Wawancara Kapolri Jenderal Sutarman

Penegak Hukum Langgar Hukum Harus Dihukum Lebih Berat

Kapolri Komisaris Jenderal Sutarman
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVAnews - Polisi Diraja Malaysia (PDRM) menangkap dua perwira Polisi Republik Indonesia (Polri), AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka Harahap di Kuching, Malaysia. Keduanya diduga terkait dengan kejahatan narkotika.

Kabar tersebut mengagetkan publik Tanah Air sekaligus mencoreng Polri.  Penegak hukum malah ditangkap oleh koleganya di negara lain atas pelanggaran hukum yang tergolong berat, yaitu kepemilikan narkoba.

AKBP Idha dan Bripka Harahap sampai kini masih menjalani proses pemeriksaan di Negeri Jiran. Jika terbukti benar mengedarkan barang haram itu, maka nyawa mereka menjadi taruhannya. Malaysia menerapkan hukuman mati bagi para bandar narkoba yang nekat beroperasi di wilayahnya.

Rusia Sebut AS Buru-buru Tuduh ISIS Atas Serangan Gedung Konser di Moskow

Ulah mereka membuat geram Kapolri Jenderal Polisi Sutarman.  Saat berkunjung ke kompleks studio tvOne 1 September 2014, Sutarman menyempatkan diri untuk menjelaskan persoalan yang menjerat dua bawahannya tersebut secara detail.

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri ini juga berkenan membahas kasus yang menimpa seorang mahasiswi S2 Universitas Gadjah Mada, Florence Sihombing yang tersangkut masalah hukum. Wanita berusia 26 tahun itu menghujat dan menghina Kota Yogyakarta melalui akun media sosial Path. Sebabnya, dia emosi lantaran tidak dilayani saat menerobos antrean di SPBU Lempuyangan.

Mantan Kapolda Metro Jaya itu mengungkapkan alasan mengapa Polda DIY menahan Florence, meskipun saat ini mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap yang bersangkutan.

Sutarman, yang pernah menjadi ajudan almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), juga menyampaikan pencabutan laporannya terhadap anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Adrianus Meliala di Bareskrim Polri. Dia menilai, kriminolog Universitas Indonesia itu sudah memenuhi tuntutan yang dia ajukan sebelumnya

Berikut wawancara lengkap tvOne dan VIVAnews dengan Kapolri Jenderal Polisi Sutarman.

Tidak hanya Polri, tapi juga masyarakat dikejutkan dengan kasus seorang perwira menengah ditangkap di Malaysia dan diduga terlibat kasus narkoba. Apa penjelasan Anda?

Kami akan menjelaskan. Faktanya memang, anggota yang bersangkutan AKBP Idha dan Bripka Harahap ditangkap oleh kepolisian Kuching, Serawak. Apakah ini terkait dengan narkotika atau belum, ini masih dalam pemeriksaan. Sehingga, sebetulnya fakta (belum terbukti) karena barang bukti yang ditangkap itu tidak berada di (tangan yang bersangkutan).

Saya uraikan kejadiannya adalah, bahwa Liason Officer Kuching, Kompol Taufik Nor, tanggal 29 Agustus yang lalu, menghubungi Kapolda Kalimantan Barat. Kemudian Kapolda Kabar menginformasikan kepada saya. Saya perintahkan untuk mengirim Wakapolda, Direskrim Narkoba Polda Kalimantan Barat koordinasi terhadap otoritas kepolisian Kuching. Dan bertemu dengan senior Deputi Komisoner Polisi Datuk Wira Muhammad Aptu.

Dari pertemuan itu diperoleh informasi terkait penangkapan terhadap dua anggota Polri tersebut. Juga dijelaskan kenapa ditangkap, karena ada informasi dari polis narkotik PDRM yang ada di Bukit Aman untuk menginformasikan kepada kepolisian Kuching bahwa PDRM sedang menangkap seorang pelaku kejahatan narkotika atas nama Sonia Lusi, warga negara Filipina, yang membawa 3,1 kg di Bandara Internasional, Kuala Lumpur.

Ekspansi Perusahaan Musik Terkemuka Asia Tenggara Diresmikan di Indonesia

Jadi barang bukti itu ada di sana. Dan ternyata Sonia Lusi warga negara Filipina. Kemudian saya tidak tahu apakah ini ada keterkaitannya dg anggota ini. Dari informasi tersebut, polisi Kuching melakukan penangkapan, anggota ini ditangkap.

Dari kepolisian Unit Narkotik Serawak, yang sekarang sedang melakukan pemeriksaan terhadap dua anggota yang ditangkap ini. Sesuai dengan undang-undang negara Malaysia bahwa tujuh hari anggota Polri ini akan dilakukan pemeriksaan, apakah terkait atau tidak.

Jadi belum tahu ini apakah terkait atau tidak selama tujuh hari. Dan nanti kalau terkait dengan penangkapan yang ada di Bandara Internasional Kuala Lumpur terhadap tersangka Sonia Lusi, dia akan ditindaklanjuti dengan proses-proses selanjutnya. Tapi kalau tidak terkait maka akan dikembalikan ke kita.

Tadi Anda mengatakan ada tim khusus (Wakapolda dan lain-lain) yang ke Malaysia. Apakah sudah ada hasilnya?

Hasilnya bahwa keterangan yang saya sampaikan tadi. Dan apakah keterlibatan anggota yang ditangkap ini, ada keterkaitannya, itu masih menunggu. Kira-kira tujuh hari lagi sesuai undang-undang Malaysia. Tujuh hari ini bisa diperpanjang lagi tujuh hari sehingga 14 hari maksimal. Itu nanti akan ditetapkan apakah yang bersangkutan terkait dengan penangkapan yang ada di Bandara Internasional Kuala Lumpur tadi.

Ini seolah-olah sudah benar. Tapi belum. Kita masih menunggu proses lebih lanjut. Dan kami belum bisa menghubungi juga Kepala Polisi Malaysia karena ini hari libur bagi warga Malaysia.

Tentu kami akan mengirim LO kita yang ada di Serawak kuching, atau Kuala Lumpur untuk terus koordinasi perkembangan pemeriksaan. Itu akan digunakan sebagai langkah-langkah selanjutnya. Tapi seolah-olah di media bahwa sudah pasti. Kalau di tangannya pasti (terbukti), tapi itu di ruang lain, dan itu adalah warga negara Filipina. Apakah ada kaitan antara orang Indonesia dengan Filipina.

Wanita itu ditangkap di bandara bukan di tempat dua angota tersebut?

Penampilan Makin Sopan, Nikita Mirzani Ternyata Diawasi Rizky Irmansyah

Dan ini di Kuala Lumpur dengan di Kuching, jauh.

Ini menarik. Pada saat ditangkap barang bukti tidak ada di lokasi. Apa keterangan PDRM sejauh ini? Mengapa dari penangkapan warga negara Filipina itu, pengembangannya bisa menangkap dan menyasar AKBP Idha?

Saya kira itu sangat teknis. Kita sama-sama aparat penegak hukum. Terkait dengan masalah-masalah teknis yang seperti ini, tidak akan diumumkan. Sehingga, kita masih menunggu, dan kita menghormati proses yang dilakukan oleh kepolisian Malaysia dan undang-undang yang berlaku di Malaysia.

Tentu kita juga akan mengirim tim-tim advokasi hukum kita ke sana untuk menilai masalah ini. Apakah ini ada keterkaitan atau tidak karena jauh. Warga negaranya juga berbeda, lokasi penangkapan berbeda. Tapi kepolisian, Polri, atau suatu negara, untuk menangkap seseorg pasti ada informasi-informasi (yang kuat), tidak mungkin melakukan penangkapan sembarangan.

Terkait keberadaan keduanya yang berada di luar daerah bahkan di negara orang bagaimana?

Ya, ini memang dari track record yang bersangkutan AKBP Idha ini track recordnya kurang bagus. Baik pada saat di Sumatera Utara maupun pada saat bertugas di Kalimantan Barat. Dan ada tindakan-tindakan disiplin yang sudah dilakukan sehingga yang bersangkutan dinon-jobkan.

Perginya ke Malaysia, ke Kuching pun itu tidak izin pimpinan. Dan itu adalah ilegal. Dan kenapa Bripka Harahap ini diajak ke sana, itu sebetulnya karena ditelpon saja. Jadi mungkin bripka ini tidak mengerti apa-apa.

Ini pasti sangat mencoreng sekali wajah Polri?

Kalau seandainya ini benar.

Kalau seandainya benar bagaimana langkah Polri?

Kalau memang itu benar, ini andai kata, kalau tidak benar? Mudah-mudahan tidak benar. Kalau andaikata ini benar tentu kita akan melakukan, itu warga negara Indonesia tentu kita akan melakukan langkah-langkah upaya hukum.

Tapi kalau memang itu benar dan bukti-bukti cukup, tentu kita menghormati proses hukum yang berlaku di Malaysia. Bahkan kita menyampaikan kalau memang benar dan aparat memang seperti itu hukum seberat-beratnya tidak ada masalah.

Tetapi upaya yang harus dilakukan oleh negara itu sudah standar dan termasuk perlindungan terhadap warga negara yang mengalami masalah hukum di luar negeri tentu akan dilakukan.

Tapi dari penjelasan atasanny memang tidak ada penjelasan bahwa yang bersangkutan sedang menunaikan tugas?

Tidak ada (penjelasan dari atasan dia izin). Dan kita sudah melakukan satu pemetaan. Tadi saya koordinasi dengan Direktur Narkotika Bareskrim Polri, Irjen Arman Depari. Pada saat penangkapan pabrik narkotika dengan tersangka Benny Sudrajat, terpidana mati yang sudah divonis, yang sekarang belum diekskusi. Kemudian penangkapan Khamir, WNI yang ditangkap di RRC, sampai sekarang divonis mati, ada beberapa kaitan.

Dari Benny ada kaitan dengan beberapa tersangka, termasuk yang kita tangkap 20 Agustus di parkiran hotel (tidak disebutkan hotel mana) dengan membawa 2,5 kg. Kemudian di Apartemen Season City yang beberapa saat yang lalu dengan bukti 14,7 kg shabu, kemudian juga lining membawa beberapa shabu yang kita tangkap seluruhnya. Kemudian kita masih ada pengejaran satu jaringan yang lari ke Surabaya dengan membawa 41 kg, itu masih belum tertangkap.

Jaringan ini semua adalah terkait dengan jaringan internasional, Hongong, Belanda, Tiongkok. Jaringan-jaringan ini apakah yang ditangkap oleh Malaysia, ini juga terkait dengan jaringan seperti itu. Kita akan melakukan koordinasi karena juga kopolisian Indonesia khususnya Direktorat Narkoba dengan narkotika di Malaysia kita punya hubungan yang baik dan selalu koordinasi yang baik untuk melakukan penangkapan jaringan-jaringan itu.

Memang ada indikasi seorang perempuan yang dekat dengan yang bersangkutan (AKBP Idha) yang itu memang terkait dengan jaringan tersebut yaitu Angkim Swie, yang sudah terpidana mati, sampai sekarang juga belum dieksekusi. Itu ada keterkaitan dengan perempuan ini. Perempuan ini ada hubungan dekat dengan pelaku. Ini sebetulnya sekarang pemantauannya kita.

Apakah ada hubungan penangkapan AKBP Idha dengan penangkapan warga negara Filipina itu?

Kalau terlibat langsung, connecting langsung dengan AKBP itu tidak ada. Jadi Khamir ada kaitan dengan Benny Sudrajat yang sudah divonis di Indonesia, hukuman mati yang sekarang belum dieksekusi. Dari Khamir ini ada kaitannya dengan Denny di LP Cipinang, yang kemarin kita tangkap. Pada waktu seorang di LP tapi bisa mengendalikan. Begitu juga dengan wanita yang saya sebut, karena menjadi DPO kita, saya belum sebutkan.

Perempuan ini saudaranya pernah ditangkap di Polda Metro Jaya, dihukum tiga tahun tapi sudah bebas. Perempuan inilah yang terus menghubungi personil-personil Polri di antaranya ada kedekatan dengan AKBP ini. Saya kira itu adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh jaringan-jaringan narkotika yang ada di Indonesia untuk terus mendekati kepada personal-personal khususnya aparatur penegak hukum.

Kalau terorisme, kita sering menangkapi. Dimusuhi, diserang kita. Tetapi kalau narkotika walaupun kita sering menangkapi kita bukannya dimusuhi justru mereka mendekat kepada aparat-aparat kita. Sehingga dari data yang kita peroleh tahun 2012, itu terjadi 195 kasus yang melibatkan anggota. Dan 36 orang sudah dipecat.

Tahun 2013, terjadi 91 kasus dan 18 orang dipecat. Sehingga tendensinya agak menurun 2014 ini 31 kasus. Tapi tentu penyidikan ini juga mudah-mudahan turun karena upaya yang kita lakukan.

Apa langkah internal dari Polri terkait modus tersebut?

Perannya seperti itu. Di samping itu juga untuk memuluskan sindikat-sindikatnya ini sehingga bisa masuk ke menerobos jaringan-jaringan yang ada dan membuat peredaran-peredaran yang begitu luas, membawa barang-barang narkotika yang cukup besar sampai dengan 41 kg, 14 kg yang di Four Season, 2,5 kg di parkiran Hotel Four Season, seperti yang saya sampaikan.

Itu adalah bagian-bagian dari kelompok-kelompok yang selama ini dan dalam penelusuran. Terus kami lakukan penelusuran. Ini memang satu orang ini sangat-sangat berperan sekali, intens, hubungan terhadap personil-personil Polri, dan aparat yang lain. Tentu saya tidak sebutkan aparat mana di sini karena itu saya intens terhadap institusi Polri. Termasuk biasanya ada connecting ke AKBP Idha ini.

Akankah polisi menelusuri dan membuka rekening transaksi dari yang bersangkutan?

Ya pasti, pasti itu sudah dilakukan. Sudah dalam penyelidikan kita dan kita sudah memantau seluruhnya.

Setiap tahun angka anggota Polri yang terlibat kasus narkoba menurun. Tetapi kita melihat dari mafia yang masuk Indonesia dengan jumlah ini semakin tahun tampaknya semakin besar. Apa yang membuat mereka merasa bahwa Indonesia adalah tempat yang begitu menjanjikan untuk memasukkan narkoba dan sejenisnya?

Saya kira karena faktor pertama karena demand, kebutuhan. Pasar di Indonesia ini cukup besar. Penduduk kita cukup besar dan masyarakat kita rentan sekali terpengaruh dengan masalah-masalah narkotika ini. Yang tadinya mungkin dia sebagai pengguna tetapi dia tidak punya uang, tidak punya pekerjaan, akhirnya menjadi sub dari pengedar itu sendiri. Diberikan mungkin beberapa narkotika, katakanlah diberikan sepuluh narkotika, yang tujuh silahkan dijual, tiga silahkan digunakan sehingga semakin berkembang.

Dari aspek penegakan hukum, saya kira Indonesia sudah menerapkan penegakan hukum yang sangat berat, keras. Karena yang dihukum mati sudah banyak. Tentu kita berharap banyak juga ke depan yang sudah divonis mati ini apabila proses hukumnya sudah incraht, selesai untuk segera dieksekusi sehingga menimbulkan dampak intern terhadap yang lain dan tidak melakukan. Bahkan aparat, seperti yang saya sebutkan tadi, bukan hanya aparat kepolisian tapi juga aparat lain terpengaruh dan ini juga kelompok-kelompok masyarakat bukan hanya pelajar, pemuda tapi juga generasi tua pun juga banyak yang terlibat.

Saya kira masalah narkoba ini adalah masalah yang sangat serius bagi Indonesia dan kita harus tangani secara komprehensif untuk melibatkan semua masyarakat termasuk di antaranya adalah aparat penegak hukum. Dan kita punya BNN untuk bekerja sama terus, untuk mencegah, mungkin punya strategi yang tepat bagaimana kita mencegah supaya masyarakat Indonesia ini punya kemampuan untuk menolak tidak menggunakan narkotika itu.

Tadi anda katakan, kalau polisi membongkar gembong atau sindikat narkoba. Itu beda dengan teroris. Kalau teroris biasanya mendapatkan penolakan tapi ini mereka justru mendekati. Maksudnya apa?

Saya katakan tadi, kalau kami selama ini menangkap para pelaku terorisme, pelaku bom, setelah kita tangkap kemudian anggota polisi menjadi target ditembak, dibom kantor-kantor polisinya. Tapi narkotika ini berbeda sistemnya karena dia memerlukan peredaran yang sangat luas sehingga pola-pola yang digunakan itu bukannya memusuhi aparat, bukan hanya Polri, tapi dia menggunakan cara-cara termasuk saya katakan perempuan, menggunakan media perempuan ini untuk mendekati, begitu terjerat sudah pernah memakai, ini akan susah sekali. Karena kalau misalnya anda tidak membantu, anda saya bongkar dan satu, ancaman-ancaman seperti itu. Ini adalah pola-pola yang dilakukan sehingga kolaborasi para sindikat ini bisa masuk ke jaringan-jaringan ke dalam institusi itu sangat luar biasa.

Apakah artinya mereka mengirim wanita-wanita ini untuk mendekati anggota begitu sehingga terpikat dan diajak menjadi bagian dari sindikat itu?

Buktinya adalah perempuan yang sekarang sedang kita telisik. Itu adalah bagian dari sindikat mereka untuk mempengaruhi beberapa anggota Polri yang salah satunya dia yang saya sebutkan tadi. Mungkin dia sudah tidak punya job, didekati dan seterusnya dan akhirnya terpengaruh. Apakah ini ada kaitannya, ini masih dalam proses pembuktian.

Kalau mereka masuk dalam institusi, apakah AKBP Idha ini sendiri atau mengajak rekan-rekan di dalamnya untuk bekerja sama karena tertangkapnya berdua?

Sampai saat ini mereka memang sendiri. Dan anggota kita harap itu yang dipanggil karena dia mungkin merasa pangkatnya lebih senior. Kemudian dia berada di Malaysia, Kuching. Karena dia petugas polisi perbatasan, mungkin untuk menyeberang itu saya kira prosedurnya sangat mudah sehingga ketemu di sana. Pada saat berada di sana, baru sampai parkiran itu sudah ditangkap.

Kalau tidak salah yang bersangkutan pernah kena pelanggaran disiplin karena menukar 5 kg shabu dengan tawas, juga menukar ekstasi, barang bukti dengan barang lain yang kualitas lebih rendah?

Ya, itu bagian yang sedang kita (tangani).

AKBP Idha ini sering melakukan pelanggaran etik, ke Malaysia tanpa izin, tindakan internal Polri apa?

Kalau memang sudah akumulasi cukup banyak dan kita larikan ke sidang kode etik, keputusan kode etik itu dua. dia masih layak menjadi anggota polisi atau tidak layak. Kalau layak tentu dilakukan pembinaan, kalau tidak layak tentu dilakukan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat).

Kita lihat perkembangannya seperti apa. Apakah yang di Malaysia ini terkait betul terhadap Sonia Lusi warga negara Filipina yang di tangkap oleh Unit Narkotika PDRM di Kuala Lumpur. Karena yang ditangkap di Kuching, barang bukti itu belum ada di yang bersangkutan. Tapi kita melihat proses tujuh hari ke depan sejak 29 yang lalu. Apakah mereka terlibat atau tidak.

Polri akan memberi bantuan?

Sebagai warga negara dia punya hak untuk bantuan itu. Tentu kita mengirim bantuan itu untuk menilai betul tidaknya. Jangan sampai juga kalau tidak bersalah dilakukan tindakan. Keliru. Kalau salah kita menghormati hukum yang berlaku.

Bagaimana hubungan Polri dengan Kepolisian Malaysia?

Saya baik sekali dengan Kepala Polisi Malaysia. Saat MH370 hilang, ada info kita sampaikan. Bahkan ada warga negara Indonesia yang perlu dikirm, kita tanpa menggunakan prosedur apa tapi karena ke depan hubungan police to police ya kita berikan. Saya sudah telepon dari tadi ke Kepala Polisi Diraja Malaysia, Tan Sri Kholid belum bisa karena hari ini libur.

Ancaman atas dua anggota Polri yang tersangkut kasus narkoba di Malaysia paling berat hukuman mati. Apa respons Anda?

Kalau seandainya terbukti sebagai sindikat, tapi barangnya tidak di tangannya. Malaysia itu kalau barangnya ditemukan di tangan, hukumannya berat mungkin hukuman mati. Tapi barang itu tidak di situ. Kalau tidak di situ berarti ada bukti lain yang mengkaitkan bahwa dia ada kaitan dengan barang yang ditangkap di Kuala Lumpur. Tersangkanya itu Sonia Lusi.

Proses ini diserahkan kepada Malaysia?

Kita serahkan. Tentu kita juga mengirim ke sana (tim advokasi). Jangan sampai kalau memang tidak ada kaitannya terus dikait-kaitkan. Tim kita akan kirim ke sana.

Anda mengatakan biarkan Malaysia memberikan sanksi seberat-beratnya. Apakah termasuk hukuman mati?

Kalau seandainya terbukti, saya katakan tadi kan. Setelah kita lakukan mediasi, kita lakukan bantuan hukum dari kita memang betul-betul itu salah, silakan kita menghormati hukum Malaysia dan hukum seberat-beratnya, karena itu adalah aparatur penegak hukum, mesti hukumannya harus lebih dari yang lain.

Terkait etiknya bagaimana? Apakah setelah proses hukum di Malaysia, internal Polri akan memprosesnya?

Tentu, itu pasti ada pelanggaran. Karena masuknya ke wilayah negara lain itu tanpa izin dan itu adalah pelanggaran. Ilegal. Polisi akan memproses.

Untuk mencegah agar kasus yang sama tidak terulang lagi bagaimana?

Personil saya 450 ribu dan dengan PNS itu hampir 500 ribu, dan bermacam-macam kelakuannya. Memang pengawasan internal sudah kita lakukan, pengawasan melekat kita lakukan, pengawasan eksternal kita lakukan, seluruhnya kita lakukan.

Tapi kita juga tidak bisa menjangkau satu per satu tapi kami terus akan meningkatkan. Sehingga salah satu program saya, saat saya menjadi Kapolri itu adalah penguatan di bidang pengawasan dan setelah kita menemukan langsung segera diobati jangan sampai berlarut-larut.

Oleh karenanya, pengawasan yang kita ketemukan seperti di Polda Metro, Jawa Timur langsung kita tindak. Di Jawa Barat yang menjadi isu itu temuan yang kita lakukan. Terus kita tindak. Nah ini di luar kemampuan kita. Tahu-tahu lari ke sana dan ditangkap orang lain.

Kasus Flo

Ini juga ada kasus yang sedang hangat di Yogyakarta. Florence Sihombing. Bagaimana tanggapan Kapolri?

Saya berterima kasih untuk bisa menjelaskan masalah ini. Saya kira pidana apalagi terhadap mahasiswa, itu adalah benteng terakhir untuk mencari keadilan. Tapi saya sampaikan, kenapa Polri menahan Florence ini? Karena apa yang disampaikan di media itu adalah menyinggung perasaan masyarakat, dan itulah menimbulkan kebencian dari masyarakat.

Kalau Polri tidak segera melakukan langkah penegakan hukum masyarakat ini akan bertindak sendiri. Kalau tidak bertindak sendiri dengan caranya sendiri, dia melakukan kegiatan kekerasan dan sebagainya ini berbahaya.

Nanti juga Polri dianggap lamban atau membiarkan. Sehingga dengan penegakan hukum yang kita lakukan dengan cepat untuk melakukan langkah penahanan, ini adalah untuk juga mengamankan yang bersangkutan agar tidak menjadi amuk massa dari masyarakat yang dicederai hatinya. Karena dia sudah merasa marah. Karena masyarakat Yogya secara keseluruhan.

Oleh karenanya, kami juga membuka silahkan kalau pihak perguruan tinggi, masyarakat sudah ketemu, dan kedua pihak saling memaafkan, tidak ada saling tuntutan, hentikan. Saya kira kita juga seperti itu. Dan dia sudah rasa salah, tapi minta maafnya diterima belum tentu karena ini masyarakat. Apakah minta maafnya diterima atau tidak sehingga tadi saya katakan beberapa saat yang lalu.

Negara kita adalah negara demokrasi yang menghormati kebebasan menyampaikan pendapat. Silahkan menyampaikan pendapat di depan umum tapi tentu saya juga berpesan untuk menghormati nilai-nilai etika, juga apa yang disampaikan ke publik dan dikonsumsi masyarakat itu memiliki nilai pendidikan, juga jangan sampai melanggar hukum.

Apabila yang disampaikan itu melanggar hukum, silakan negara kita negara hukum dan penyelesaiannya tentu dengan jalan hukum. Kalau misalnya penyelesaian jalur hukum ini dianggap tidak benar dan itu akan menimbulkan dampak sosial harus diselesaikan dengan cara apakah sosial, misalnya melakukan pengroyokan ramai-ramai dan kekerasan saya kira tidak. Dan inilah negara hukum.

Oke silahkan menyampaikan pendapat di depan umum, dan sejak berdasarkan analisis sudah kita lakukan. Masyarakat Yogya sudah marah dan akan melakukan langkah-langkah itu (hukum). Komunikasi terhadap yang bersangkutan pun sudah dan kita jelaskan. Kalau anda tidak mengharapkan penegakan hukum, kalau terjadi apa-apa, tanggung jawab polisi. Polisi disalahkan lagi. Oleh karenanya kita melakukan itu.

Kalau seandainya pihak-pihak terkait di mediasi, semua pihak yang dirugikan dengan pemberitaannya, pernyataannya, pendapat, di akun yang bersangkutan yang dikonsumsi oleh masyarakat itu sudah diterima tentu kita untuk apa memidanakan orang kalau orang itu sudah minta maaf dan maafnya diterima?

Kekecewaan Florence itu kurang tepat, ketika kata-katanya menyinggung masyarakat Yogya. Tapi ketika Florence ditahan banyak yang berpendapat Polri itu terburu-buru dan juga terlalu berlebihan. Polri saat itu takut dianggap tidak cepat merespon, tapi kemudian orang mengkritik penahanan terhadap Florence. Tanggapannya?

Ya saya katakan tadi. Kalau saya tidak segera melakukan tindakan mungkin rakyat ini bergerak karena sudah kemarahan, melakukan tindakannya sendiri dengan main hakim sendiri.

Kan berbahaya sehingga kita lakukan untuk langkah-langkah penahanan. Kalau terjadi masalah-masalah ada yang menjamin, kemudian masyarakat tidak marah silahkan. Penangguhan penahanan itu adalah kewenanagan penyidik, tidak ada masalah. Tidak ada persoalan.

Masalah dengan Adrianus Meliala?

Terkait masalah Pak Adrianus dengan kepolisian, saya kira saya tidak perlu mengulangi masalahnya tetapi apa yang saya sampaikan di media dan Pak Adrianus sudah menyampaikan, menyatakan bersalah dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada media, dan mencabut pernyataannya. Maka kita harus anggap selesai dan Polri tidak akan melanjutkan proses penyidikannya.

Karena dalam penegakan hukum atau proses penyidikan, apabila ada masalaah antara orang yang dirugikan dengan yang merugikan sehingga terjadi proses itu untuk menetapkan orang bersalah atau tidak di peradilan. Tapi kalau sudah minta maaf dan merasa bersalah itu tidak perlu. Itulah yang selama ini kita bangun restoratif justice. Tidak perlu semua masalah diselesaiakn di peradilan. Jadi sudah selesai, masalah sudah selesai.

Sama hampir mirip. Ketika Pak Adrianus (menyampaikan pendapat) dengan yang terjadi pada Florence di Yogya. Dia juga menyampaikan pendapat di depan umum melalui media sosial dan dikonsumsi oleh masyarakat ada pihak yang dirugikan yaitu masyarakat Yogyakarta.

Kalau pihak masyarakat yang dirugikan itu melapor tentu negara kita adalah negara hukum. Kita proses melalui jalur hukum. Tetapi saya katakan bahwa proses itu tidak selalu harus berakhir di peradilan. Apabila terjadi bisa diselesaikan karena ini adalah hujatan-hujatan yang disampaikan kepada masyarakat Yogya kemudian masyarakat marah.

Kenapa polisi cepat melakukan penangkapan (penahanan) ini, karena kalau tidak segera ditangkap masyarakat marah akan melakukan tindakan anarkis, kekerasan terhadap yang bersangkutan. Sehingga prosesnya mengamankan.

Kami sampaikan masyarakat boleh menyampaikan pendapat di depan umum secara bebas tapi saya berpesan dalam menyampaikan pendapat betul-betul mengindahkan norma-norma etika, memberikan pendidikan kepada masyarakat dan tidak melanggar hukum. Dan kalau ada pihak yang dirugikan silahkan melaporkan ke Polri untuk dilakukan penegakan hukum.

Apakah laporan sudah dicabut?
Kita yang (proses) kepolisian. Jadi kalau saya sudah menyatakan tidak diproses, pasti tidak akan diproses.

Adrianus sudah meminta maaf secara langsung ke Anda?

Belum ketemu. Tapi saya sudah membaca di media, saya tahu (Adrianus meminta maaf) dari media. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya