Di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro ini, rakyat pribumi bersatu dan melakukan perlawanan secara gerilya.

Ichzan, salah satu warga Dusun Kembang Putih mengatakan, objek wisata Gua Selarong mulai ramai semenjak 10 tahun terakhir ini, setelah berbagai renovasi dan akses jalan serta tangga permanen dibuat oleh Pemkab Bantul. Di sekitar objek wisata juga terdapat tempat permainan anak, sehingga anak-anak cukup betah di objek wisata Gua Selarong ini.

"Di samping itu, di sekitar Gua Selarong sering digunakan untuk berkemah para pelajar, karena terdapat lokasi bumi perkemahan," ungkapnya.

Seperti lokasi wisata lain, di kawasan Gua Selarong juga terdapat tempat beristirahat bagi wisatawan untuk melepas lelah. Sejumlah pedagang siap menawarkan minuman sebagai pelepas dahaga.

Di beberapa ruas jalan menuju objek wisata Gua Selarong, juga banyak perajin yang sedang mengerjakan kerajinan tangan yang telah dipesan. "Jika wisatawan tertarik, bisa membeli hasil kerajinan tangan untuk oleh-oleh," tuturnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Bantul, Yogyakarta, Bambang Legowo, mengatakan, seiring adanya dana keistimewaan DIY yang ditujukan untuk pelestarian budaya serta peninggalan benda-benda bersejarah, banyak situs kuno yang kini mulai direvitalisasi dan dikembangkan menjadi suatu destinasi wisata baru termasuk menjadikan daerah tersebut sebagai desa wisata.

"Termasuk di petilasan Watu Gilang yang merupakan tempat berdirinya Keraton Mangir yang usianya lebih tua dari Kerajaan Mataram," katanya.

Dia menjelaskan, pemberian kucuran dana keistimewaan untuk revitalisasi situs-situs bersejarah harus ada tahapan pengajuan anggaran, sehingga nantinya dana yang dikucurkan tepat sasaran dan tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Permasalahan laporan keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan," ujar dia.

Bambang menambahkan, dengan gelontoran dana keistimewaan dalam satu tahunnya bisa mencapai belasan miliar rupiah, mampu menghidupkan kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Bantul, termasuk menghidupkan situs-situs bersejarah yang mulai dilupakan masyarakat.

Gua Selarong di Yogyakarta

"Kini, banyak wisatawan yang justru berkunjung ke situs-situs kuno yang dikelola sendiri oleh warga dan dinas hanya memberikan pendampingan," ungkapnya.

Dari sejumlah objek wisata sejarah di Kabupaten Bantul, Bambang melanjutkan, baru objek wisata Gua Selarong yang sudah ada petugas retribusinya. Meski, upaya itu belum signifikan menambah pendapatan asli daerah.

"Gua Selarong, pengunjung belum terlalu banyak dibandingkan objek wisata lainnya di Bantul seperti wisata pantai," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya