Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, Sultan Sepuh XIV Arief Natadiningrat

'Keraton Abal-abal Mengganggu dan Merusak Tatanan'

Ketua Umum FSKN, Sultan Sepuh XIV Cirebon, PRA.Arief Natadiningrat
Sumber :
  • Dok. Pribadi

VIVA – Selama beberapa pekan terakhir tanah air dihebohkan dengan munculnya sejumlah kerajaan instan. Awalnya, publik dikagetkan dengan munculnya Keraton Agung Sejagat atau KAS. Kerajaan yang berlokasi di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ini dipimpin oleh seorang pria yang dipanggil Sinuwun bernama asli Toto Santoso Hadiningrat. Sedangkan sang wanita yang bernama Fanni Aminadia dipanggil Kanjeng Ratu atau Dyah Gitarja.

Arus Mudik di Aceh Diprediksi Meningkat 9 Persen pada 2024

Kontroversi KAS belum selesai, muncul Sunda Empire. Sama seperti KAS, Sunda Empire juga mengklaim menguasai seluruh dunia. Kemudian menyusul Kesultanan Selacau di Tasikmalaya. Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara atau FSKN, Sultan Sepuh XIV, Arief Natadiningrat, mengatakan, munculnya sejumlah kerajaan abal-abal tersebut bisa mengancam keberadaan kerajaan-kerajaan resmi yang diakui pemerintah. Menurut dia, publik bisa memandang miring dan sinis terhadap keberadaan kerajaan yang resmi dan asli.

Kepada VIVAnews, Arief menuturkan, fenomena kerajaan-kerajaan palsu tersebut menambah ‘derita’ kerajaan-kerajaan resmi yang menurutnya tak diurus dengan bagus oleh negara.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

Demikian petikan Wawancara Khusus antara VIVAnews dengan Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon ini beberapa waktu lalu.

Bagaimana Anda melihat fenomena munculnya kerajaan-kerajaan palsu?

Korban Tewas Akibat Penembakan di Gedung Konser Moskow Bertambah Jadi 140 Orang

Pertama kita tentu kaget dan prihatin. Karena secara tiba-tiba muncul keraton-keraton baru ini. Dan kemunculan keraton-keraton ini menjadi sesuatu yang lucu-lucuan dan dagelan. Jadi seolah-olah keraton-keraton yang secara tiba-tiba muncul ini mirip dengan keraton-keraton yang ada.

Menurut Anda mengapa ini bisa terjadi? 

Jadi ini merupakan krisis budaya, juga krisis sosial. Dan mungkin juga krisis kemanusiaan karena pembicaraannya itu terlalu jauh menyimpang dari realita yang ada. 

Ketua Umum FSKN, Sultan Sepuh XIV Cirebon, PRA.Arief NatadiningratKetua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara atau FSKN, Sultan Sepuh XIV, Arief Natadiningrat 

Apa dampaknya bagi keraton-keraton yang resmi dan diakui negara?

Munculnya kerajaan-kerajaan baru ini merusak tatanan keraton-keraton yang ada. Jadi seolah keraton-keraton yang ada ini dianggapnya sama dengan keraton-keraton yang lucu-lucuan ini. Padahal, kondisi kita ini sekarang sudah sangat berat dalam melestarikan adat, menjaga tradisi, pusaka dan budaya yang ada di keraton-keraton seluruh Indonesia ini. Dan dengan ditambah muncul kerajaan-kerajaan yang baru-baru ini, sehingga masyarakat atau mungkin juga sebagian dari tokoh-tokoh pejabat atau tokoh yang lainnya melihat bahwa keraton-keraton yang benar-benar ada dan memang peninggalan raja-raja di seluruh Nusantara ini disamakan dengan keraton-keraton yang baru muncul ini.

Menurut Anda apa yang mesti dilakukan terhadap kerajaan-kerajaan baru ini?

Kami harapkan harus segera ada tindakan dan perhatian dari pemerintah untuk meluruskan sejarah 

Kenapa?

Karena kalau tidak seperti itu apa yang terjadi hari ini akan dianggap oleh generasi muda dan generasi yang akan datang bahwa seolah-olah apa yang terjadi hari ini betul. Karena ini kan ditonton oleh bangsa Indonesia, oleh kaum milenial dan lain sebagainya.

Artinya keberadaan kerajaan-kerajaan ini mengganggu?

Oh ya, ini sangat mengganggu kita. Karena ini kan seperti dagelan. Dan ini dapat berpengaruh kepada keraton-keraton atau kerajaan-kerajaan yang (secara historis) sejak dulu ada.

Bagaimana dengan kondisi kerajaan atau keraton yang memang sejak dulu ada?

Keraton yang ada di dalam struktur ketatanegaraan kita adalah Keraton Yogyakarta dan Paku Alam. Sedangkan kita atau yang lainnya hanya menjadi cagar budaya. 

Tapi, eksistensinya masih ada kan?

Alhamdulillah masih berjalan meski survival. Ada yang melaksanakan tradisi dengan baik, kemudian ada yang dibantu oleh pemerintah. Ada juga yang mandiri dan ada juga yang kondisinya memprihatinkan. 

Bagaimana perhatian pemerintah daerah?

Ada beberapa pemerintah daerah yang tidak peduli. Ada juga pemerintah daerah yang masih peduli. Tapi, kita tidak tergantung dengan itu semua. Artinya walaupun dan apapun yang terjadi, kita harus terus melaksanakan amanat yang ada di keraton ini. Menjalankan adat, tradisi, budaya, melestarikan kesenian, dan lain sebagainya. Karena ini sudah jadi amanah buat kita untuk tetap memelihara bangunan, memelihara cagar budaya, dan lain sebagainya.

Berapa jumlah kerajaan atau keraton yang ada saat ini?

Kalau anggota Forum Silaturahmi Keraton Nusantara ini kurang lebih ada 200. Ada sebagai lembaga adat, ada perhimpunan keluarga atau keturunan, kemudian juga ada keratonnya sendiri, ada juga yang masih utuh keratonnya, lengkap.

Ketua Umum FSKN, Sultan Sepuh XIV Cirebon, PRA.Arief NatadiningratKetua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara atau FSKN, Sultan Sepuh XIV, Arief Natadiningrat 

Apa benar kerajaan atau keraton tersebut tak memiliki otoritas apapun terkait politik dan ekonomi?

Ya. Jadi sejak negara kesatuan republik Indonesia ini lahir kita memang sudah tidak memegang politik dan kekuasaan lagi. Bahkan, beberapa aset-aset yang kita miliki dengan lahirnya UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 itu semua aset-aset diambil negara dan pemerintah. Sehingga keraton-keraton ini survival. Jadi kita harus menggali sendiri sumber-sumber ekonomi untuk menjalankan ekonominya.

Apa harapan Anda kepada pemerintah agar kerajaan dan keraton tidak hanya menjadi 'museum' saja?

Pertama dilindungi. Kedua harus diperhatikan dan keraton-keraton yang ada harus dikerjasamakan.

Kenapa?

Karena keraton-keraton yang ada saat ini harusnya bisa jadi potensi pariwisata nasional. Karena kita tahu wisatawan yang masuk ke Indonesia saat ini 60 persen itu adalah wisatawan budaya. Ini juga bisa menjadi potensi budaya, bisa menjadi potensi pendidikan, dan potensi sosial.

Keraton dan berdirinya republik...

Bagaimana sebenarnya peran kerajaan-kerajaan di Nusantara ini dalam berdirinya republik ini?

Sebelum republik ini lahir sudah ada keraton-keraton di beberapa wilayah Nusantara. Ada beberapa peran dari keraton-keraton dalam melahirkan republik. Pertama, perjuangan secara diplomatis yang dilakukan oleh para raja atau sultan.

Maksudnya?

Perjuangan secara diplomatis ini dilakukan bagaimana keraton-keraton yang ada berperan dalam melindungi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Jadi ketika itu para pejuang banyak yang berada di belakang keraton, mereka bergerilya dilindungi oleh keraton, dan para raja atau sultan dari keraton-keraton inilah yang melakukan hubungan diplomasi dengan para penjajah ketika itu agar mereka tidak ketahuan dan mendapatkan perlindungan oleh keraton. Diplomasi juga ditujukan agar bagaimana penjajah mengembalikan bangsa ini.

 Grebeg Maulud Keraton YogyakartaKeraton Yogyakarta

Selain itu?

Kedua, perlawanan secara frontal juga dilakukan oleh keraton-keraton yang ada di Nusantara. Misalnya Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Sultan Sepuh V Matangaji Cirebon juga melakukan perlawanan secara frontal kepada Belanda, sampai Belanda menyebutnya sebagai Sultan Gila karena melawan Belanda ketika itu. Kemudian juga ada Sultan Hasanuddin di Makassar, Pangeran Antasari di Kalimantan, Pangeran Diponegoro di Jawa. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh keraton yang ikut serta dalam melakukan perlawanan secara fisik terhadap penjajah ketika itu.

Ketiga, membantu dengan memberikan harta dan kekayaan kepada negara ini. Dulu kan Indonesia belum punya uang, belum punya dana, belum punya apa-apa. Nah, keraton-keraton inilah yang memberikan harta kekayaannya kepada pemerintah ketika itu di masa awal-awal berdirinya republik Indonesia. Keempat, men-support para pejuang seperti tentara pelajar, tentara rakyat dengan cara membuat dapur umum, logistik, dan lain sebagainya.

Kontribusi keraton-keraton ini sangat banyak. Apakah waktu itu ada komitmen antara keraton dan pemerintah atau para pejuang yang melakukan gerilya melawan penjajah?

Pada waktu itu yang kami tahu bergabungnya keraton-keraton di Nusantara ini kepada pemerintah Republik Indonesia tidak dilakukan secara bersamaan. Karena pada waktu itu Republik Indonesia kan belum sempurna, belum ada kantor, belum punya alat-alat tulis yang memadai, belum ada gaji dan lain sebagainya.

Misalnya Kasepuhan Cirebon. Kita membantu pemerintah itu tidak ada komitmen apa-apa, nanti setelah merdeka kita akan dapat apa, tidak ada. Pada waktu itu kita menyatakan bergabung dengan pemerintah yang baru lahir itu menyatakan dukungan secara langsung pada awal tahun 1946 di depan Residen Cirebon. Dan memang kita tidak ada perjanjian atau persyaratan apapun ketika itu. Tidak tahu kalau keraton-keraton yang lain. Karena kan ketika itu dukungan yang diberikan berbeda-beda, artinya tidak secara serentak bersamaan. 

Belajar tari tradisional di Keraton Kasepuhan Cirebon.Keraton Kasepuhan Cirebon

Saat ini apa komitmen pemerintah untuk tetap merawat atau menjaga keraton?

Kalau dilihat dari undang-undang yang ada, hampir bisa dikatakan nomenklatur yang mengatur keraton secara khusus itu tidak ada. Ini kalau bicara nomenklatur keraton yang secara khusus, baik itu keraton, istana, kedatuan, Bala Lompoan, Puri, itu semua tidak ada nomenklatur yang mengatur itu semua. 

Pada tahun 2006, FSKN bekerja sama dengan Kemendagri dari Kesbangpol itu sehingga melahirkan Permendagri Nomor 39 tahun 2007 untuk memfasilitasi keraton dan lembaga adat agar difasilitasi oleh pemerintah daerah. Jadi baru itu saja nomenklatur yang ada, itu Peraturan Menteri, bukan undang-undang. Dan itu pun sekarang tidak berfungsi optimal dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Ini salah satu upaya kita agar pemerintah daerah dapat membantu keraton-keraton yang ada di daerah agar mengalokasikan anggaran daerahnya, tapi ini tidak maksimal, karena tidak semua daerah berjalan.

Ada berapa jumlah keraton yang masih eksis?

Kurang lebih ada 50an keraton. Di Bali itu cukup banyak, yang besar-besar ada sekitar 10 puri keraton itu, belum yang kecil-kecilnya. Kemudian di Kalimantan ada Landak, Sepadau, ada Kutai Kartanegara, di Pontianak ada, Sambas, Mempawah, kemudian Kota Waringin. Di Sumatera itu ada Deli, Pulau Jawa ada, Maluku ada, Ternate, Tidore, masih banyak kok.

Tapi, yang diakui hanya Yogyakarta?

Kalau Yogyakarta itu beda dengan kita. Karena menjadi keraton yang masih memegang kekuasaan dan politik. Dan Yogyakarta itu masuk di dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi beda jauh banget sama kita. Dulunya sama dengan kita, tapi begitu merdeka, hanya Yogyakarta sendiri yang selamat sampai sekarang dan masuk ke dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Sultan Yogya adalah Gubernur, Paku Alam sebagai Wakil Gubernurnya. Dan mempunyai undang-undang sendiri, UU Keistimewaan Yogyakarta.

Menurut Anda apa yang menyebabkan keraton-keraton ini hanya sebatas tercatat di atas kertas? 

Itu yang saya juga enggak tahu. Jadi begini, ketika kita memperjuangkan Permendagri saja itu perjuangan yang sangat berat banget buat kita. Jadi kita dapat Permendagri nomor 39 tahun 2007 itu saja sudah Alhamdulillah sekali itu, hehehee..

Itu sja banyak juga rintangannya dan tidak mudah. Jadi boro-boro berbicara yang sangat jauh, untuk meng-goal-kan itu saja rintangannya berat sekali itu. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya