Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar MA.

Kemeriahan Ramadan Hanya Ada di Indonesia

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Islam di Indonesia ternyata paling unik di dunia. Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang jauh dari pusat konflik di Timur Tengah. Dikelilingi lautan, Indonesia memiliki ciri khas keislaman yang sangat berbeda dengan Islam di negara lahirnya. 

Imam Besar Masjid Istiqlal: Corona Bukan Azab Jangan Dipolitisir

Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar MA, sangat meyakini, jika Islam Moderat di Indonesia terjaga persatuannya, maka peradaban Islam justru akan bangkit dari Indonesia.  Ia menyebutkan berbagai argumentasinya tentang prediksi bahwa peradaban Islam akan bangkit dari Indonesia. Salah satunya adalah tentang tokoh intelektual yang kharismatik, yang mampu menggabungkan kemampuan sebagai ulama yang mumpuni, dan juga memiliki kemampuan manajerial. Ulama seperti ini banyak di Indonesia, dan itu tak terjadi di negara lain.

Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Alquran ini juga menunjuk kerukunan, kedamaian, dan toleransi Muslim Indonesia mampu membuat dunia melihat sisi lain Islam. “Jika saja tak ada Indonesia, maka Islam sudah sangat identik dengan negara teroris. Tapi Indonesia memperlihatkan Islam yang berbeda,” ujarnya saat berbincang dengan VIVA pada pertengahan Ramadan 2018. Ia juga merujuk kemeriahan dan suka cita menyambut Ramadan yang menurutnya hanya ada di Indonesia.

Imam Besar Masjid Istiqlal: Indonesia adalah Satu Bangsa

Dalam kesempatan berbincang disela aktivitasnya yang sangat padat itu, Prof Nasaruddin Umar yang juga Guru Besar di UIN dengan tegas mengatakan paham garis keras tak boleh dibiarkan berkembang di Indonesia. Jika mereka terus meluas, maka citra Islam yang damai dan mengayomi akan luntur dan bisa merusak tatanan keislaman dunia. Ia berjanji, akan menangkal sekeras mungkin agar paham radikal tak berkembang, terutama di Masjid Istiqlal, masjid besar yang ia pimpin, masjid yang menjadi simbol Islam di Indonesia, dan masjid terbesar se-Asia Tenggara.

Berikut petikan wawancara khusus VIVA dengan Nasaruddin Umar. Selamat menikmati

Cerita Imam Besar Masjid Istiqlal Tolak Undangan Israel

Bagaimana anda melihat kondisi keislaman di Indonesia hari ini?

Saya masih tetap berkesimpulan bahwa imam peradaban dunia Islam sekarang dan masa depan adalah Indonesia. Karena negara yang paling memenuhi syarat untuk menjadi Imamul Hadarah Al-Islamiyah adalah Indonesia.

Mengapa Anda begitu yakin Indonesia bisa menjadi pusat peradaban Islam?
Ada beberapa alasannya. Pertama, Indonesia itu jauh dari pusat konflik. Pusat konflik itu di Timur Tengah khususnya di kawasan Israel. Jadi kita ini harus bersyukur, abunya pun tak terkena ke kita. Ibarat gunung berapi kan, kita tidak terkena abunya.  Kedua, negara kita mayoritas penduduknya Islam, bahkan terbesar di dunia. Seperlima penduduk dunia Islam itu ada di Indonesia, tentu itu luar biasa.

Ketiga, Islam di negara indonesia ini mayoritas mutlak itu adalah Sunni, sekitar 90 persen itu Sunni. Lebihnya itu ada Syiah, ada Wahabi. Meskipun nanti ada organisasi islam seperti NU dan Muhammadiyah, tapi itu adalah Sunni. Nah, bandingkan dengan seperti di Libanon, di sana itu 50 persen Sunni dan 50 persen Syiah. Jadi di Libanon itu, selain perang dengan Israel karena Israel ada musuh bebuyutannya, diantara mereka juga berperang, jadi atas-bawah perang, kanan-kiri perang. Jadi tidak pernah tentram negeri itu. Pura-pura damai, tapi sesungguhnya gersang. Tapi kalau kita, damainnya itu indah betul.

Tiga hal itu sudah bisa menjadi dasar kuat untuk membangun peradaban Islam?
Masih banyak lagi. Hal lainnya adalah Indonesia ini negara maritim, Ini yang sangat penting. Semua agama turun di negara yang berkultur kontinental. Masyarakat dengan kultur kontinental itu strategi sosialnya itu bertingkat-tingkat kastanya. Tapi kalau kita ini, kan dikenal sebagai masyarakat yang egaliterian. Kenapa demikian, karena kita masyarakat pantai.

Dalam filosofi kultur maritim, dimana ada pantai, maka di situ bebas bagi kita manambatkan perahu. Di mana ada sungai air tawar, di situ bebas orang mengambil air tawarnya, iyaa kan. Jadi kita ini sudah sangat terbiasa dengan kebersamaan. Nah, kalau di sana kan tidak demikian, sejauh mata raja memandang, di situ lah tanah raja. Kalau di kita kan tidak demikian, laut itu lautnya Tuhan, tidak bisa dikuasai sendirian. Jadi, Pantainya milik bersama, air tawar milik bersama, api pun milik bersama, itu sangat Islami sekali.

Selain itu ada modal historis yang juga kuat. Indonesia itu negara yang memiliki sejarah yang unik. Sejarah unik itu karena dia pernah dijajah 350 tahun oleh belanda.

Kenapa demikian?
Jadi kesadaran kolektifnya sebagai warga yang pernah terjajah itu melupakan perbedaan, bahkan melupakan perbedaan agamanya juga. Meskipun anda beragama Islam, Hindu, Budha, Kristiani, tapi kita sama-sama mengangkat senjata, sama-sama mempertaruhkan nyawa untuk negara kita. jadi saya pikir ini modal historis yang sangat luar biasa.

Lalu, Indonesia  ini memiliki tokoh-tokoh intelektual yang mengggabungkan pendekatan "intelektual" dan "kharismatik." Artinya gini, ada di beberapa negara memiliki ulama besar tapi kalau soal manajemen itu tidak jalan. Begitu juga sebaliknya, misalnya Turki, di sana kan dikenal pemimpinnya sekuler, tapi dikasih soal agama tidak berjalan. Tapi kita di Indonesia, tokoh masyarakat, tokoh agama kita dikasih manajemen bisa, dikasih keislaman juga bisa.

Salah satu keuntungan lainnya, Indonesia ini berada jauh di negara pusat islam. Sehingga kita belajar Islam itu dari berbagai negara. Jadi kalau saya katakan, Indonesia itu muara pengetahuan dari Timur dan Barat. Jadi separuh intelektual Muslim kita belajar dari Amerika dan Eropa, separuhnya intelektual Muslim kita belajar dari Mesir. Jadi Indonesia itu tidak bisa dikatakan Islam Timur Tengah, tapi kita juga tidak bisa disebut kiblatnya ke Barat. Barat dan Timur jadi satu di sini.

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar

Contoh konkretnya seperti apa?
Di sini itu ada simbol Pak Quraish Shihab dari Timur Tengah, di sini juga ada simbol alm. Pak Harun Nasution dari Barat. Dan Keduanya membahas tentang Muhammad Abduh. Teologi yang berkembang di Indonesia atau faktor yang menjadi penentu para intelektual di Indonesia ini, kita didominasi oleh Abduh, pengaruh Abduhisme itu sangat kental. Makanya kita berbeda dengan Malaysia misalnya, beda dengan Singapura, beda dengan Brunai Darussalam. Secara teologinya tetangga kita itu adalah Asy’ari, kita sudah Muhammad Abduh.

Abduh itu dua lapis lebih Mu’tazilah dari pada Mu’tazilah itu sendiri. Kan ada yang paling itu fatalisme, kedua Asy’ari, ketiga itu Asyari Matridi, keempat Bukhara Maturidi, kelima adalah Mu’tazilah, nah, terakhir itu Abduh. Tapi jumpingnya itu jauh. Nah, Pak Quraish Shihab membawa tafsir Muhammad Abduh, Prof. Harun Nasution membawa teologi Abduh ke Indonesia, dan itu digodok di UIN Jakarta dan UIN Jogja. Alumni-alumni UIN Jogja dan UIN Jakarta itu kemudian membuka cabang, seperti di IAIN-IAIN dan STAIN-STAIN di seluruh Indonesia.

Nah sekarang yang menjadi Ketua Majelis Ulama itu otoritas kampus, kalau dulu Ketua MUI itu menjadi otoritas para kyai-kyai. Artinya hari ini ada pergeseran di MUI, di mana elit pesantren “digeser” oleh elit kampus. Itu seperti dalam penelitian Prof. Hasan Walinono, sekarang ini telah terjadi pergeseran-pergeseran elit yang tadinya diisi oleh elit-elit pesantren, sekarang ini muncul elit-elit baru dari kampus-kampus, yang lebih sistematis, lebih profesional, lebih rasional, dan vocabnya juga lebih internasional, dan tidak sarungan. Tapi ini kompatible dengan zaman now.

Bagaimana Anda melihat peran MUI sekarang ini?
MUI adalah lembaga poin yang sangat penting. Di sana itu bisa melebur semua mazhab-mazhab yang ada. Ada al-Washliyah, ada Persis, ada Tarbiyah, ada Muhammadiah, ada NU, dan lain sebagainya. Dan itu semua dirangkul dan bernaung semuanya di dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jadi peranan Majelis Ulama ini menjadi meeting port, menghimpun semua yang berserakan ini, yang sangat besar. Di negara lain itu tidak ada Majelis Ulama, adanya Majelis Fatwa, tapi itu dikuasai oleh Mazhab tertentu, kalau kita tidak.

Lalu kita juga punya IAIN/UIN/STAIN. Ini penting. IAIN, UIN dan STAIN ini memberikan proses pengakaran baru terhadap dunia keilmuan Islam di nusantara ini, jadi ini luar biasa. Dari Pondok pesantren masuk ke IAIN atau UIN, dan sekarang IAIN atau UIN ini sudah masuk ke kelas menengah ke atas. Alumni UIN ada yang jadi diplomat, ada Jenderalnya, ada birokratnya, yang jadi ulama sudah pasti banyak kan. Jadi masa depan itu sebetulnya itu bisa dikuasai oleh santri. “Santri” atau orang yang memiliki kesadaran keislaman tanpa menutup diri dari teman-taman agama lain, tetapi proporsional.

Menurut Anda, para Santri sudah siap memimpin negeri?
Wajarkan kalau yang jadi pemimpin di Indonesia ini orang Islam, karena kan mayoritas juga Islam. Seperti di Amerika juga, mana ada menteri beragama Islam di sana? Tapi kita sangat bisa, meskipun negara kita ini mayoritas Muslim, tapi tetap saja kita masih bisa merangkul, mengakomodir teman-teman dari agama lain. Jadi kita itu sebetulnya lebih moderat dari pada Amerika. Amerika mana ada menterinya dari Muslim? walaupun ada Senatnya dari Muslim sekarang ini ya. Kalau di Eropa masih ada. Tapi point yang ingin saya katakan, bahwa indonesia itu adalah kiblat peradaban Islam modern.

Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia, mereka sudah selesai sebagai tempat melahirkan Islam. Nah, untuk mengayomi, membina, mempromosikan Islam ke depan, itu harus keluar dari Saudi Arabia. Kan dalam sejarah jelas, Islam “numpang” lahir di Mekkah, kemudian hijrah ke Madinah. Begitu Muawiyah berhasil mengambil kekuasaan, pindah ke Syiria. Begitu Muawiyah kalah oleh Abbasiyah dipindah lagi ke Baghdad. Begitu Baghdad hancur, pindah lagi ke Turki Usmani. Turki Usmani setengah hidup, menyebar intelektualitasnya ke Mesir, kejayaannya kembali ke Wahabi yaa Saudi Arabia. Tapi kedepan ini, giliran Indonesia. Indonesia lah yang mampu mengakomodir keseluruhan atau totalitas kepentingan kebutuhan dunia Islam di masa depan.

Menurut Anda, bagaimana peran umat Islam Indonesia di dunia?

Saya sering mengatakan, seandainya tidak ada umat Islam indonesia, maka kesimpulan orang di dunia terhadap Islam adalah Islam itu  agama teroris. Buktinya itu banyak, dimana-mana dan atas nama Allah, atas nama Alquran, atas nama Islam melakukan pembantaian, pengeboman, dan lain sebagainya. Tapi dengan hadirnya islam di Indonesia, maka negeri ini berperan sebagai representative sebagai umat Islam terbesar di dunia.

Jadi anggapan Islam sebagai teroris  itu terpatahkan semuanya itu. Di dunia Islam itu, ada wacana mana agar demokrasi itu bisa diterima dengan sejati. Nah, indonesia mampu memparalelkan diri antara Islam dan konsep demokrasi modern-nya. Jadi islam dan demokrasi,sudah lewat itu. Di Indonesia tidak ada wacana lagi, sudah selesai itu semua. Begitu juga dengan Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM). Di Indonesia itu Islam dan hak asasi manusia sudah lewat, sudah selesai itu.

Bagaimana dengan Sistem perekonomian dan isu kemanusiaan?
Sistem perekonomian modern, sudah lewat juga itu. Kita tak usah berkutat dengan sistem ekonomi apa yang mau kita gunakan, dan lain sebagainya itu. Buktinya kita bisa. Di Indonesia ada perbankan syariah, kita buktinya bisa paralel dengan Bank konvensional, dan user nya juga lebih banyak China dari pada orang pribumi. Itu artinya apa? Bahwa islam itu dapat diterima oleh semua pihak.

Kemudian, kalau kita bicara tentang kesetaraan gender, Indonesia juga sudah selesai. Bahkan kata Hillary Clinton, siapa pun yang ingin belajar tentang gender, datanglah ke Indonesia. artinya bukan hanya dunia Islam, tapi dunia barat juga melihat Islam di indonesia hari ini. Jadi, isu-isu kemanusiaan itu sudah selesai di Indonesia. Dan tidak bisa orang mengatakan Islam bertentangan dengan HAM, buktinya di Indonesia bisa jalan tuh. Islam bertentangan dengan kesetaraan gender, buktinya di Indonesia bisa jalan tuh, Megawati bisa jadi Presiden di negara yang penduduknya beragama Islam terbesar.

Kalau islam bertentangan dengan demokrasi? Di Indonesia sistemnya one man one vote, lebih demokrasi dari pada negara Amerika mestinya kita ini. Islam bertentangan dengan apa lagi? Islam bertentangan dengan sistem perekonomian modern? Sekarang ini da tiga negara Islam yang masuk ke dalam G20, yaitu Indonesia, Turki, dan Saudi Arabia. Berarti kita sudah lewat itu yang namanya perdebatan soal sistem ekonomi kan. Meskipun ada sedikit dinamika liberal, konservative, tapi kan itu dinamika saja, dan dimanapun dinamika itu ada saja.

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar

Artinya menurut Anda umat Islam di Indonesia sudah menjadi rujukan di dunia?

Iya. Pernah ada teman saya datang dari Saudi Arabia, disertasinya tentang Indonesia. Dia katakan, kiblatul muslimina fil ibadah yakni Makkatul Mukaramah. Waa kiblatul muslimina fil habarah yakni Indonesia. Jadi kiblat umat muslim untuk ibadah itu ada di Saudi Arabia, karena di sana ada Mekkah. Tapi kiblat peradabannya ada di Indonesia.

Tak ada satupun negara Islam di muka bumi ini yang bisa menampilkan diri sebagai trensetter peradaban dunia Islam modern selain Indonesia. Turki masih banyak persoalan di internal Turkinya sendiri, jadi masih distigma sekuler. Berbeda dengan Indonesia, Indonesia tidak bisa dicap sebagai negara sekuler, indonesia juga tidak bisa disebut negara fundamental. Indonesia adalah negara Pancasila, dan Pancasila adalah Islami, bukan negara islam.

Jadi representasi ideal konsepsional, modern itu adalah Indonesia, bukan negara lain. Mesir kemarin sebetulnya, tapi ternyata Mesir masih  terkontaminasi dengan politik lokal, karena dia tetanggaan dengan Irak, tetanggaan dengan Israel, mau tidak mau Mesir subyektif. Sama dengan Eropa, apalagi dengan Turki. Turki itu kan tetanggaan langsung dengan Irak, jadi bisa dikatakan. jika itu letusan maka abunya itu masih kena. Tapi kalau kita? kita tetanggan dengan laut, tidak ada pengaruhnya dari Irak, Iran, dsb itu. jadi hanya kita, Indonesia lah yang paling Islami.

Sebagai negara dengan Muslim terbesar, Indonesia masih relatif aman ya Prof?

Nah, survei juga membuktikan, bahwa negara yang paling bisa menikmati Bulan Suci Ramadan itu hanya Indonesia. Perempuannya bisa datang ke mana-mana untuk mencari tempat ibadah atau mesjid yang menganut mazhab mana yang tarawihnya menggunakan 30 jus misalkan, di Indonesia Anda pergi tarawih ke mana-mana, tidak perlu dikawal. Tapi kalau Anda di Afganistan, Iran, Irak, misalnya, bisa-bisa pergi salat tarawih, pulang tinggal mayat.

Jadi Indonesia  termasuk negara yang paling nyaman untuk beribadah?

Lho iya, turis Ramadan itu banyak di Indonesia. Kalau mau merasakan ramainya beribadah Ramadan itu ya di Indonesia, bukannya di Mekah. Mekah itu kan padat. Tapi kalau mau menikmati Ramadan, hura-huranya Ramadan, dari kota sampai pedesaan, sampai masyarakatnya membawa panci-panci bekas untuk membangunkan sahur, hanya di Indonesia. Dan itu hasil penelitian teman dari saudara saya. Hasilnya, yang paling memeriahkan Ramadan di seluruh dunia Islam adalah Indonesia.

Tapi sekarang banyak anggapan bahwa Muslim di Indonesia tidak beragama dengan kaffah?
Itu salah satu bukti bahwa ada gejala menguatnya garis keras, karena kan isu itu dari sana. Dari dulu kita tidak pernah dipengaruhi dengan isu-isu seperti itu. Nah, hardliner ini masuk, baru muncul di situ. Jadi jangan salah, kita harus juga memecahkan misteri, siapa hardliner nya di Indonesia. Jangan sampai dia hanya korban juga, dia victim, siapa yang membiayai itu kan perlu dibaca. Selama garis Islam moderat di Indonesia ini terus menguat, Indonesia tidak akan bisa dikalahkan oleh kekuatan manapun.

Artinya Anda melihat saat ini ada yang ingin mengganggu Islam moderat di Indonesia?

Iya, karena logikanya begini, selama Islam di Indonesia ini kuat tidak akan bisa dicabik-cabik. Sudah empat kali kan ada prediksi yang menyatakan bahwa kita ini akan berantakan, akan dijadikan seperti Rusia di kanibalisasi. Tapi prediksi itu semuanya gugur, sampai saat ini Indonesia masih bisa berdiri kokoh. Jadi kesimpulan mereka apa? Selama umat Islam di Indonesia kokoh dan kuat engga bakalan dicabik-cabik.

Jadi cara untuk membubarkan Indonesia hanya dengan cara memecahbelah umat Islam di Indonesia. Cara memecah belah Indonesia itu seperti  yang sekarang terjadi ini. Saling kafir-mengkafirkan satu sama lain, saling membid’ah-bid’ahkan, mungkin boleh jadi kelompok-kelompok garis keras di Indonesia itu tidak sadar kalau dia bisa menjadi kuda tunggangan untuk menghancurkan Indonesia.

Coba lihat, kenapa kelompok Islam moderat di Indonesia sekarang dibidik satu persatu? Pak Quraish dibilang Liberal-Syiah, Pak Komarudin Hidayat dibilang Syiah, saya pun juga dikatakan macam-macam lah. Nah, itu maksud yang ingin saya sampaikan, jangan sampai kita ini (masyarakat) ikut menambah.

Bagaimana dengan rilis Menteri Agama soal 200 mubalig?
Itu, misalnya kasus 200 mubalig itu. itu kan juga bisa menjadi kuda tunggangan buat kelompok-kelompok yang memang menginginkan Indonesia itu bisa utuh. Walaupun niat Pak Menteri Agama itu baik, saya yakin niatnya baik, tapi kan itu sempat jadi polemik. Tapi, alhamdulillah Pak menterinya bisa arif, dan lapang dada menerima masukan-masukan dari kita dari MUI, dan menyerahkan permasalahan itu kepada Majelis Ulama. Dan memang seharusnya itu wilayahnya Majelis Ulama. Sekian lama saya di Dirjen dan Wamen godaan untuk membuat itu sejak dulu itu ada, tapi saya sudah meyakini bahwa ini pasti akan menimbulkan kontroversi.

Lalu apa yang bisa dilakukan agar dapat menekan gerakan radikal di tengah masyarakat saat ini?

Saya kira jangan juga kita gampang menuding orang sebagai kelompok Islam garis keras. Sebab harus hati-hati kita ini. Saya melihatnya ada dua kekuatan di Indonesia, pertama meningkatnya kekuatan hardliner, tapi juga meningkatnya kesadaran beragama umat manusia. Jadi saat ini terjadi pembengkakan kualitas umat Islam. Anak-anak kedokteran, anak-anak teknik itu mereka sudah rajin membaca, kemudian para santri juga banyak yang masuk ke kedokteran atau pun teknik, dan itu semua otomatis semuanya akan dibawa pada Islam.

Dan yang seperti itu bukan hardliner, hanya memang karena kesadaran kolektif tentang keislamannya, maka dia seperti tampil lebih hijau dari yang lainnya, padahal itu tidak identik. Menurut saya memang ada kelompok-kelompok umat Islam yang memang mencintai negerinya, mencintai bangsanya, mencintai indonesia ini. Tetapi,di sisi lain memang ada kelompok-kelompok hardliner yang transnasional itu.

Jadi pemahaman kualitas keislaman juga berbeda?

Iya, sebenarnya mereka ini tidak sama. Mereka sama-sama menampilkan ayat-ayat tertentu. Tapi satu kelompok yang memang ingin menafikan Indonesia, dan satu kelompok lagi berpikiran I don’t care about Indonesia, tapi Indonesia itu adalah negara kami, saya hanya mau menguatkan Islam di Indonesia. Kelompok terakhir kalau disuruh bikin Khalifah Islamiyah mereka tidak mau. Kalau ditanya apakah dia Pancasila, dia mengaku Pancasila, tapi dia akan tetap menjawab, saya ini Islam, saya ingin mengembangkan Islam di Indonesia. Untuk yang seperti ini berbeda dengan yang lainnya itu, kalau yang lainnya prioritasnya ya Islam, mereka tak akan peduli apa itu Pancasila.

Jadi ada kelompok yang memang membengkakkan kualitas Islam, yaitu mereka itu rata-rata yang berasal dari santri. Dia tidak peduli dengan apa pun, apa saja yang dia lakukan yang penting bagaimana dia bisa mendakwahkan alquran, mendakwahkan tentang Islam, yang terpenting buat dia bagaimana dia bisa melakukan nilai-nilai agama Islam dengan baik tanpa adanya hambatan. Dan bagi saya kompetible, gak usah lagi menggugat Pancasila, gak usah macam-macam lagi tuntutannya. Nah ini mereka yang masuk dalam pembengkakan kualitas itu.

Tapi kalau kelompok hardliner, transnasionalnya itu harus mengidentifikasikan diri dengan kelompok negara lain. Nah jadi dua kelompok itu harus dibedakan. Sebab mereka memang tak sama. Sering kali teman-teman menyamakan itu, dan saya juga sering menyampaikan hal ini kepada bapak presiden, bahwa kita tidak boleh sampai salah memotret. Bahwa ada dua kekuatan di Indonesia, yang sama-sama membawa isu Quran, hadist, dan Islam. Kelompok ini didorong oleh pembengkakan kualitas keislaman karena memang basicnya adalah santri, atau bapaknya kyai, dan seterusnya, sehingga otomatis kesadaran keagamaannya tinggi. Tapi jangan curigai mereka, sebab dia tidak mungkin membikin negara baru atau negara Islam, nggak. Hanya dia terpicu oleh kesadarannya. Ada orang yang moderat karena abangan, abangan itu bisa menjadi moderat kan. tapi ini bukan abangan, dia santri tapi dia kesadaran dia tentang nasionalismenya itu kuat, itu beda tuh. Ini kalau Cliver Gate ada pasti dia membuat satu klasifikasi kelas baru di indonesia, kelas baru itu adalah abangan yang sudah menyantri. Jadi kalau dulu kan ada santri abangan, kalau sekarang itu ada abangan yang sudah menyantri.

Bagaimana cara membedakan mereka?
Cara membedakannya hanya itu, ada orang yang bangga punya Merah Putih, bangga punya Indonesia, bangga dengan sistem Undang-undang Dasar 45, atau paling tidak kalaupun tidak bangga, dia berpikir "I dont care about my konstitusi,"  yang penting saya bisa mengamalkan. Tapi kalau kelompok kecil ini, ya memang harus NII (Negara Islam Indonesia), dia tidak akan pernah berhenti bergerak sebelum NII itu berdiri. Nah, bagi kelompok yang keislamannya sedang membengkak ini, dia juga  bisa bilang I dont care about NII, aku Pancasila, yang penting aku jangan dihalangi untuk mengaktualisasikan agamaku. Nah, bagi saya kelompok ini perlu dipupuk.

Tapi untuk semua kelompok yang bisa merontokan NKRI itu yang perlu diwaspadai. Itu yang perlu dibina dengan baik, jangan juga diperangi terus menerus seperti teroris, jadi jangan sampai nanti justru dimanfaatkan oleh kekuatan lain. Seperti di negara lain kan, kenapa Irak itu bisa jatuh, karena selain konflik internal negaranya, tentu karena ada suntikan dana dari negara lain untuk menggulingkan pemerintahannya. Kenapa Suriah bisa begitu? Karena ada kepentingan negara lain. Jadi apalagi dengan Indonesia yang negaranya kaya seperti ini, berbagai macam cara orang akan berupaya untuk merampas, mempreteli, atau mengkavling-kavling Indonesia. jadi kesimpulan saya, selama umat Islam yang moderatnya kuat di indonesia, maka upaya-upaya perpecahan di Indonesia itu pasti akan terus terjadi. Tapi kalau Islam Moderat di iIdonesia mulai tergerus, itu berarti indonesia terancam.

Apa peran yang harus dilakukan pemerintah, ormas-ormas Islam untuk meminimalisir kebangkitan gerakan garis keras itu di indonesia?

Sebetulnya visi misi NU dan Muhamadiyah, dan ormas Islam lainnya itu sudah bagus dan benar. Tapi yang penting ormas-ormas Islam itu jangan ada yang masuk angin. Nah, ini kan juga berpotensi masuk angin, Muhamadiyahnya maupun NU nya juga demikian. Jadi jangan sampai mereka teledor, sebab pekerjaan mereka itu harusnya seperti virus, bagaimana ajaran atau pemahaman-pemahaman kebangsaannya itu bisa masuk ke pikiran masyarakat luas. Apalagi kalau sampai masuk pengurusnya itu ke dalam pengurus ormas-ormas itu, kan jadi berbahaya.

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar

Apa yang bisa dilakukan untuk menekan pertumbuhan mereka?

Jadi hati-hati, kita jangan sampai ada infiltrasi, jangan sampai kita dirusak dari dalam, bukan dari luar. Jangankan ormas-ormas Islam itu, polisi saja bisa dimasukkan dari dalam oleh kelompok JI-JI itu. kan kita tahu itu kepolisian saja masih bisa terjangkiti virus-virus teroris kan. Apalagi kita, mesjid-mesjid kita itu hati-hati, mereka perlu diwaspadai memang. Anda bisa bayangkan ada pengurus mesjid yang ibadahnya dilihat sangat rajin, sangat baik dengan orang sekitar, dia rajin membersihkan kloset mesjid misalnya, dan ketika imam mesjidnya berhalangan hadir, anak muda ini naik tampil, dan bacaan qurannya itu bagus, tartilnya bagus, jatuh cintalah jamaahnya. Atau khotibnya berhalangan hadir, naik anak muda ini, kemudian setelah jamaahnya mendengar, oh ternyata pidatonya bagus, maka jemaah jatuh cinta. Jangan lupa mereka itu juga bagus-bagus loh.

Nah, lama kelamaan, bukan lagi jemaahnya yang hilang, tapi mesjid dan jamaahnya bisa hilang. Dia atur ini, atur itu, jadi infiltrasi atau transformasi ideologis itu jangan sembarangan, dia bisa berproses melalui apa yang kita pikirkan. Dan itu yang saya cermati.

Apa yang Anda lakukan dengan Istiqlal untuk membentengi dari paham garis keras?
Begitu juga dengan saya di Istiqlal ini. Saya mohon maaf harus saya sampaikan, saya harus memproteksi Istiqlal, jangan sampai nanti masuk angin. Cuma ya tantangannya tidak sedikit, Anda tahu kan. Tapi bagi saya, "I don’t care about that." Saya tidak punya beban, mau saya dicopot kek, saya tidak perduli, saya tidak pernah minta jabatan ini kok. Tapi kalau saya dipercaya, ini prinsip saya, kalau saya dipaksa membelokkan langkah saya menjadi liberal, atau menjadi fundamentalis, no way! Saya akan pasang badan di sini. Istiqlal tidak boleh jatuh ke tangan radikal, tidak boleh  jatuh juga ke tangan sekuler. Shirothol mustakimnya adalah NKRI, Pancasila itu.

Ada pesan yang ingin Anda sampaikan untuk masyarakat di Hari Raya Idul Fitri tahun ini?

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin. Semoga seluruh rangkaian amaliyah kita di Ramadan tahun ini diterima dengan baik di sisi Allah SWT dan kita saling mendoakan semoga di tahun-tahun berikutnya Indonesia akan semakin Jaya. Umat islam di Indonesia bisa semakin kompak, dan dunia akan semakin aman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya