SOROT 448

Hantu itu Bernama Khilafah

Aksi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Bundaran HI, Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Gedung empat lantai di Kompleks Rumah Toko (Ruko) Crown Palace di Tebet, Jakarta Selatan, tampak lengang. Tak terlihat kesibukan di dalam ruko itu, yang digunakan sebagai kantor Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Di lantai dasar hanya terlihat dua orang berpeci. Satu orang duduk di balik meja penerima tamu. Sementara pria satunya tampak khusyu menatap layar komputer yang terletak di atas meja.

Pamflet bertuliskan ‘Kajian Rutin Syariah & Khilafah setiap hari Rabu jam 18.30 WIB dan Belajar Ilmu Tajwid setiap hari Senin jam 18.30’ tampak menghias dinding ruangan.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Namun, suasana berbeda terlihat di lantai dua. Belasan orang tampak memadati ruangan seluas lapangan badminton. Spanduk berukuran 3x2 meter bertuliskan “Menolak Rencana Pembubaran HTI” menempel di dinding ruangan.

“Kegiatan kita selalu damai, santun. Tak ada satu pun kegiatan yang kita lakukan melanggar hukum,” ujar Ketua Dewan Pengurus Pusat HTI, Rokhmat S.Labib, saat VIVA.co.id berkunjung ke kantornya, Selasa, 9 Mei 2017.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Ia menyesalkan rencana pemerintah itu. Pasalnya, HTI sudah berdakwah lebih dari 20 tahun di Indonesia. Selain itu, ia mengatakan selama ini HTI tidak pernah ada masalah.

“Kami adalah organisasi dakwah. Yang kami lakukan adalah berdakwah. Kita paling seminar-seminar, halaqoh-halaqoh ke mesjid-mesjid, diskusi-diskusi, paling itu aja,” ujar Rokhmat. [Baca juga: Jejak Hizbut Tahrir Indonesia]

Terkait khilafah, Rokhmat berdalih, bahwa berdakwah, mengajak umat Islam menerapkan hukum Allah adalah kewajiban. “Tapi apakah semua orang sudah pasti mau (khilafah islamiyah)? Kita juga tidak bisa menetapkan atau memaksa semua orang.”

sorot HTI - Pemerintah Bubarkan Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

Menkopolhukam Wiranto (tengah) bersama Menkumham Yasonna H. Laoly (kiri), Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kanan), dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kanan) memberi keterangan pers terkait pembubaran ormas Hibut Tahrir Indonesia (HTI) di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, 8 Mei 2017. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Pemerintah memutuskan mengambil langkah tegas, membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan HTI. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, kegiatan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. "Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," ujar Wiranto saat memberikan keterangan pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin 8 Mei 2017.

Menurut Wiranto, Indonesia adalah negara hukum. Selain itu, Indonesia sudah memiliki ideologi yang merupakan kesepakatan kolektif bangsa sejak dulu sampai sekarang. “Namanya Pancasila,” ujarnya menegaskan.

Untuk itu, setiap organisasi kemasyarakatan (Ormas) harus menghormati dan mengacu kepada hukum yang berlaku dan menghormati ideologi Pancasila. “Maka tatkala dalam kegiatannya nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila, nyata-nyata tak sesuai dengan Pancasila, maka harus kita bubarkan, kita larang,” ujar mantan Panglima Besar ABRI ini. [Baca juga: Janji Khilafah, Bukti Tak Semanis Mimpi]

Selanjutnya...Bukti untuk Bubarkan HTI

Bukti untuk Bubarkan HTI

Wiranto pun mengaku pemerintah sudah memiliki cukup bukti untuk membubarkan HTI. “Itu sudah cukup bagi pemerintah untuk melakukan langkah-langkah hukum untuk mengamankan negeri kita sendiri,” ujarnya, Rabu 10 Mei 2017.

Pendiri Partai Hanura ini mengungkapkan Presiden Joko Widodo sudah memberikan pernyataan, bahwa ormas yang nyata-nyata bertentangan, berlawanan, tidak searah dengan Pancasila harus dikaji dan diserahkan kepada Menko Polhukam untuk membuat keputusan politik.

Dia mengaku sebenarnya keputusan pemerintah membubarkan HTI ini tidak tiba-tiba, tidak serta merta. “Ini merupakan kelanjutan proses panjang dalam rangka mengawasi sepak terjang ormas, termasuk HTI. Jadi pengamatan sudah panjang,” ujarnya, Jumat 12 Mei 2017.

Pemerintah sudah mempelajari sepak terjang HTI dan menilai apakah sesuai dengan yang diikrarkan dalam UU Ormas. Dan apakah yang dilakukan parallel, sesuai nafas NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan tujuan nasional. “HTI memang ormas yang kegiatanya menyangkut dakwah. Namun pada kenyataannya apa yang dilakukan di lapangan, hasil pengamatan, gerakan dan dakwah yang disampaikan, tujuannya sudah masuk wilayah politik yang mengancam kedaulatan politik negara,” ujarnya menjelaskan.

sorot HTI - Aksi damai HTI di Bundaran HI

Sejumlah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saat menggelar aksi damai di Bundaran HI, Jakarta. (VIVA.co.id/ Ikhwan Yanuar)

Wiranto lalu menuding gerakan dan aktivitas HTI telah mengancam kedaulatan negara. Hal itu bisa dilihat langsung dari kegiatan dan aktifitas HTI di lapangan. “Gerakan politik HTI mengusung ideologi khilafah,” ujarnya.

“Secara garis besar ideologi khilafah itu bersifat trans nasional. Artinya, meniadakan nation state, negara bangsa, untuk mendirikan pemerintahan islam. Sehingga bangsa negara menjadi absurd, termasuk Indonesia yang berdasar Pancasila, NKRI, UUD 1945.”

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum dari Kementerian Dalam Negeri, Sudarmo, mengungkapkan HTI tak terdaftar di kementeriannya. Selain itu, HTI juga dinilai mengganggu stabilitas keamanan, persatuan dan kesatuan serta berniat mengganti Pancasila. Ia bahkan menuding, HTI sudah menyiapkan rancangan undang-undang untuk mendirikan khilafah.  

“Ada RUU dari HTI.  Ada buktinya kalau perlu itu ada copy-nya. RUU termasuk ada strategi mulai dari tahap awal perekrutan sampai nanti perebutan kekuasaan ada juga di situ,” ujar Sudarmo kepada VIVA.co.id, Jumat 12 Mei 2017.

Direktur Riset dari Setara Institute, Ismail Hasani, menilai pembubaran HTI dilakukan karena konsep khilafah yang diperjuangan organisasi tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila. Namun, menurut dia, pemikiran dan gagasan tidak bisa dikriminalisasi. Karena, kebebasan berfikir adalah kebebasan yang mutlak, tidak bisa dibatasi.

Untuk itu, yang paling memungkinkan adalah membatasi penyebarannya. “Jika pada akhirnya dibubarkan, maka pemerintah harus mampu menjamin paham HTI itu tidak dikriminalisasi. Pikiran itu bukan objek kerja hukum karena pikiran orang tidak bisa diadili,” ujar Ismail kepada VIVA.co.id, Rabu 10 Mei 2017.

Sama seperti Wiranto, Jaksa Agung HM. Prasetyo menilai, HTI mempunyai obsesi dan keinginan untuk menerapkan sistem khilafah. “Khilafah tidak sesuai dengan apa yang dianut oleh bangsa kita. Kita punya ideologi negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sementara khilafah rasanya tidak mengenal batas negara,” ujarnya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 12 Mei 2017.

Namun, Muhammadiyah memiliki pedapat berbeda. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menganggap keberadaan HTI belum mengancam NKRI, sepanjang gerakan mereka tidak ada yang menunggangi.

Sedangkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung langkah pemerintah membubarkan HTI. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, mengatakan Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Dasar. Juga sudah punya filosofi bernegara, Pancasila. Dan itu merupakan kesepakatan founding fathers.

“Nah kita tinggal melanjutkan negara ini, membangun negara ini. Kita tidak ikut berjuang, tidak ikut berdarah-darah, tidak pernah berkeringat waktu merebut kemerdekaan. Kita harus hargai apa yang telah dilakukan oleh para leluhur kita, para founding fathers, termasuk para ulama dari NU bersama komponen yang lain,” ujar Said kepada VIVA.co.id, Selasa 9 Mei 2017.

HTI sendiri membantah tudingan anti Pancasila dan NKRI. Ketua Dewan Pengurus Pusat HTI, Rokhmat S Labib, mengaku sampai saat ini HTI masih mengakui NKRI.

“Faktanya Indonesia adalah negara yang berasaskan seperti apa yang sekarang sedang diterapkan. Bukan hanya mengakui, kita taat kepada hukum dan undang-undang yang berlaku,” ujar Rokhmat.

Selanjutnya...Harus Lewat Pengadilan

Harus Lewat Pengadilan

Menurut Ismail, pembubaran HTI tergantung dari bukti yang berhasil dikumpulkan pemerintah.  Dia pun mengingatkan, jika ingin membubarkan HTI, pemerintah harus memastikan bukti bukti yang disodorkan ke pengadilan valid dan kuat.

Menurut dia, dalam UU Ormas pasal 65 sampai 70 disebutkan tahapan-tahapan pembubaran. Pertama harus ada peringatan 1,2 dan 3. Setelah tidak memenuhi peringatan, maka pemerintah akan membekukan sementara. Pembekuan sementara harus didukung oleh pendapat Mahkamah Agung.

“Setelah dibekukan sementara tetap tidak berubah, baru kemudian pemerintah melalui Jaksa Agung atas permintaan Kemenkumham mengajukan permohonan pembubaran ke pengadilan negeri. Dan PN lah yang memutus apakah pembubaran itu sahih atau tidak,” ujarnya menjelaskan.

PBNU juga meminta, agar pemerintah menggunakan mekanisme hukum dalam proses pembubaran HTI. “Pemerintah saya yakin akan menghadapi melewati proses hukum. Karena ini kan negara hukum, jadi tidak boleh sembarangan,” ujar Said Aqil Siradj.

Hal yang sama disampaikan Abdul Mu’ti. Menurut dia, jika HTI memiliki badan hukum, maka sesuai UU penyelesaiannya harus melalui pengadilan. “Tinggal nanti bagaimana pengadilan itu apakah memang membuktikan bahwa HTI itu ada upaya untuk melakukan makar mengganti Pancasila dengan dasar negara Islam, kemudian mengganti NKRI dengan sistem kekhilafahan, biar pengadilan yang membuktikan,” ujarnya.

Bagi Abdul, kalau pemerintah menggugat HTI karena bertentangan dengan Pancasila, hal yang sama juga harus berlaku terhadap organisasi lain. “Kalau ada organisasi lain yang memang memiliki dasar atau asas organisasi selain Pancasila atau asas yang tidak sesuai Pancasila, maka hal yang sama juga harus diberlakukan.”

Sebagai pejabat Kemendagri, Sudarmo mengungkapkan pihaknya segera menyerahkan data terkait dugaan pelanggaran HTI ke Kemenkumham. Setelah dari Kemenkumham, bukti-bukti itu akan disampaikan ke Kejaksaan. “Datanya ya pelanggaran - pelanggaran yang di daerah, kegiatan mereka yang selalu menyuarakan khilafah,” ujarnya.

Sementara itu, polisi pun siap mengawal langkah pembubaran itu. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, mengungkapkan masalah pembubaran HTI sedang diproses oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Jadi nanti Kejaksaan yang akan mengajukan ke Pengadilan dan atas permintaan Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 12 Mei 2017. Menurut dia, polisi akan membantu menyaipkan bukti-bukti yang dibutuhkan.

Sedangkan Jaksa Agung Prasetyo menyatakan bahwa pemerintah akan mengumpulkan bukti dari bawah untuk dibawa ke persidangan. Menurut dia, sekarang pemerintah sedang mengumpulkan bukti-bukti dugaan pelanggaran HTI. “Bukti sedang dikumpulkan. Sebenarnya sudah ada baik dari Polri, Kemendagri, Kemenkumham,” ujar Prasetyo.

Menurut mantan anggota DPR itu, mekanisme pembubaran HTI harus melalui pengadilan, yakni dengan mengajukan tuntutan ke pengadilan. “Itu prosedurnya melalui Kejaksaan. Kita terima bukti-bukti lalu kita teliti, cermati untuk dasar mengajukan tuntutan,” ujar Prasetyo.

Menurut dia, pembubaran HTI akan dilakukan secepatnya. “Lebih cepat lebih baik. Karena kita melihatnya satu kejadian luar biasa yang harus ditangani dengan luar biasa juga. Yang pasti sudah timbul keresahan.”

sorot HTi - Hizbut Tahrir Indonesia.

Seorang pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saat melakukan aksi di depan Balai Kota, Jakarta. (VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi)

Hal senada disampaikan Wiranto. Dia berjanji, pemerintah akan membubarkan HTI dengan cara yang benar. “Kita perlu proses yang benar, proses yang dapat dipertanggungjawabkan melalui satu acuan hukum yang berlaku di Indonesia.  Tunggu saja,” ujarnya.

Meski dibayangi pembubaran, HTI bergeming. Mereka akan tetap beraktifitas seperti biasa. “Kita akan tetap menjalankan aktivitas dakwah kita. Karena dalam undang-undang dijelaskan bahwa organisasi yang memiliki badan hukum kan tidak bisa dibubarkan hanya dengan pidato seorang menteri,” ujar Rokhmat.

Menurut dia, negara harus taat hukum. “Masa rakyatnya tok yang harus disuruh taat pada aturan hukum sih,” ujarnya menyindir.

HTI pun akan menunggu langkah lebih lanjut dari pemerintah. Menurut Rokhmat, jika pemerintah tak melanjutkan ke jalur hukum, artinya HTI tetap diperbolehkan. “Aktivitas kita juga tetap berjalan. Tapi sebagai organisasi islam, kita tidak menginginkan proses itu terjadi.”

Namun, sepertinya pemerintah tak main-main. Menurut Wiranto, pemerintah tak akan mundur meski banyak kritik. “Tunggu saja. Yang pasti, pemerintah tidak akan mundur untuk melaksanakan keputusan ini. Karena ini keputusan untuk masyarakat dan bangsa.” (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya