Kepala Badan POM, Roy Sparringa 

Kita Seperti Pemadam Kebakaran 

Kepala BPOM Roy Alexander Sparringga
Sumber :

VIVA.co.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum lama ini menggelar razia pangan besar-besaran.  Operasi bertajuk Opson ini dilakukan bersama International Criminal Police Organization (ICPO) atau Interpol. Kepala BPOM, Roy Sparringa mengatakan, operasi Opson kelima tahun ini diikuti 57 negara. Indonesia untuk pertama kalinya terlibat dalam operasi ini dan menunjuk BPOM sebagai koordinator nasional.

Beredar Produk Makanan Tanpa Label BPOM di Bekasi

Dalam operasi tersebut BPOM berhasil menyita empat juta lebih produk pangan ilegal dan tak memenuhi syarat dengan nilai ekonomis mencapai Rp18,2 miliar. Temuan itu merupakan hasil dari penggeledahan 46 tempat di seluruh Indonesia. Sebagian temuan merupakan pangan impor yang didatangkan dari sejumlah negara. Menurut Pria kelahiran Sidoarjo, 1 Mei 1962 ini, produk ilegal masuk melalui transportasi laut dengan memanfaatkan ‘jalur tikus’ dan pelabuhan tak resmi.

Jebolan Food Science and Technology, University of Reading, Inggris ini menuturkan, dari sejumlah temuan itu yang membuat malu adalah bakso dan usus ayam berformalin. Pasalnya, meski nilai ekonomisnya kecil, yakni hanya sekitar Rp4 juta, hal ini dianggap dunia internasional sebagai temuan besar. Interpol memberitakan temuan tersebut di Lyon, Prancis dan diekspos di dunia internasional.

Awasi Makanan Mengandung Narkoba, BPOM Gandeng BNN

Kepada VIVA.co.id, pria yang bernama lengkap Roy Alexander Sparringa ini mengaku, bahwa sampai saat ini lembaganya masih kesulitan memberantas peredaran pangan berbahaya. Penyebabnya beragam, mulai dari kesadaran masyarakat yang masih kurang hingga lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran sehingga tak menimbulkan efek jera. Demikian petikan wawancara yang dilakukan di kantor BPOM di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Anda mengatakan, temuan bakso dan usus berformalin dalam operasi Opson kemarin sebagai hal yang memalukan. Kenapa?

BPOM Sita Makanan Ilegal Senilai Miliaran Rupiah

Masyarakat internasional mengganggap itu sebagai temuan luar biasa. Karena ada makanan manusia yang ditambah pengawet mayat. Kalau ilegal mungkin sudah biasa.

Apa yang bisa dipetik dari kasus tersebut?

Temuan ini ingin kami jadikan momentum. Bahwa praktik-praktik penyalahgunaan barang-barang berbahaya kalau itu dianggap tindak pidana ringan akan berbahaya.

Kenapa?

Karena lama kelamaan masyarakat akan permisif dan menganggap itu sebagai hal biasa. Padahal menurut saya, itu merupakan kejahatan luar biasa. 

Maksudnya masuk kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime?

Mungkin tak sebesar itu. Tapi saya ingin mengatakan, bahwa ini bukan pelanggaran tapi  kejahatan. Dan bukan kejahatan yang bisa dianggap sepele.

Mengapa?

Karena dia meracuni masyarakat dan efeknya kronis.

Efeknya seperti narkoba?

Iya, membunuh secara halus dan pelan-pelan. Jadi jangan berpikir soal nilainya, tapi dampaknya bagi masyarakat. Selain itu ini akan menjadi beban pemerintah. Karena angka orang sakit dan kematian akan meningkat. Pasalnya, sejumlah penyakit yang mematikan seperti kanker, ginjal, lever, itu semua akibat mengonsumsi makanan-makanan berbahaya.

Sebenarnya bagaimana pangan berbahaya itu bisa masuk dan beredar di Indonesia?

Modus operandinya masuk ke pelabuhan tidak resmi dan gudang dekat-dekat situ. Menurut saya cukup sulit pengawasannya. Untuk itu saya ingin masyarakat ikut serta mengawasi. Saya ingin pelapornya diberi insentif dan reward.

Jadi masuknya lewat pelabuhan tidak resmi?

Iya kemarin lewat pelabuhan tidak resmi, tapi juga banyak modus. Indonesia begitu terbuka, banyak pelabuhan-pelabuhan informal, pelabuhan rakyat. 

Menurut Anda, kenapa pangan dan obat-obatan berbahaya masih bisa beredar?

Karena ada permintaan. Karena ada peluang. Peluang ini yang membuat mereka leluasa untuk melakukan itu. Peluang itu bisa terjadi karena rendahnya pengawasan. Karena pengawasannya belum maksimal. Kita tahu kondisi Indonesia sangat terbuka.

Selain itu?

Tidak ada efek jera. Begitu ketahuan sanksi hukumnya ringan. Karena itu saya minta agar jika ada kasus tersangkanya diumumkan. Sebab, selama ini tidak pernah diumumkan. Saya ingin publik memantau, melihat agar kasus tersebut menjadi sorotan publik.

Apakah ada kerja sama dengan lembaga lain?

Kami punya ide bekerjasama dengan sejumlah pihak, salah satunya dengan Ditjen Pajak. Karena kasus-kasus peredaran bahan pangan dan obat-obatan berbahaya bisa saja terkait dengan penggelapan pajak atau pencucian uang. Kita bicara ke sana. Tapi mekanismenya seperti apa sedang dikaji.

Bagaimana pengawasan pangan dan obat-obatan di luar negeri?

Badan POM atau FDA di luar negeri sangat efektif. Karena dia bisa menjatuhkan sanksi denda. Walaupun kita sudah ada tapi tidak pernah dilaksanakan. Kami ingin ke depan ingin itu yang lebih ditakutkan dibanding masuk ke pro justisia. Vonisnya ringan dan dendanya juga kecil di kisaran lima jutaan. Di luar negeri dendanya bisa miliaran. Satu industri kalau dia lalai bisa miliaran dendanya.

Artinya, di Indonesia hukumannya ringan sehingga tak ada efek jera?

Mungkin mereka berpikir pasal yang disangkakan kurang kuat. Ada yang sebagian ngomong kurang lebih begitu.

Sebenarnya apa sanksinya?

Kalau makanan, jika mengandung bahan berbahaya lima tahun penjara dan dengan Rp10 miliar. Tapi faktanya, vonisnya sering ringan. Hukuman kisaran bulanan, dendanya Rp1-2 juta. Makanya itu kalau kena operasi BPOM ya dimusnahkan. Tapi kalau ilegal apa yang mau dimusnahkan, solusinya cabut ijinnya.

Menurut Anda hukuman apa yang bisa bikin efek jera pelaku, penjara atau denda?

Dua-duanya bisa kita lakukan.

Jual beli kosmetik dan obat-obatan melalui online marak terjadi. Bagaimana pengawasannya?

Masalah ini bukan hanya masalah Indonesia tapi juga masalah global. Untuk itu Interpol mengatakan ayo kerja sama. Ini kejahatan transnasional, bisa saja mainnya di sini tapi bisa juga lintas negara. Memang lebih sulit karena transaksinya tidak ketemu secara fisik, mereka beli kemudian dikirim.

Kita harus punya kemampuan cyber crime. Bagaimana kita melacak lokasinya. Makanya kami sedang menjajaki mengirim beberapa staf untuk belajar tentang cyber crime khusus untuk itu. Interpol minta ada orang Indonesia yang ditempatkan di luar negeri, pengawasan lintas negara. Memang sulit tapi harus diatur. E-commerce kami dukung, tak mungkin setop. Karena itu kesempatan bagus untuk pertumbuhan ekonomi kita.

Lalu apa solusinya?

Harus diimbangi, sistem pengawasan dan regulasi, harus diatur. Mereka jangan dilarang tapi harus diatur khusus. Kami sudah komunikasi dengan Kominfo. Sudah ada kerja sama untuk memblokir situs yang menjual barang berbahaya. Kalau kami minta tutup ya ditutup.
 

Bagaimana keamanan makanan dan obat-obatan yang dijual melalui online? 

WHO mengatakan, 50 persen obat yang dijual melalui online itu palsu. Dan memang benar. Produk-produk yang bermasalah itu pas kita tangkap kata mereka jualnya lewat online. Itu memang lebih sulit. Kita harus kerja sama dengan jasa pengiriman barang, Kominfo, bea cukai, Kepolisian.

Pernah ada kasus terkait jual beli kosmetik dan obat-obatan melalui online?

Sering. Contohnya tahun lalu dari transaksi online Rp27,6 miliar yang 16 miliar itu alat kesehatan. Itu cuma seminggu kita peroleh. Artinya BPOM harus menjalin kerja sama dengan banyak pihak?
Iya benar. Kalau kita melakukan pengawasan konvensional biasa-biasa saja ya tidak bisa. Makanya saya ingin ada terobosan, ada rapat khusus lintas sektor.

Terobosan?

Kita terlalu banyak masalah karena posisi kita hanya seperti pemadam kebakaran saja. Itu yang saya tidak mau, yang disentuh harus akar masalahnya.

Kita sudah memasuki era MEA. Bagaimana strategi BPOM dalam mengawasi keluar masuknya makanan dan obat-obatan? 

Pengamanan harus ditingatkan. Pintu masuk harus diperkuat. Tapi masalahnya BPOM tidak punya kewenangan di pintu masuk. Ada gap lagi di situ. Kami ingin kawan kita di pintu masuk diperkuat. Kalau masuk ke peredaran kami harus bisa awasi distribusi, kita cek, kita uji, sama tidak, sesuai tidak. Kalau tak sesuai kita Tarik, kita balikin semuanya dan itu yang terjadi jika produk kita ditolak di luar negeri.

Ini harus menjadi gebrakan bagi Indonesia. Jangan jadi negara sampah, jangan jadi pasar saja. Kita harus menjaga teritorial kita, masyarakat kita. Mereka bisa menolak produk kita kenapa kita tidak? Apa produk mereka bagus semua? Saya tidak yakin. Untuk itu harus diperkuat di pintu masuk.

Selain pengawasan di pintu masuk?

Kerja sama lintas sektor.

Setelah MEA apakah ada peningkatan  peredaran makanan dan obat-obatan berbahaya?

Produk Ilegal meningkat dan yang online juga meningkat.

Apa syarat bagi makanan dan obat-obatan impor agar bisa masuk Indonesia?

Kalau yang importasi syaratnya dia harus punya nomor surat ijin edar. Setiap kali impor bea cukai bisa mengeluarkan kalau ada surat keterangan impor. 

BPOM selalu merazia makanan dan obat-obatan berbahaya. Tapi kenapa kasus yang sama terus berulang.  Masalahnya dimana?

Kewenangan BPOM terbatas. Indonesia dengan geografis yang terbuka banyak celah di sana sini, memang sulit. Masyarakat juga perlu diedukasi. Saya pernah melakukan operasi di Jambi, tapi masyarakat justru melawan kami.

Sejauh ini apa kendala yang dihadapi BPOM?
 

BPOM ini tugasnya mulia, menjaga orang mulai bangun tidur hingga akan tidur lagi. Mau tidur gosok gigi, bangun tidur mandi, sabun, kosmetik, makan, minum, obat. Bayangkan kalau tidak ada Badan POM. Kami cuma ingin mandat yang jelas. Sebab selama ini tidak ada Undang-Undang soal Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sehingga intervensi pihak lain sangat tinggi.


Lalu, selama ini apa payung hukum yang mengatur BPOM?

Perpres. Pembentukan kita dari Perpres. Kami tidak bisa melakukan ini itu, karena kewenangan kami terbatas.

Posisi BPOM sangat strategis, tapi kenapa tak ada regulasi yang memayungi?

Itu masalahnya. Padahal idealnya di mana-mana mandatnya harus jelas.

Bagaimana progres dengan RUU terkait BPOM?

Sudah masuk prolegnas, tunggu saja. DPR mendukung, ini inisiatif DPR.
 

Bagaimana dengan kesadaran masyarakat?

Kurang, perlu edukasi. Kami ingin mencetak banyak kader, kader-kader itu harus kita gerakkan. Saya ingin bikin terobosan, mengkader dengan perguruan tinggi sudah, tapi hanya sampai KKN. Usai KKN selesai. 
 

Apa harapan Anda?

BPOM bisa berubah. Kalau tidak berubah tentu apa yang menjadi konsen masyarakat selama ini tidak akan tercapai. Saya sebagai kepala BPOM akan banyak melakukan perubahan dan kebijakan. Kami berharap agar dapat dukungan banyak dari kementerian lembaga, agar tidak bekerja sendiri.

Karena kewenangan kami sangat terbatas, tentu kerja sama harus dioptimalkan. Masyarakat menjadi mitra yang tidak bisa dianggap sepele, justru akan menjadi andalan kami. Meningkatkan pengawasan dengan meningkatkan partisipasi publik. Saya ingin ada agent of change di mana-mana, BPOM itu adalah agen dari masyarakat sendiri.


    
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya