SOROT 402

Ponsel Ilegal Susah Dijegal

Pemusnahan ponsel ilegal di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id –  Pagi itu, 20 Mei 2016, Maul bergegas menyalakan laptopnya. Waktu menunjukkan hampir pukul 10.00 WIB saat pria bertubuh besar itu membuka sebuah situs e-commerce. Saat itu toko online tersebut tengah melego iPhone SE seharga Rp99.000. Normalnya iPhone SE dibanderol Rp8.000.000 per unit.

Kloning IMEI yang (Masih) Bikin Pusing

Penawaran murah itu tentu tak disia-siakan Maul. Dan, kenyataannya Maul tidak sendirian. Situs e-commerce yang baru naik daun itu diserbu ribuan konsumen pada waktu bersamaan. Nyaris satu jam Maul berkutat di toko online ini.

Namun transaksi tidak pernah berhasil diselesaikan tuntas. Berkali-kali situs ini error. Sampai pengelola situs memasang pengumuman daftar 100 pemilik iPhone SE, ia tidak juga berhasil menyelesaikan transaksinya.

Aturan Registrasi IMEI Sudah Ketat, tapi Masih Saja Ada Celah

Maul tak kurang akal. Keinginan memiliki ponsel cerdas masih mengalir deras. Gagal membawa pulang iPhone SE, ia melirik smartphone lain yang ditawarkan di situs e-commerce asal China itu. Saat ia menemukan ponsel Xiaomi yang harganya lebih murah dibanding harga di pusat perbelanjaan, Maul tidak segan-segan memencet tombol ‘Beli’.

Maul mungkin hanya satu dari sekian ribu orang yang terhipnotis merek besar Apple dan angka 99.000. Dia juga salah satu dari sekian juta penggemar smartphone baru yang tertarik dengan iming-iming harga murah di toko online.

Alhamdulillah, Aturan Blokir Ponsel Ilegal di Indonesia Resmi Berlaku

Tak hanya Maul, berburu smartphone murah juga dilakoni Ajeng. Wanita berusia 21 tahun itu mengaku baru saja membeli Xiaomi Redmi Note di toko online.

peluncuran resmi xiaomi redmi note 3

Selain iPhone, Xiaomi juga banyak diburu lewat transaksi online. Foto: REUTERS/Bobby Yip

Ajeng mengaku selalu membeli smartphone di toko online karena tidak perlu repot pergi ke sentra penjualan ponsel yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Hanya dengan memesan melalui toko online, bayar melalui mobile banking, maka handphone baru akan segera meluncur ke rumah keesokan harinya.  

"Soalnya lebih murah beli di online daripada di toko resmi. Harganya malah kadang jauh lebih rendah dibanding harga pasaran," ujar Ajeng kepada VIVA.co.id.

Murah memang selalu menjadi kata yang menarik bagi konsumen di Indonesia. Sayangnya, kata sakti itu kerap tidak diikuti dengan kualitas dan purna jual yang mumpuni. 

Wakil Ketua Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) Lee Kang Hyun  mengatakan industri sangat geram dengan maraknya penjualan ponsel di ranah online ini. Ia menengarai toko online menjadi jalan bagi masuknya ponsel-ponsel ilegal dan yang berasal dari pasar gelap (black market/BM).

Dia bahkan menyebut, dari total smartphone yang beredar di pasar Indonesia, sekitar 30 persen merupakan ponsel yang tidak resmi atau BM. Data GfK menyebut, di 2015 saja ada sekitar 33 juta unit smartphone yang terjual di Indonesia. Ini berarti hampir 10 juta bisa dibilang ilegal.

Country Lead Smartphone Division Lenovo Indonesia, Adrie R Suhadi, juga menyebutkan  kian maraknya peredaran ponsel ilegal. Selain merugikan pemerintah dari segi pajak pemasukan negara, ponsel-ponsel ini juga merugikan konsumen. Tanpa layanan purna jual, jika ada kerusakan dan masalah teknis usai pembelian, kepada siapa konsumen meminta jaminan perbaikan.

"Harga vendor resmi sudah pasti mahal. Selain bayar pajak, mereka juga membebankan harga berlebih karena harus berinvestasi untuk membangun pabrik, service center, kantor, dan marketing di Indonesia. Service center penting untuk menjamin kepuasan pelanggan dan memberikan garansi resmi saat perbaikan,” ujar Adrie.

Senada, Head of Product Marketing IT and Mobile Samsung Electronics Indonesia, Denny Galant, mengatakan, ponsel ilegal akan merugikan konsumen langsung. Untuk itu, dia menyarankan konsumen agar jeli dan pintar dalam memilih. Baca:

“Justru yang kami pikir konsumen. Kalau konsumen tidak membeli dengan garansi resmi, kasihan mereka,” ujar dia. 

Namun siapa yang peduli garansi? Saat jari Maul maupun Ajeng menekan transaksi pembelian smartphone di toko online, mereka tentu tahu risiko tidak adanya garansi perbaikan resmi yang akan didapat ketika ponsel mengalami kerusakan. Bahkan mereka mengaku tidak kapok berbelanja gadget di toko online.

"Dulu saya beli yang resmi, garansi juga enggak pernah dipakai. Kalau servis enggak pernah tuh pakai kartu garansi resmi, selalu langsung ke tempat servis mana saja. Enggak bisa diperbaiki, ya beli baru. Banyak hape murah, kok,” kata Maul.

Harga murah ini juga yang membuat vendor semacam Xiaomi dan OnePlus bersikukuh tidak menggelar lapak mereka di dunia nyata. Dalam sebuah situs asing, Carl Pei, co-founder OnePlus yang baru berusia 26 tahun, mengatakan, mereka akan tetap berjualan online, dan tidak menggandeng partner di daratan. Baca:

Strategi dilakukan karena mereka ingin harga ponsel yang ditawarkan tetap murah ke pelanggan, termasuk juga menjaga eksklusivitas dari OnePlus kepada penggunanya.

“Kami belum kepikiran menjual melalui toko ritel karena tidak ingin smartphone ini dijual seperti sayuran. Dengan tetap mengandalkan e-commerce, tidak ada yang mampu menandingi kami. Pesaing terdekat kami masih memiliki harga jual dua kali lipat lebih mahal dari kami karena mereka harus berpikir jualan online dan offline," kata Pei, dilansir dari Telegraph.

Selanjutnya, Tak Berkesudahan

Tak Berkesudahan

Penjualan ponsel BM sejatinya telah ada sejak lama. Bukan rahasia lagi jika toko offline di sentra penjualan ponsel, seperti ITC Roxy Mas, Mall Ambassador, dan sejenisnya, marak menjajakan ponsel BM, yang notabene masuk ke Indonesia tanpa mengikuti alur birokrasi dan sertifikasi di Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Dari balik etalase kaca, baik di toko besar maupun kecil di Roxy Mas, tidak sedikit konsumen yang tergiur iPhone SE atau ponsel Xiaomi. Tidak heran jika kedua merek ini mengisi dua mobil boks yang ditangkap Kepolisian Polda Metro Jaya awal Juni lalu.

Dalam dua mobil tersebut ada sekitar 10.000 unit ponsel Xiaomi dan iPhone, yang diperkirakan berpotensi merugikan negara sampai Rp15 miliar.  Semua ponsel tersebut akan dibawa menuju pusat pertokoan Roxy Mas.

Pemilik toko tidak menutupi ponsel yang mereka jual bukan barang resmi. Meski bodong, Hesty, dari Permata Cell Roxy Mas, memastikan ponsel-ponsel BM yang dijual di tokonya memiliki ‘garansi internasional’, sebutan halus untuk garansi toko. Harganya lebih murah sekitar Rp500 ribu-Rp1 juta dibanding harga barang resmi.

"Rata rata yang beli karena mereka menunggu di gerai resminya enggak keluar-keluar. Misal iPhone 6s dan SE," kata Hesty.

iPhone 6s memang sudah keluar dari 2015 akhir di pasar global, tetapi di gerai resmi Indonesia sampai saat ini belum ada. "Sedangkan kita punya. Kualitas jelas lebih bagus karena lebih baru, harganya lebih murah dari produk iPhone 6 biasa yang notabene lebih lama produknya, namun masih dijual di gerai resmi," ujar Hesty.

Penyelundupan iPhone 6S di dashboar mobil

Penyelundupan iPhone di dasbor mobil. Foto: VIVA.co.id/Siti Nuraisyah Dewi

Saat ditanya apakah ponsel yang dijualnya ponsel black market, Hesty tak menampik namun juga tak menyebutnya dari pasar gelap. "Dibilang ilegal juga enggak sih, kan garansinya ada. Lagian kita juga siap perbaiki dan bantu klaim garansi internasionalnya," Hesty meyakinkan.

Lalu jika membeli ponsel BM sudah menjadi budaya yang tidak terbendung, siapa yang harus disalahkan? Sementara itu, situs e-commerce dan toko online semakin marak, yang kata Menkominfo putaran uangnya bisa mencapai Rp180 triliun di tahun 2020 nanti.

Sedangkan peredaran smartphone ilegal berarti menurunnya penerimaan negara dari pajak. Dalam setahun terakhir, data Kominfo, pengguna smartphone di Indonesia sudah membelanjakan total Rp50 triliun untuk 10 juta unit smartphone, khususnya 4G.

Menkominfo menyebut, setiap tahunnya, pendapatan dari penjualan ponsel di Indonesia mencapai Rp60 sampai Rp70 triliun, baik yang resmi maupun tidak resmi. Bayangkan berapa pendapatan negara jika semua ponsel masuk secara legal ke Indonesia.

Saat menemukan 10.000 unit smartphone ilegal yang akan dibawa ke Roxy Mas, kepolisian memprediksi kerugian negara mencapai Rp15 miliar. Itu artinya, jika sampai 10 juta unit smartphone ilegal masuk ke Indonesia, kerugian negara bisa mencapai Rp15 triliun.

Ah, tapi itu kan kerugian negara. Ajeng maupun Maul tidak merasakan kerugian tersebut ke diri mereka pribadi. Yang terpenting, ponsel keren, bermerek dan murah sudah ada di tangan mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya