Menkopolhukam, Luhut Binsar Pandjaitan

'Keamanan Indonesia Lebih Baik Dibanding Amerika Serikat'

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Keamanan Indonesia dalam dua bulan pertama 2016 sudah diguncang banyak isu. Dimulai dengan adanya ledakan bom di Kawasan Thamrin, Jakarta, potensi konflik sosial juga terjadi di sejumlah daerah. Sementara perpolitikan diisi ramainya pro-kontra perihal rencana revisi UU Terorisme dan UU KPK. Lantas bagaimana sebenarnya kondisi terkini stabilitas politik dan keamanan dalam negeri? 

Luhut Akui RI Sulit Damaikan Palestina dan Israel
Beberapa waktu lalu, VIVA.co.id berkesempatan mewawancarai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, di kantornya di Kawasan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Pejabat kelahiran 28 September 1947 ini menjawab isu politik dan keamanan serta visinya sebagai menteri koordinator di Kabinet Kerja Jokowi. 
 
Artis Ini Ajak Seniman Tak Alergi Politik
Luhut kini merupakan salah satu menteri inti dalam Kabinet Jokowi. Pensiunan jenderal Angkatan Darat itu mulai dikenal publik saat menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan selama 2000-2001 di  masa kepresidenan mendiang  Abdurrahman Wahid dan pernah menjadi Duta Besar RI untuk Singapura.
 
Wakil Ketua DPR Minta Status Siaga 1 Dicabut
Sempat “absen” dari panggung politik selama beberapa tahun, Luhut muncul lagi ke panggung kekuasaan saat ditunjuk Joko Widodo menjadi Kepala Staf Kepresiden dari akhir Desember 2014 hingga 2 September 2015 sebelum dipercaya menjadi Menkopolhukam, sehingga pernah disebut-sebut sebagai salah seorang ‘pembisik’ Presiden Jokowi.
 
Selain bicara soal pemerintahan, Luhut juga menyinggung visi yang sudah dibangunnya sejak 15 tahun lalu, yaitu membawa sebanyak mungkin anak-anak kurang mampu di daerah asalnya ke jenjang pendidikan tertinggi, yaitu hingga ke tingkat doktoral. Di tengah kesibukannya sebagai Menkopolhukam, Luhut masih tetap memperhatikan perkembangan Sekolah Unggul Del Toba Samosir, yang didirikan pada 2012 di Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara, di mana dia merupakan Pembina Yayasan Del.  
 
Berikut petikan wawancara VIVA.co.id dan Luhut:
 
Dengan kesibukan setiap hari, biasa bangun jam berapa?
 
Oh saya biasa bangun selalu pukul 05.30 WIB, terus treadmill jam 06.00 WIB selama satu jam. Usai treadmill 6,5 kilometer terus baca koran sambil cooling, kalau ada judulnya yang menarik saya baca. Kalau untuk media online biasa saya baca kalau di mobil. Setelah itu mandi terus sarapan dengan istri. Hampir pasti rutinitas setiap pagi seperti itu, 70-80 persen terkecuali ke luar kota. Sudah dari dulu rutin begitu.
 
Belakangan ini Anda disibukkan dengan berbagai isu keamanan, sepertii Teror Bom Thamrin, lalu Gafatar, dan bentrokan di daerah di Medan dan Lampung.  Kalau dilihat-lihat, sebenarnya bagaimana situasi keamanan di Tanah Air?
 
Kalau saya lihat keamanan nasional cukup bagus. Saya pikir tidak (buruk), lebih baik keamanan kita dibanding dengan keamanan negara Amerika Serikat. Kalau kita buat statistik berapa banyak orang yang mati tertembak antara Indonesia dengan Amerika Serikat, pasti lebih banyak di Amerika Serikat atau berapa banyak insiden yang terjadi seperti penembakan di sekolah, ya pasti jauh lah berbeda dengan Indonesia. Padahal kita negara kepulauan yang  bermacam-macam etnik, tapi kita masih mampu memelihara keamanan dalam negeri kita yang masih cukup baik.
 
Saat dapat laporan ada ledakan Bom di Jalan Thamrin 14 Januari lalu, bagaimana reaksi Anda saat itu?
 
Ketika itu saya di Entikong, Kalimantan barat, ya tidak nyaman dengar kabar itu, kok ada kejadian begini (bom) karena kita sudah prediksi akan terjadi di bulan Desember 2015, tapi kan kita lihat tidak kejadian, tahu-tahunya malah kejadian di Januari. Saya pikir salah di mana, tapi apa yang mau akan kita lakukan, kalau betul ini penyanderaan apa langkah-langkahnya. Saya telepon Kapolda (Tito Karnavian) yang pertama apa yang terjadi, dia bilang baru sampai TKP. Saya bilang kita jangan pernah menyerah dengan teroris.
 
Setelah itu saya telepon Panglima TNI (Gatot Nurmantyo), Kapolri (Badrodin Haiti) saya beritahu, terus ke pimpinan Kopasus satuan Gultor-nya merapat ke TKP untuk mengepung. Itu bila diperlukan bantuan oleh polisi, jadi backupnya berlapis. Sementara itu Kodam V juga ikut mengelilingi, mengepung dan kemudian saya lapor Presiden bagaimana langkah-langkahnya seperti ini. Setiap 15 menit saya update perkembangannya ke Presiden, saya bilang saya kembali ke Jakarta ke Presiden dan Presiden jawab,"Ya, silakan Pak Luhut kembali sajalah,"
 
Apakah Intelijen sudah dievaluasi?
 
Saya pikir tidak perlu, kinerja intelijen bagus, kinerja polisi bagus saya pikir (juga bagus). Kan berkali-kali saya sampikan ada tiga hal yang tidak bisa kita tahu, kapan, di mana, bagaimana dia (teroris) melakukan karena itu adalah pikiran orang. Intelijen manapun akan sulit melakukannya untuk menghadapi teror semacam ini, karena mereka berkomunikasi kadang-kadang tidak menggunakan cara-cara yang konvensional pakai radio seperti itu, tapi mungkin dia pakai kurir. Justru ini yang semakin sulit dideteksi. Kita kehilangan jejak itu kira-kira dua minggu sebelum kejadian Bom Sarinah, hampir tidak ada kontak. Memang selama bulan Desember kita tangkap 12 orang terduga. Nah, itu kita juga tahu masih ada dua orang lagi yang belum tertangkap yang mereka lolos dan itulah yang kemudian melakukan itu. Tapi kan empat orang itu bisa kita tindak dengan tegas. 
 
Kalau sekarang ini untuk keamanan Indonesia, apa hal yang sebenarnya mendesak dibereskan? 
 
Ya koordinasi antara aparat keamanan karena saya lihat semuanya kita punya kok. Data-data yang baik, BAIS punya, BIN punya, Densus punya. Jadi tinggal kita kawinkan sekarang ini dan itu sedang kami lakukan. Dengan demikian ke depannya kita akan lebih baik dan kemudian kita lengkapi dengan perlengkapan teknologi yang lebih canggih lagi untuk menangani masalah itu di samping tentu human intelligent akan bekerja lebih profesional lagi.
 
Apakah selalu terbentur dengan masalah klasik, seperti lemahnya koordinasi?
 
Itu di mana-mana. Selama setahun saya di pemerintahan ini, itu (koordinasi sangat jelek kita) dan itu yang sedang diusahakan kerja keras oleh Presiden. Itu sebabnya kita mampu recovery dari perlambatan ekonomi sejak 2012 sampai dengan kuartal ketiga tahun lalu.  Kuartal keempat kan sudah diumumkan naik 5,04 persen dan average naik 7,9 persen. Artinya kita sudah bottoming out sudah keluar dari krisis yang bisa menimpa kita tahun ini. Nah keamanan itu menjadi penting, ngapain itu Menko Polhukam melihat ekonomi, itu seperti dua sisi mata uang, karena kalau ekonomi tidak bagus akan berdampak kepada keamanan dan keamanan juga sebaliknya. Oleh karena itu kita harus selalu memberi informasi kepada sektor ekonomi bahwa tolong dilihat ada data ini, misalnya beras, gula kok langka, nah itu bisa nampak kenapa. 
 
Kalau Anda lihat dari empat teroris yang meninggal kemarin itu, seperti Afif Sunakin itu datang dari keluarga miskin di Subang. Dari 9 bersaudara 6 meninggal karena tidak layak hidupnya. Nah masalah kemiskinan juga penting. Presiden dan pemerintah mengenai dana desa sekarang itu saya kira akan punya dampak bagus bagi keamanan, kontribusi untuk perbaiki keamanan.
 
Jadi kita musti lihat holistik permasalahan itu, tidak bisa terus terkotak-kotak. Kalau Anda tanya apa yang harus diperbaiki, ya koordinasi. Kalau ini bisa diperbaiki, kita punya orang-orang yang profesional, kita cukup punya dana untuk beli peralatan-peralatan yang canggih. Ya kita punya organisasi yang cukup bagus. Kalau itu dilakukan dengan baik artinya tidak ada masalah yang tidak bisa dikendalikan.
 
Empat tahun ke depan apa target seorang menko polhukam yang harus dicapai?
 
Saya berharap koordinasi antarkementerian lebih baik, yang di bawah saya maupun yang di luar saya. Makanya presiden tuh selalu membuat ratas, rapat kabinet terbatas untuk menyinkronkan semua. Nah dari saya sendiri ingin punya kontribusi yang kuat untuk menjamin kepada investor atau masyarakat umum bahwa keamanan bisa dijaga dengan baik. Kedua saya ingin kalau ada masalah-masalah yang terjadi secara sporadis di bawah misal kesulitan investor, saya bisa jadi bagian komunikasi penyelesaian masalahnya. Oleh karena itu penting membangun dan menjaga confidence khususnya dengan investor baik asing dan dalam negeri.  Kalau itu bisa dilakukan, saya pikir tahun ini kita bisa tumbuh dengan baik, 5,5 persen sampai dengan 6 persen. Kalau itu bisa dicapai mestinya tahun depan bisa lebih baik lagi.
 
Lembaga penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan Agung dan KPK, mana yang mendesak untuk dibenahi?
 
Kalau menurut saya KPK sudah semakin baik, undang-undangnya yang ada itu bukan direvisi tapi disesuaikan. Empat hal itu adalah mengenai adanya Dewan Pengawas yang orang-orangnya ditunjuk pemerintah, yang orangnya juga melekat dengan institusinya. Itu kan di mana-mana ada juga ada dewan pengawasnya, atau oversight committee. Kedua SP3 masak kalau sekarang, maaf kamu misalnya sakit seperti Ibu Hj Siti Fajriah Bank Indonesia sampai meninggal kan tidak bisa di SP3. Apakah itu tidak melanggar hak azasi manusia? Atau tiba-tiba kamu ditahan karena tersangka, misal ada alat bukti baru ditemukan masak ya tidak mungkin bisa dihentikan SP3, itu juga against human rights. Apa pasti Anda itu punya cukup data atau tidak ada data yang baru. 
 
Ketiga, menyadap itu kita hanya mau untuk ada proses di dalam, jadi penyadapan tidak perlu ke pengadilan, jadi internal KPK, tapi harus ada prosedur tersebut. Nah keempat soal penyidik independen, itu yang minta KPK sendiri karena tidak ada dalam KUHAP, yang ada hanya Kejaksaan dan Kepolisian. Jadi sebenarnya tidak ada yang menjadi masalah (yang disebut-sebut) kemarin, nilai tambah 12 tahun lah umurnya, tambah Rp50 miliar lah, harus izin pengadilan lah, kan tambah ramai kalau itu. Jadi kalau sepanjang itu ya saya rasa tidak ada masalah. 
 
Berarti SP3 itu akan dijelaskan bahwa misalnya diberikan karena meninggal atau sakit keras, ada substansi itu ya?
 
Ya ada, itu bukan mengada-ada itu memang usulan pemerintah memang seperti itu. Jadi kita tidak mau gara-gara janjian kita sama parlemen,  DPR, waktu itu begitu.
 
Saat ini lagi getol penggerebekan kampung narkoba dan sidak narkoba oleh polisi dan BNN, sudah tepat demikian?
 
Memang narkoba ini sudah emergency, menurut saya terorisme itu berbahaya, tapi kalau Anda mau tanya saya pribadi, menurut saya narkoba ini lebih berbahaya, masuk di semua lini, tidak ada urusan agama, tidak ada urusan suku, tidak ada urusan pangkat jabatan, masuk aja dia (narkoba). Sekarang dari data yang kita punya tahun lalu 2,59 juta yang sudah terkena narkoba dan itu hanya yang di atas, yang di bawah kita tidak tahu mungkin lebih besar. Dan 60 persen isi penjara itu semua orang-orang narkoba, bahkan 75 persen peredaran narkoba itu diatur di dalam penjara, 30-50 orang setiap hari meninggal karena narkoba, jadi ini kan lebih parah dari teroris. Kalau teroris ini segmennya masih agak terbatas, kalau narkoba ini tidak terbatas.
 
Jadi jangan merasa kalau narkoba ini kita bisa imun, kalau kamu sembahyang tiap hari, apapun agamamu lantas kamu bisa imun, tidak. Kalau sudah dekat dengan narkoba sudah pasti dekat dengan HIV, pasti saya jamin tidak ada urusan, nah ini kita mau generasi mana, generasimu atau generasi kita, tidak mau kan. Makanya kita harus serius menangani masalah ini. Jadi pemerintah memang mendorong penanganannya memang lebih kencang, kita kerja keras untuk itu. 
 
Pemberantasan narkoba jadi salah satu prioritas pemerintah?
 
Ya, prioritas
 
Kepala BNN Budi Waseso (Buwas) katakan kekurangan anggaran dan kekurangan personel, dukungan pemerintah akan ditambah?
 
Pastilah kita support, dia kan harus bekerja dekat dengan polisi. Ya tidak mungkin menambah personel dia karena kan ada polisi. Tapi kalau anggaran mereka betul harus ditambah karena saya pikir Buwas sudah bekerja dengan cepat untuk mengatasi masalah ini. Tadi malam kan dia tangkap berapa ratus alat suntik, pasti itu tidak steril, pastilah ada penyakit-penyakit yang tidak jelas di situ. Jadi sudah saatnya kita semua lakukan, bahu-membahu mengatasi masalah narkoba.
 
Ngomong-ngomong BNN sekarang banyak aksinya, sementara Bareskrim dianggap sepi setelah Buwas tak lagi  di situ. Nah waktu Pak Anang Iskandar di BNN, justru BNN yang cenderung "sepi". Bagaimana menurut Anda?  
 
Ya tidak begitu juga, semua masing-masing punya cara sendiri untuk mengurus kerjaannya. Pak Anang kan tidak diam juga, banyak yang dikerjakan, gayanya Beliau begitu, yang perlu kita lihat yang output-nya saja. 
 
Revisi UU Terorisme, soal perpanjangan masa tahanan jadi pro-kontra temasuk dari civil society organizations karena dikhawatirkan potensi penyiksaan?
 
Ya suruh saja dia datang kemari emang kita bego apa? Ya tidak lah. Itu semua karena kita ingin membuat negeri kita ini aman. Revisi UU Terorisme itu masih lebih soft dibanding dengan internal security act-nya Singapore atau Malaysia, kita masih lebih civilized. Jadi saya pikir tidak 30 hari kan di tahanan, misal kita buat rundingan di ruangan ini mufakat untuk melakukan kudeta ya kita bisa ditahan dan diperiksa selama 30 hari. Itu yang saya namakan preventif.
 
Sebelum mereka aksi sudah bisa diambil dahulu, orang yang menyiapkan fasilitasnya juga bisa ditanya, bisa dimintai keterangan. Lah sekarang kan tidak, seolah-olah ini menjadi surga buat terorisme beroperasi karena tidak jelas. Sekarang dia join foreign fighter di Syria, dia balik kita tak bisa berbuat apa-apa karena tidak bisa. Nah sekarang kalau lu orang pergi ke sana kita ada bukti ya paspormu kita cabut atau pas sampai di Indonesia kita ambil kewarganegaraannya. Hal-hal seperti itu saja. 
 
Jadi soal pencabutan paspor jelas ada dalam draf UU itu ?
Ada.
 
Sudah sampai DPR?
Mestinya sudah sih, ya karena itu sudah bagian Istana.
 
Terakhir lihat di Facebook ada posting-an anak-anak didik dari Sekolah Unggul Del Toba Samosir, yang Anda dirikan, ke NASA. Anda terlihat sangat antusias. Bagaimana ceritanya? 
 
Ya bagaimana ya, ketemu anak dari kampung, orang miskin kok bisa menang lawan orang-orang dari negara Amerika dari negara lain. Senanglah lihat itu, itu kontribusi saya dalam usia seperti ini. Saya sudah hampir (membina sekolah) 10 hingga 15 tahunan, sekarang sekolah itu berjalan baik. Awalnya D3, institut, sekarang buat SMA juga. Semua bertahap kan dulu hanya 40 orang satu angkatan sekarang sudah berapa ratus dan saya masih subsidi, tidak tahu berapa miliar pertahun ya, banyaklah. Di rural area itu kalau gurunya tidak diurus yang bagus, mana dia mau tinggal di sana, jadi kan harus diurus dengan baik. 
 
Kalau kamu buat harga sekolahnya seperti sekolah di Jakarta atau di Jawa mana masuk anak-anak miskin itu, padahal mereka pintar-pintar. Sekarang saya kirim sekolah ada yang ke Inggris, ada yang ke Belanda, ada di Australia, mereka itu ambil doktor. Setiap tahun saya push dan saya target, saya mau bikin di situ 40 sampai 50 Ph.D di sana, dalam 4 hingga 5 tahun ke depan, yang terbaik yang top school jadi tidak ada sekolah yang macam-macam. Jadi seperti yang ke NASA nanti semua bagus, saya mau kirim semua ke top school juga. Ada kemarin yang dua di Inggris melamar ke MIT dan Stanford.
 
Jurusannya mengapa hanya bidang IPA seperti teknik, dan lain-lain?
 
Jadi tiga cuma, orang Batak itu matematikanya kuat. Jadi saya kasih satu IT, kedua biotech dan ketiga business school related ke IT. Kalau SMA unggulnya kami seleksi dari 1800 orang kita ambil 130 hingga 140 orang.
 
Kapan terakhir ke kampung halaman?
 
Tiga minggu lalu saya ke sana, melihat danau Toba sama Pak Rizal Ramli. Biasanya saya 3 sampai 4 kali dalam setahun pulang. Kampung saya itu Simargala, sekitar 5 kilometer dari sekolah itu, masuk kampung lagi.
 
Apa yang paling dirindukan dari kampung halaman?
 
Tidak juga, saya pikir-pikir tidak ada kerjaan, saya berdagang, saya pikir berapa banyak uang sih dalam hidupmu. Kan saya ini tentara bukan pebisnis bikin ini itu, saya sudah punya sesuatu ya cukuplah. Ya saya pikir apa yang bisa saya perbuat untuk community, ya saya bikinlah itu pelan-pelan sekarang sudah berkembang bagus, kalau IT kita yang terbaik di Sumatra. Saya kirim keluar ke mana-mana. Kampus di sana seperti resort, 1300-an orang total SMA dengan institut.
 
Gratis biaya seluruhnya?
 
Tidak juga, dulu saya subsidi 80 persen, kan sekarang banyak juga orang-orang berpunya ngapain saya subsidi orang punya. Tapi sekarang saya subsidi 40 sampai 50 persen, tapi nanti tahun 2018 saya mau buat Break Event Point (BEP) karena sustainability kan penting, supaya mereka bisa jalan, kalau saya mati belum tentu anak-anak saya mau seperti saya. Jadi kalau nanti dia sudah tak subsidi masih ada profit, 10 sampai 20 persen dia sudah bisa jalan. Tapi saya kasih juga misal saya ada kebun kelapa sawit saya kasih 2.500 hektare untuk mereka, untuk endorsement dia. 
 
Sekarang isu reshuffle kerap digulirkan, mungkin karena orang makin kritis juga. Terganggu dengan itu?  
 
Itu juga satu (orang makin kritis), kedua mungkin orang-orang menganggap bahwa ini (Jokowi) dari Solo kok tiba-tiba jadi presiden. Ada juga orang-orang elite yang menganggap enteng. Kan banyak kan orang pesimistis dengan presiden. Ternyata kan kalau Anda lihat 2014 ekonomi kita sebenarnya sudah slow down, jadi waktu timbang terima pun sudah menurun. Hanya dua kuartal Presiden Jokowi sudah bisa membuat bottoming up itu, kan sudah menjadi sebuah prestasi. Orang tidak melihat begitu, orang hanya melihat PHK yang dibesar-besarkan, di mana di dunia ini tidak ada PHK, orang tidak cerita pembangunan infrastruktur itu juga memperkerjakan ribuan orang juga. 
 
Kalau kamu lihat sekarang ada tidak dalam sejarah kita pembangunan insfrastruktur kita sekaligus seluruh Indonesia, di mana sekarang yang tidak ada. Di Sumatra 2.700 kilometer jalan tol, di Jawa tol road dari Banjarnegara sampai dengan Banyuwangi, di Bali bendungannya jalan juga diperbaiki, di NTT sama juga, jalan sepanjang perbatasan diperbaiki, terus pintu masuk border juga diperbaiki jadi semakin bagus.
 
Di Papua sekarang perbatasan dibuat high line-nya dibangun jalan, di Sulawesi rel kereta Api sudah 21 kilometer, di Kalimantan dari Kalimatan Tengah sampai ke Kalimantan Selatan juga, praktis apa dampaknya itu. Sebenarnya orang tidak lihat apa dampaknya itu perubahan ekonomi, itu kan akibatnya perputaran uang di daerah itu jadi banyak, katakanlah seperti misalnya NTT, pembangunan bendungan di sana itu menghabiskan dana 1 triliun setahun, uang berputar, uangnya kan berputar di situ, kan ekonominya juga begitu. 
 
Kedua, orang tidak sadar tahun lalu Rp 21 triliun itu dana desa untuk 74.752 desa seluruh Indonesia lalu dia rata-rata dapat Rp 742 juta per desa. Tahun ini dia dapat rata-rata Rp1 miliar rupiah lebih per desa, tahun depan dia akan dapat Rp81 triliun hampir dua kali lipat dari sekarang. Berarti itu kalau kita lihat angkanya hampir Rp2 miliar, 2018 itu dia akan dapat Rp111 Triliun, nah dampaknya semua pemerataan ekonomi itu kan jadi jalan, bayangkan misal kayak di kampung saya yang penduduknya 1 desa 700 hingga 800 orang dan dia dapat Rp1 miliar kan dia bisa buat ekonomi jalan, desa itu simultan berjalan. Katakanlan 10 sampai 15 persen itu tidak benar, tapi kan Anda lihat sebagian besar persen berjalan. Jadi kalau lima tahun ya hampir Rp300 hingga Rp350 triliun itu belum pernah sepanjang sejarah Indonesia terjadi. 
 
Itu akan membantu keamanan, karena kalau orang sibuk makan, kemudian ada keadaaan kan orang tak mau diajak macam-macam seperti Afif Sunakin, dia bergabung dengan teroris karena kemiskinan, salah satu faktor, memang tidak hanya satu saja. Jadi kalau program pedesaan ini bisa jalan terus, menurut saya itu akan membuat Indonesia bagus, saya bukan ekonom tapi saya belajar banyak, karena praktisi dan saya juga pebisnis, makanya saya yakin tahun depan kita bisa tumbuh 7 persen atau 6,6 persen mungkin, I don’t know. 
 
Jadi ini yang kadang-kadang orang kurang ekspos, orang cerita wah ini, apa ekonominya pemerintahan Jokowi runtuh, saya bilang yang runtuh yang mana tidak ada, saya bilang infrastruktur dibiayai pakai pinjaman luar negeri ada, tapi pinjaman itu digunakan untuk produktif ya tidak masalah, kan dia nanti bayar balik. Tapi kalau dibayar untuk membayar bunga utang atau pinjaman, itu tidak boleh. Dulu itu pernah dilakukan, zamannya Presiden Jokowi saya lihat belum ada bahkan rasio utang Indonesia ke PDB hanya 26 persen, masih jauh lebih kecil dibanding negara-negara maju di dunia. Negara besar rasionya 100 persenan, kita masih segitu orang ribut, itu tidak masalah asal produktifitas bagus. 
 
Ketiga selama berapa belas tahun kita banyak yang tidak efisien, misalnya cost transportation kita tinggi 14,9 persen, kalau kita bisa turunkan dengan program itu semua turun 8 persen saja tahun depan itu akan berdampak kepada ekonomi. Keempat misalnya soal pajak, pembayar pajak kita tahun ini Rp1.365 triliun revenue-nya kita tahun proyeksinya. Nah kalau sekarang tax amnesty jalan jumlah pembayar pajak meningkat dari 981 ribu sampai dengan 2 hingga 3juta orang dalam 2 hingga 3 tahun ke depan. Saya optimis bisa kita dekat dengan Rp2 ribu triliun penerimaan pajak kita 2017 hingga 2018, I don’t know. Ini saya praktisi bukan ekonom. Jadi kalau Rp2 ribu triliun kita tambah hampir Rp700 triliun, kau tak bisa hitung bagaimana, itu tidak gampang loh. 
 
Kita bicara anggaran kita itu selalu di bawah 90 persen, sekarang 90 persenan kalau kita bisa maintenance ke 95 persen tahun ini dan kita bisa menaikkan tadi kau mau bikin apa, nah belum lagi kita lakukan reevaluasi aset, kita GDP kita hampir Rp1 triliun, kita bisa dalam 2 hingga 3 tahun GDP kita bisa sampai $US1,2 hingga 1,3 triliun. Kalau itu terjadi mestinya pertumbuhan ekonomi makin bagus.
 
Anggapan Presiden Jokowi terlalu mengikuti cara Presiden China, Xi Jinping.  Jadi tidak penting sumber uang dari mana, yang penting bangun saja dulu nanti akan kembali, bagaimana menurut Anda?
 
Tidak begitu juga, itu kan mendorong tapi kan kita membuat perhitungan oleh sebabnya diambil subsidi itu, nah subsidi tahun lalu Rp211 triliun itulah modal dasar sehingga beban fiskal kita tambah semakin baik. Nah dari 2011 itulah dibagi-bagi, sebagian infrastruktur, pendidikan, kesehatan, itu semua tadi jalan.
 
Nah tahun ini kelihatannya jadi lebih baik, kita harapkan semua lebih bagus, jangan saja terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan dalam perjalanan. Tapi kalau program sekarang ini bisa dijalankan 80-85 persen saja sudah luar biasa kita, tidak perlu berharap 100 persen, 85 persen saja cukup. Dengan program Pak Jokowi ini saya yakin bisa. Beliau hands-on, kita lihat banyak pemimpin itu pada tataran kebijakan, tidak turun ke bawah.
 
(ren)
 
 
 
 
 
 
 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya