KETUA BAWASLU ABHAN MISBAH

Pilkada Mulai Panas, Butuh Pendingin

Ketua Bawaslu RI Abhan
Sumber :
  • VIVA/Ikhwan Yanuar

VIVA – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018 sudah di depan mata. Sejumlah persiapan terus dimatangkan seiring tahapan awal pendaftaran calon pasangan peserta pilkada di 171 daerah dimulai pada 8-10 Januari 2018.

Calon Anggota KPU-Bawaslu Wajib Tes PCR 2 Kali Sebelum Uji Kelayakan

Tahapan berikutnya, yakni penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)  dan pengundian nomor urut partai peserta pemilu 2019 juga sudah digelar. Kini, Pilkada serentak 2018 masuk dalam masa kampanye pasangan calon.

Pada masa inilah, semua pasangan calon dituntut untuk dewasa dalam berpolitik. Beradu visi, misi dan gagasan untuk daerah yang akan mereka pimpin. Bukan sebaliknya, menebar pergunjingan dengan kampanye hitam, apalagi politik SARA.

DPR Gelar Uji Kelayakan Calon Anggota KPU-Bawaslu pada 14-17 Februari

Untuk memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai aturan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diamanahkan Undang-undang untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh Indonesia.

Tak hanya itu, Bawaslu juga menerima laporan dan menindaklanjuti setiap laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran pemilu. Bawaslu pun berwenang merekomendasikan diskualifikasi calon yang terbukti melanggar aturan pemilu.

Timsel Serahkan Daftar Nama Calon Anggota KPU dan Bawaslu ke Jokowi

Sejauh mana kewenangan Bawaslu dalam menangani pelanggaran-pelanggaran pemilu, dan bagaimana persiapan Bawaslu dalam menghadapi Pilkada serentak tahun 2018 di 171 daerah, Pemilu Presiden serta Pemilu Legislatif 2019?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Ketua Bawaslu, Abhan Misbah bersedia diwawancarai VIVA., di kantornya Kamis, 1 Februari 2018 lalu. Di sela-sela kesibukannya, Abhan menjelaskan tentang apa saja yang menjadi kewenangan Bawaslu, persiapan dan tantangan jelang Pilkada serentak 2018, serta Pilpres 2019.

Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana persiapan Bawaslu menghadapi  Pilkada serentak 2018 di 171 daerah? Sudah berapa persen persiapannya?

Secara umum Bawaslu siap, harus siap untuk melakukan pengawasan di 171 daerah yang menyelenggarakan  Pilkada. Ini bisa kami buktikan. 

Kami sudah membentuk kelembagaan pengawas di semua provinsi, kabupaten, kota, kemudian di kecamatan sampai di tingkat desa. Baru nanti menjelang hari H pemungutan, kurang dari 23 hari, kami akan membentuk satu lagi organ kami di bawah, namanya pengawas TPS. Masing- masing TPS nanti akan ada 1 pengawas. Usia masa kerja mereka hanya 1 bulan, 23 hari sebelum pemungutan dan selesai 7 hari setelah pemungutan.

Sosialisasi cara menggunakan hak suara dalam Pilkada 2018 - Jangan Golput

UU yang baru ini Bawaslu punya kewenangan lebih, bagaimana Bawaslu menyikapi kewenangan ini, mengingat laporan kecurangan di setiap pilkada sering terjadi?

Jadi, dari jenis pelanggaran dulu ya. Ada tiga kategori pelanggaran, pertama administrasi, pidana, kode etik. Dari tiga pelanggaran ini yang murni menjadi kewenangan Bawaslu. pelanggaran administrasi, artinya Bawaslu mengeksekusi. Ada kewenangan Bawaslu bersama sentra Gakumdu di pidana. Ada kewenangan DKPP kalau kode etik.

Pertama, pelanggaran administrasi. Yang menjadi kewenangan murni Bawaslu kami akan memaksimalkan tugas dan kewenangan kami ini. Pelanggaran administrasi contoh misalnya ada kewenangan Bawaslu di provinsi ketika ada  pelanggaran dugan money politik secara terstruktur, masif dan sistematis. Bawaslu bisa memproses secara administrasi dengan proses ajudikasi, di buka sidang. Itu sanksi terberat sampai didiskualifikasi. 

Yang kedua, misalkan incumben, calon petahana melakukan rotasi jabatan 6 bulan sebelum pencalonan sampai masa selesai. Melakukan mutasi, menguntungkan calon tertentu. Itu Bawaslu bisa merekomendasi sampai diskualifikasi. Itu di pasal 171 soal mutasi.

Atau pelanggaran lain, pasangan calon dilarang kampanye atau Iklan kampanye menggunakan media massa cetak maupun elektronik langsung, karena nanti KPU yang akan membayar iklan yang sama jumlahnya dengan iklan pasangan lain. Ada pasangan tiga sama semua. Jadi proposional jumlahnya. 

Kalau ada pelanggar itu (iklan di media) kami ada mekanismenya. Pertama menegur, kalau ditegur sekali mengabaikan kami bisa merekomendasi diskualifikasi. 

Sanksi-sanksi ini memang ada di kami. Ini tugas Bawaslu. Kami powerfull akan melakukan tindak tegas. Itu yang administrasi. Yang lainkan ringan kan paling ditegur, soal alat kelengkapan kampanye (APK) paling ditertibkan bersama aparat pemerintah daerah Satpol PP untuk menertibkan. 

Kedua, sanksi pidana. Sanksi pidana ini Panwas tidak bisa sendiri. Publik menganggapnya ketika ada pidana money politik, atau SARA, black campaing Panwas bisa menindak sendiri. Ada namanya Sentra Gakumdu disitu ada Panwas, Polisi dan Jaksa. Ketika ada dugaan pidana tiga unsur itu duduk bersama memandang kasus ini, cukup bukti enggak? Kami bisa mengadukan ke proses hokum, minimal kami bisa membuktikan ada dua alat bukti. Baru bisa diproses oleh penyidik, projustisia, sampai penuntutan, sampai sidang. Yang kaya gini ini kami enggak bisa sendiri.

Kalau kalau kami dituntut lebih, Panwas harus menyidangkan enggak bisa. Untuk sampai ke sidang harus melalui penyidikan Polisi, penuntutan Jaksa baru sidang. Kalau kami dituntut sidang enggak mungkin. Enggak mungkin kami melampaui apa yang menjadi kewenangan kami. Kalau administrasi kami langsung bisa. 

Ketiga, kasus dugan pelanggaran kode etik, misalnya penyelenggara Pemilu, jajaran KPU, Bawaslu, jajaran kami ke bawah tidak indipenden tidak objektif misalnya. Contoh kasus misalnya petugas menerima suap dari pasanga calon atau tim kampanye. Ini jadi kewenangan DKPP untuk menyidangkan. Sanksi DKPP tegas sampai pada pemberhentian.

Bagaimana tahapan proses pelaporan sampai vonis di Bawaslu berapa lama?

Ketentuannya masyarakat bisa melaporkan pelanggaran Pemilu maksimal 7 hari sejak diketahui, jadi jangan melampaui waktu 7 hari. Kemudian kami akan menindaklanjuti. 

Kalau itu pelanggaran administrasi kami dalam 5 hari sudah bisa memberikan keputusan. Misal kejadian tanggal 1. Maksimal pelaporan 7 hari jadi tanggal 8. Tambah 5 hari kami bisa beri keputusan, kepastian. Apakah laporan ini masuk pidana atau administrasi.

Vonis untuk sanksi, misalnya bisa sampai calon didiskualifikasi itu berapa lama? 

Kalau administrasi kami cepat, lima hari bisa keluar rekomendasi diskualifikasi. Tetapi kami hanya mengelurkan rekomendasi, yang harus mengeluarkan SK diskualifikasi KPU. Kemudian KPU dalam tiga hari harus mengeluarkan SK, menyikapi rekomendasi putusan Bawaslu.

Kalau itu pelanggaran money politik terstruktur sistematis dan massif (TSM) itu tidak 5 hari. Kami punya waktu 14 hari memproses sidangnya hingga putus. Setelah putus KPU harus menindaklanjuti putusan Bawaslu dengan mengeluarkan SK. 

Kalau politik uang kan ada irisannya dengan pidana, bagaimana koordinasinya dengan Polri?

Betul, jadi politik uang itu bisa ditangani pidana bisa administrasi. Khusus yang ditangani administrasi money politik yang terjadi memenuhi syarat TSM (terstruktur, sistematis dan massif).  Kalau money politik biasa itu di Polisi dan Jaksam di sentra Gakumdu. 

Kalau money politik yang TSM itu jadi paralel, administasinya ditangani di Bawaslu, pidananya jalan di Polisi dan Jaksa. Jadi dua prosesnya. 

Bawaslu sudah siapkan sistem dari TPS desa sampai ke pusat. Tahapan pelaporannya gimana?

Berjenjang, pelaporan ini bisa manual masyarakat datang langsung ke kantor Panwas. Dari panwas di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai ke pusat. Tetapi juga membuat ruang bagi publik untuk mempermudah pelaporan, melalui Facebook, Email, Twitter itu kabupaten kota punya. Dan kita juga punya Gowaslu. Itu bisa dilaporkan ke situ.

Tetapi ada yang perlu diperhatikan masyarakat, ketika masyarakat melaporkan itu kami masih membutuhkan kehadiran untuk klarifikasi. Laporan melalui media sosial bagian dari informasi awal dan kami wajib menindaklanjuti. Informasi sekecil apa pun akan kita tindaklanjuti sampai ke bawah.

Kami harus perjelas informasi awal itu, kapan terjadinya, apa duduk perkaranya, di mana terjadinya, kalau ada tambahan alat bukti akan lebih meringankan kami. 

Jadi harus lapor formal meski sudah lapor lewat medsos?

Pada akhirnya harus datang. Dengan adanya informasi awal itu kami langsung bekerja, tetapi butuh keterangan yang memberikan informasi awal itu. 

Misalnya anda sebut nama si A dan si B yang melakukan. Kami akan klasifikasi itu, pada saatnya kami juga akan membutuhkan keterangan yang memberi informasi awal itu. Karena nanti akan menjadi saksi penguat itu kan. 

Ini yang saya kira sebagai partisipasi masyarakat seperti ini. Kami tidak akan bisa tanpa partisipasi, orang melaporkan kemudian enggak mau jadi saksi, kami enggak bisa. Bahasa hukum kan harus ada saksi, kalau hanya informasi kan susah. 

Kaya kasus mahar, tangkap itu. Tapi gimana mau proses kita minta datang aja enggak mau. Dalam hukum saksi dan alat bukti itu perlu. Bukan bahasa katanya katanya, enggak bisa itu. 

Money politik itu kan harus ada yang memberi dan ada yang menerima. Hakim pasti tanya itu dari mana? Dikasih ke siapa? Mana saksinya? 

Terkait penggunaan TI untuk pengawasan konten hoax dan SARA di medsos, Bawaslu sudah MoU dengan Kominfo, KPU dan penyedia platform media. Bagaimana teknisnya?

Ini bagian dari ikhtiar kami untuk mengefektifkan pengawasan di medsos. Karena penggunaan dunia maya begitu masif untuk sarana kampanye dan lain sebagainya. 

Mekanisme kerja kami, kami bisa menerima laporan dari publik atau memang hasil monitoring kami. Bila hasil monitoring kami melihat ada akun melanggar regulasi kampanye, misalnya kami akan langsung merekomendasi ke platform itu untuk men-takedown. Bisa langsung.

Kami kaji akun ini atas nama ini melanggar ketentuan. Maka kami rekomendasi men-takedown akun tersebut. 

Kalau platfom penyedia layanan juga bandel enggak men-takedown maka kami akan minta Kominfo untuk tindaklanjuti, apakah nantinya platfom itu akan diblokir atau apa, itu kewenangan Kominfo, karena Kominfo yang punya kewenangan.

Kewenangan kami hanya menilai konten. laporan atas kajian kami.  Undang-Undang memberikan kewenangan pada kami.

Kalau hanya men-takedown pelaku bisa merubah akun, bagaimana sanksi tegasya? Karena pelanggaran jenis itu juga beririsan dengan pidana?

Kami tidak hanya kerjasama dengan kominfo dan platfom. Kami kerjasama dengan BSSN dengan siber Mabes Polri juga. Jadi ketika akun-akun itu kami lacak dan jelas personilnya, bisa dibuktikan kami akan lakukan penindakan pidana. Karena ada sanksi pidana. 

Kalau yang tidak bisa terlacak oleh kami. Orang bisa atas nama macam macam misal, fotonya pakai Abhan kan bisa. Atau nama sama fotonya Abhan padahal bukan. Kan bisa macam-macam. Makanya kami kerjasama dengan BSSN dan Siber Mabes Polri.

Apabila calon atau pendukung calon terbukti melakukan kampanye SARA, apakah Bawaslu punya instrument untuk diskualifikasi calon?

Kalau sanksi itu enggak sampai ke situ. Itu sanksinya hanya pidana bagi orang yang menyebarkan dan memproduksi (hoax), calonnya enggak.

Sanksi tim sukses bisa berdampak langsung pada diskualifikasi pasangan?

Kalau ini kita tarik ke belakang dan terbukti sampai ke pasangan calon langsung ya bisa. Kalau berhenti pada si A saja ya si A saja yang tanggung jawab. Tugas kami untuk melakukan investigasi lebih lanjut sampai bisa membuktikan aliran ini sampai ke pasangan calon. Baru sanksi.

Sejauh ini, apakah sudah ada riak-riak yang muncul di 171 daerah yang menggelar pilkada?

Sampai saat ini masih tenang-tenang, secara normatif kita bekerja setelah ada penetapan. Pengawasan kita melekat pada semua aktifitas pasangan calon dan tim kampanye suka tidak suka. Setiap kegiatan mereka minta izin polisi, polisi buat tembusan ke kami. 

Tapi ada aja yang nyuri-nyuri enggak lapor. Loh kok ada kegiatan di sana, akhirnya kita sanksi. Kita akui sumber daya kita masih ada keterbatasan di daerah kabupaten kota 3 orang. Kecamatan 3 orang, kelurahan 1. Informasi masyarakat penting, ‘pak disana ada kegiatan’ kita langsung turun.

Pengamanan pilkada serentak

Bawaslu sudah mengeluarkan peta daerah rawan di pemilu. Di sisi lain, kerawanan sering kali dipicu karena kearifan local, seperti noken di Papua, bagaimana menyikapinya?

Memang di indeks kerawanan pemilu kami, Papua masuk kategori tinggi dengan karakteristiknya sendiri. Treatment kami, pengawasan disana ekstra  dan yang penting juga pencegahan. Selain itu pengawasan penyelenggara agar terjaga integritasnya. Penyelenggara harus taat aturan, dan Papua sangat rawan, dinamikanya ramai. Dari pencalonan, ada petahana, ada yang tidak bisa daftar, konflik pengurus partai. Ini baru saja saya terima orang Puncak, Papua. Papua memang ramai.

Efek kegaduhan Pilkada DKI masih terasa, bagaimana antisipasinya untuk pilkada terutama pulau jawa?

Itu memang warning bagi kami, tapi kan gambaran besar saat kampanye DKI yang begitu terasa wah tapi endingnya semua bisa terima kekalahan. Okelah proses kontestasi pemilihan ada dinamika, tapi sesuai aturan. Begitu selesai semua pihak harus menerima siap yang menang.

Harapan kami seandainya tidak puas lewat saluran hukum yang ada. Selesaikan lewat saluran hukum, bisa ke panwas sampai ke MK,  yang penting jangan anarkis. Kalau soal dinamika, adu program ya silahkan saja. Selama tidak melanggar aturan dan norma.

Jawa geografis dekat dengan Jakarta, potensi seperti DKI sangat mungkin terjadi, tetapi kami masih yakin dengan kedewasaan politik masyarakat yang ada di Jawa akan bisa menerima proses demokrasi pemilu ini.

Preventif kami melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan para stakeholder semua kami rangkul. Ibaratnya saat ini mesin sudah panas butuh cooler, meski panas tidak pecah radiator. Yang mendinginkan ini tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, untuk menjaga supaya tidak meledak, bisa meredam. 

Pilpres tahapan sudah mulai, apa saja peran Bawaslu dalam proses verifikasi parpol?

Di verifikasi ini kami sebagai pengawas, memastikan verifikasi KPU sesuai dengan Undang- Undang. Verifikasi tiga tahap. Di tingkat pusat memastikan ke pengurusnya bener ada enggak? Keterwakilan perempuan 30 persen ada enggak?  Domisili kantornya ada jelas enggak? Kami ngawasi itu melekat untuk verifikasi.

Yang berat di kabupaten kota karena verifikasi ditambah dengan keanggotaan seper seribu. Panwas di kota kabupaten memastikan apa betul anggota yang disetor melalui Sipol itu diversifikasi benar ada orangnya apa enggak? Kalau enggak ada berarti itu kan temuan. Kalau temuan-temuan bisa menyebabkan tidak terpenuhinya syarat, maka kita rekomendasi ke KPU, ini di kabupaten, kota ini ternyata partai x keanggotaan tidak memenuhi.

Kasus 2014, domisili kantor parpol alamatnya di kuburan. Nyampur toko lumayan. Ini kita cara cari nomer sekian enggak taunya kuburan. Itulah tugas pengawas pemilu verifikasi faktual harus faktanya ada dan memastikan KPU menjalankan undang undang.

Provinsi 100 persen, kabupaten kota 75 persen. Kurang 1-2 saja meski DPP dinyatakan memenuhi syarat, ya jadi tidak memenuhi syarat ikut pemilu. Jadi tidak parsial. Ini kumulatif penilainya.

Kalau untuk kasus Partai Idaman?

Sudah mengadukan sengketa pada kami. Kami proses dan tidak terbukti. Ya sudah.

Artinya Bawaslu sampai panwas bisa mengeluarkan rekomendasi sebuah parpol lolos atau tidak?

Iya bisa. Hasil pengawasan ada bukti, tidak memenuhi syarat ya harus dikatakan tidak memenuhi syarat.  Laporan disampaikan sesuai tingkatannya. Misal panwas kabupaten, kota lapor ke KPUD kabupaten kota. Tebusan ke KPUD Provinsi dan pusat. Kami akan memonitor sampai ada keputusan KPU ini lolos atau tidak.

Setelah verifikasi selesai di provinsi, kabupaten, kota baru nanti KPU RI akan memutuskan apakah 16 parpol yang lolos dan bisa ikut Pemilu. 12 parpol lama 4 parpol baru. Tanggal 17 KPU akan memutuskan.

Putusan MK terkait verifikasi partai peserta pemilu 2014, apakah ini mempengaruhi secara psikologis karena mendadak?

Harus diakui putusan MK kemarin memang agak kurang tepat, di tengah-tengah perjalanan tahapan pemilu ini. Sampai KPU harus merubah tahapan. Menggaggu. Mestinya sejak awal kalau mau merubah. Tapi mau enggak mau harus dijalakan karena tanggal 17 Februari harus ada putusan hasil verifikasi. Karena Undang-undang menyebutkan partai politik peserta pemilu ditetapkan selambat lambatnya 14 bulan sebelum hari H pemungutan suara.

Waktu mepet timbulkan kecurigaan?

Tanpa mengurangi kualitas, verifikasi KPU dan pengawasan kami, kami tetap lakukan sesuai koridor PKPU yang direvisi ini. Walapun ngos-ngosan, enggak ada libur. Satu hari saya harus keliling 7 parpol bareng ketua KPU.

Kita harus datengin semua, kalau enggak didatengi semua bisa dianggap enggak adil. Nanti jadi masalah karena enggak dikunjugi, Makanya kita pakai motor biar cepat enggak kena macet. Kalau naik mobil d kawal pun enggak bisa, kena macet.

Bagaimana untuk persiapan Pilpres dan Pileg 2019?

Ini tantangan besarnya. Ini pertama kali masyarakat memilih legislatif dan Presiden secara serentak. Masyarakat nanti akan memilih lima kotak suara, nyoblos DPR Kota, Kabupaten. Provinsi. DPR RI, DPD RI dan Presiden. Ini tantangan. Mau enggak mau kami harus siap dengan strategi pengawasan kami.

Diantaranya jangan sampai pembentukan kelembagaan kami telat, jangan sampai ketinggalan. Tahapan jalan pengawasan belum ada akan jadi masalah. Semua kelembagaan saat ini sudah ada dan siap mengawasi.

Kami masih ada PR di beberapa provinsi, kabupaten kota masih transisi ada penambahan anggota Bawslu dari 3 ada yang jadi 5, terus menjadi Bawaslu permanen. Ini proses. Semua Agustus harus selesai.  Tetapi dipastikan tidak akan ada kevakuman pengawasan.

Sebagai Ketua Bawaslu ini amanah negara bagaimana kami mengawal demokrasi berjalan dengan lebih baik. Harapan kami pilkada pemilu bukan hanya prosedural, formal saja, pilih-pilih lalu bubar tapi tidak substantif.

Substansi demokrasi adalah keadilan, kesejahteraan. Artinya kami ada nantinya akan terpilih kepala daerah, legislatif dan kepala negara yang amanah dan bisa membawa kemajuan bagi rakyat dan keadilan masyarakat. Itu saya kira obsesi kita sebagai pengawas dan penyelenggara pemilu. 

Banyak pengamat yang melihat koalisi Pilpres akan terbentuk dari awal?

Ya mestinya dari awal. Dan yang akan ramai kontestasi di pemilihan legislatif, karena masih menggunakan sistem proposiona terbuka. Jadi orang dengan nomor urut bawah pun kalau suaranya banyak bisa menang terhadap yang nomer urut satu.

Ini harus ada kedewasaan di parpol. Kompetisi di pileg ini biasanya lebih banyak di dalam parpol antar kader. Bukan dengan kader parpol lain. Di satu sisi mereka harus memperjuangkan dirinya dalam pileg, disisi lain harus memenangkan kandidat Presiden yang diusung parpol.

Maka kami fokus pengawasan, pada KPU juga sebagai penyelenggara. Jangan sampai ada manipulasi data. Peroleh suara, suara si A dimanipulasi ke si B misalnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya