KETUA UMUM PARTAI GOLKAR AIRLANGGA HARTARTO

Ekspektasi Publik Jadi Tantangan Kader Golkar

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto
Sumber :
  • VIVA/Ikhwan Yanuar

VIVA – Kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto sempat membuat elektabilitas Partai Golkar merosot. Kritikan dan hujatan membuat partai Beringin babak belur. Status partai besar sejak era Orde Baru pun jadi pertaruhan.

Gibran Bantah Presiden Jokowi Gabung Golkar

Kini, Golkar mencoba berbenah. Lembaran baru dibuka. Komando pimpinan partai diganti. Musyawarah Nasional Luar Biasa yang mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum menggantikan Novanto pada Desember 2017 menjadi awal permulaannnya.

Di bawah komando Airlangga, Golkar mengubah citranya. Restrukturisasi kepengurusan baru dengan beberapa strategi program jadi prioritas.

Survei di Atas 50 Persen, Elite Golkar Dorong Ridwan Kamil Maju Pilgub Jabar Ketimbang Jakarta

Meski berat, tapi secara perlahan elektabilitas Golkar sudah agak moncer. Mengacu hasil lembaga survei, Golkar berpeluang besar tetap berada di papan atas pada Pemilu 2019.

Membuktikan prediksi hasil survei menjadi tantangan Airlangga. Salah satu tantangannya yaitu mepetnya waktu pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum 2019. Jarak waktu 10 bulan menjadi pekerjaan rumah. Apalagi mengingat kepengurusan era Airlangga hanya akan sampai 2019 merujuk hasil Munaslub.  

Airlangga Respons PDIP: Jokowi-Gibran Masuk Keluarga Besar Golkar, Tinggal Formalitasnya Saja

"Nah ini kan waktunya singkat, dan kita sekarang manfaatkan bahwa energi Golkar ini diarahkan ke luar," kata Airlangga saat ditemui VIVA di ruang kerjanya, lantai dua, gedung Kementerian Perindustrian, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Februari 2018.

Airlangga mengakui bukan perkara mudah. Menurutnya, selama tiga setengah tahun sejak 2014, internal Golkar sudah terkuras. Beberapa kali penyelenggaraaan Munaslub sudah dilakukan demi menentukan 'nakhoda' partai.

Kepada VIVA, politikus kelahiran Surabaya 57 tahun lalu ini juga bicara peluang Golkar jadi nomor satu di Pemilu 2019. Simak wawancara lengkap Airlangga dengan Hardani Triyoga, Reza Fajri, dan fotografer Ikhwan Yanuar, berikut ini:

Golkar buka harapan baru, bagaimana target Pilkada 2018?

Target Pilkada tentu kita bisa memenangkan beberapa daerah kunci. Secara keseluruhan mungkin di atas 50 persen, nah tentunya Pilkada 2018 ini juga ajang untuk panaskan mesin partai. Jadi, aktivitas partai ini jadi uji coba Pemilu 2019.

Strategi khusus seperti apa untuk menghilangkan citra kasus Setya Novanto?

Ya tentu kita berupaya mengembalikan kepercayaan publik. Dan, tentu kita usung Golkar bersih dan Golkar bangkit kembali. Dan mendorong tiga program yang diperlukan masyarakat. Program penyediaan lapangan pekerjaan, program sembako yang terjangkau, program perumahan terjangkau oleh calon-calon pimpinan daerah yang diusung Partai Golkar. Sehingga dengan program-program yang diperlukan oleh masyarakat ini diharapkan bisa mengembalikan citra partai. Program ini saya minta kepada calon pemilih gubernur, bupati, walikota untuk didorong. Ketika pada saat memegang tapuk pemerintahan, program-program ini perlu digulirkan.

Apakah ada kontrak politik dengan calon-calon kepala daerah tersebut?

Ya, artinya dukungan itu kan sesuai dengan kesepahaman ?dan kesepakatan calon dan partai. Tentu ini program-program yang saya amanatkan sejak awal.

Anda belum lama pimpin Golkar, bagaimana komunikasi dengan calon-calon kepala daerah?

Kalau dengan calon-calon yang diusung Golkar sendiri sudah pasti lancar. Gubernur Riau, apa itu dengan Ibu Khofifah, apa itu dengan Pak Edy Rahmayadi, Pak Deddy Mizwar. Nah, itu tentu komunikasi berjalan dengan baik. Tidak ada kesulitan.

Di Pilkada Jabar, menganulir dukungan dari Ridwan Kamil ke Dedi Mulyadi, apa ada gejolak?

Kalau ditempat pada saat memimpin kepemimpinan kan kita kan enggak pernah ke Kang Emil. Kita langsung ke Deddy Mizwar. Saya tidak melihat di Jawa Barat itu ada gejolak. Karena saya melihat seluruhnya itu mendukung leadership yang dilakukan Dedi Mulyadi. Karena beliau kan ketua pengurus provinsi. Tentunya pengurus provinsi lebih bisa mengkonsolidasikan DPD tingkat I dan II dibandingkan calon dari luar.

Selain Jabar, daerah mana yang jadi andalan Golkar?

Tentu andalan Golkar Jawa Barat, potensi Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, kemudian Sumatera Selatan, kemudian juga Sulawesi Selatan. Itu daerah-daerah yang secara tradisional yang merupakan basis Partai Golkar.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto

Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto. VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar.

Kalau di luar Jawa, bagaimana target Golkar?

Kita lihat dari hasil nanti, di luar Jawa tetap jadi basis Partai Golkar. Jadi, harapannya tentu basis ini bisa dimaksimalkan. Karena basis dasar kekuatan Golkar kan di Jawa Barat. Jadi, kita di Jawa Barat menjadi prioritas. Jawa Timur juga menjadi kunci. Jadi, di dua daerah itu menjadi lebih berpengaruh dalam tanpa petik mencari peningkatan posisi Jawa Barat dan Jawa Timur.

Di Jawa Timur, Khofifah akan melawan Gus Ipul yang sama-sama basis NU?

Ya, artinya pasangan Ibu Khofifah dan Emil kan mempunyai pendekatan tersendiri. Di Jawa Timur kan ada pemilih tersendiri. Selain pemilih berbasis santri kan juga demografi mendorong pemilih-pemilih milenial sehingga itu. Direpresentasi dari pasangan ibu Khofifah dan Emil Dardak.

Prinsip Golkar berkoalisi, ada dengan partai pemerintah dan kubu oposisi?

Kalau kita lihat di Pilkada 2018 ini lebih kepada personalisasi politik. Jadi, tentu potensi-potensi kader yang mempunyai kekuatan personality, ini menjadi lokomotif dalam pemilu berikutnya. Sumatera Utara seperti itu. Karena Pak Edy Rahmayadi kan keluarga besar Golkar. Calon wakilnya juga keluarga besar Golkar. Natural saja. Kalau Jawa Barat sudah pasti keluarga besar Golkar.

Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 mepet jaraknya, bagaimana dongkrak elektabilitas?

Ya, tentu menggunakan mesin-mesin partai diharapkan bisa bergerak untuk itu. Dan itu Golkar kan bekerja ramai-ramai. Jadi kita mengharapkan seluruh kader, baik itu pengurus struktural, pengurus DPD I, DPD II, pengurus kecamatan, desa. Kemudian, anggota DPR RI, DPR Provinsi, Kota/Kabupaten, untuk sama-sama bekerja di dalam arena pilkada ini.

Target untuk Pemilu 2019, bagaimana?

Kita lihat saja perkembangannya nanti. Kita kan ingin 18 persen, target kita juga ingin sampai 110 kursi. Dengan pencapaian itu jadi Golkar akan berperan lebih dari pada saat ini.

Elektabilitas Golkar naik, Anda ingin nomor 1 di Pemilu 2019?

Kita liat hasilnya saja. Kalau TV One kan maunya nomor satu, hehehe.

Kalau bisa satu, melampaui posisi dua, syukur ya?

Kalau semua bisa melampaui kan Alhamdulillah.

Komitmen usung Jokowi di Pemilu 2019?

Ya itu kan sudah hasil keputusan Munas kemarin. Jadi itu komitmen Partai Golkar untuk mengusung Pak Presiden Jokowi untuk periode kedua.

Untuk figur cawapres Jokowi, Golkar mengusulkan nama?

Ya itu tergantung dari Pak Presiden sendiri. Pak presiden yang akan menentukan pendampingnya.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto

Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto. VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar.

Anda kalau diusung, apakah minat jadi cawapresnya Jokowi?

Ini bukan soal minat dan bakat. Jadi kita tidak dalam posisi berbicara di situ ya.

Kembali ke Golkar, Sejak jadi ketum, bagaimana kondisi internal pasca pengumuman restrukturisasi?

Ya, artinya kita kan melakukan konsolidasi, kan belum selesai. Pengurus baru kita umumkan terus selesai mendapatkan pengesahan Kemenkumham. Konsolidasi terus dilakukan, tapi kita tak punya banyak waktu untuk konsolidasi karena kita harus bertanding dalam konstelasi pilkada dan penjaringan pileg dan pilpres.

Memimpin partai sebesar Golkar gantikan Novanto, Anda jadi sorotan?

Tentu ekspektasi dari publik, masyarakat jadi tantangan kan harus dipenuhi kader-kader Golkar. Tentu untuk mengelola harapan publik itu selain dengan program, juga untuk menempatkan calon legislatif mendapatkan apresiasi dari publik, masyarakat sehingga tentu ini bergerak berbasis pada kewilayahan, teritorial.

Komunikasi dengan senior-senior Golkar bagaimana?

Saya rasa bagus. Dengan Pak Aburizal Bakrie, Pak Agung, Pak Jusuf Kalla. Terus Pak Akbar Tanjung, komunikasi cukup intens.

Perasaan enjoy mimpin Partai Golkar yang jadi sorotan?

Ini kan bukan urusan perasaan. Yang penting kan kita harus menyelesaikan ekspektasi publik. Kalau urusan sorotan kan sudah jadi resiko pejabat publik. It goes with the job.

Anda dikritik soal rangkap jabatan sebagai menteri, bisa fokus?

Ya itu menurut saya sih sudah terjawab. Ya kan beda. Satu mengurus barang, satu ngurus orang. Perindustrian kan kita ngurus produk. Ya dua-duanya punya tantangan sendiri-sendiri.

Anda sering di kantor Kemenperin, bagaimana urus Golkar bila ada rapat?

Ya setiap hari di sini. Kalau urusan partai kan diurus pada jam-jam tertentu saja. Dan kita sudah punya pengurus yang bekerja, berbagi dan bergotong royong.

Terkait restrukturisasi ada kritikan soal posisi sekjen dan beberapa pengurus?

Ya setiap kepengurusan kan ada perbedaan, tidak sama. Ya waktu Pak Akbar pergantian ke Jusuf Kalla kan tidak semuanya diangkut. Pak Jusuf Kalla kepada pengurus berikutnya Pak Aburizal Bakrie kan tidak semuanya ikut. Pak Aburizal ke Pak Setya Novanto itu tidak semuanya ikut. Jadi itu kan proses yang biasa-biasa saja.

Ada anggapan titipan pihak tertentu?

Ya kalau titipan kan ada banyak. Saya bilang waktu Munas saja saya bilang kantong saya penuh, kan gitu. Kalau titipan itu bukan sesuatu yang luar biasa, biasa-biasa saja.

Restrukturisasi sekarang masih ada orang-orang Novanto, cara merangkulnya bagaimana?

Kalau mereka ada di kepengurusan kan berarti mereka semua sudah terwakili. Ada yang mewakili program studi Pak Aburizal Bakrie, program studi Pak Agung Laksono, Pak Akbar, Pak Jusuf Kalla, melanjutkan Pak Setya Novanto kan ada semua. Tentu harus ada yang baru juga kan, semuanya itu juga kan berproses.

Fraksi juga akan dirombak?

Ya itu juga berikutnya lah. Masa sidang berikutnya.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto

Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto. VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar.

Soal Pansus KPK, Golkar serius menarik dukungan?

Ya tentu kita melihat dan mengetahui latar belakang terbentuknya Pansus. Dan yang kedua Pansus itu kan seyogyanya diselesaikan dalam dua periode masa sidang. Ini sudah masa sidang ketiga. Karena itu sudah perlu untuk dibuat keputusan.

Salah satu rekomendasi Pansus nanti UU Penyadapan, bagaimana?

Ya nanti saya lihat itu. Tapi kan pada waktu itu Munas Golkar itu sudah mengatakan bahwa dalam hasil Munaslub tidak menyetujui dan merekomendasikan pelemahan KPK. Jadi kita melihat konteksnya di itu.

Komunikasi dengan Pak Agun Gunanjar sebagai Ketua Pansus?

Ya komunikasi biasa-biasa saja, sering kita berkomunikasi.

Agun siap untuk mundur dari Pansus?

Dia siap.

Terakhir, harapan besar untuk Golkar?

Ya tentu Golkar sih tentu perlu seluruh kader mengkonsolidasikan pengurus-pengurus provinsi, pengurus kabupaten, pengurus kota, pengurus, kecamatan, pengurus desa, untuk berkonsolidasi untuk pemenangan Partai Golkar ke depan. Nah ini kan waktunya singkat, dan kita sekarang manfaatkan bahwa energi Golkar ini diarahkan ke luar. Selama tiga setengah tahun kan internal energi terus. Jadi sudah terkuras. Ini kan periode terbanyak ketua umum dan terbanyak Munaslub. Jadi bahasa jawanya enough is enough lah, harus sudah keluar. Karena nanti yang menikmati kan yang di luar, bukan Partai Golkar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya