Dian Sastrowardoyo

Bisnis Apa Saja di Indonesia Pasti Untung

Co-founder Frame A Trip Dian Sastrowardoyo di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id –  Sebuah startup kembali lahir di Indonesia. Mengusung nama Frame A Trip, startup yang belum berumur satu tahun ini membidik bidang fotografi. Lumrahnya startup kebanyakan, Frame A Trip juga diisi sosok-sosok muda, seperti Michael Tampi sebagai CEO, Arief Subardi sebagai COO, Damon Hakim sebagai CMO, Hermawan Sutanto sebagai Sales Advisor, dan Dian Sastrowardoyo sebagai Chief of Partnership.

Intip Galeri Masa Kecil Dian Sastrowardoyo, Cantik Sedari Dulu

Di antara para co-founder Frame A Trip yang didominasi pria tersebut, terselip satu perempuan yang namanya sudah tak asing lagi. Dia adalah Dian Sastrowardoyo yang tak lain adalah salah seorang aktris Indonesia. Lewat perannya sebagai Cinta di film Ada Apa dengan Cinta?, Dian sukses membetot perhatian publik Tanah Air.

Kini, pemilik nama lengkap Diandra Paramita Sastrowardoyo itu tak hanya bergelut di dunia akting. Ia juga merambah usaha rintisan digital atau startup yang sedang naik daun dalam beberapa tahun terakhir.

5 Tempat Wisata Favorit Dian Sastrowardoyo Saat Berlibur

Dengan gagasan membangun sebuah marketplace yang menghubungkan para pelancong dengan fotografer lokal, Dian dan empat co-founder lainnya mendirikan Frame A Trip. Seperti apa konsep startup baru ini dan apa yang membedakannya dengan kompetitor? Dian Sastrowardoyo memaparkannya kepada VIVA.co.id beberapa waktu lalu.

Berikut wawancara selengkapnya:

Dian Sastro: Artis Tak Melulu Glamor

Bisa dijelaskan apa itu Frame A Trip?

Saya bersama teman-teman patungan bikin startup baru dan menurut kami ini peluang yang unik banget dan belum banyak orang masuk ke persoalan ini. Jadi kita buat startup yang bernama Frame A Trip. Frame a Trip itu adalah sebuah marketplace yang ingin mempertemukan semua wisatawan atau traveller untuk bisa bertemu dengan fotografer lokal. 

Jadi kita melihat banyak tren, apalagi dewasa ini dengan banyaknya generasi millennial yang masuk lingkungan kerja. Jadi mereka sudah menjadi bagian dari workforce, mereka sudah punya income sendiri, mereka sudah punya spending power

Dengan dia punya spending power, ternyata mereka punya keunikan yang berbeda dibanding generasi sebelumnya. Khususnya generasi millennial itu sangat dekat dengan teknologi dan mereka itu juga sangat ingin menikmati hidup. Kalau zaman dahulu kita kalau punya gaji kita menabung atau beli mobil, dia enggak. Jalan-jalan dahulu. Jadi itu menarik banget dan kita melihat makin banyak tren ini berkembang.

Nah apalagi pas kemarin kita lihat laporannya Mastercard. Dia meramalkan bahwa growth dari industri travelling atau traveller sendiri itu akan enam persen per tahun. Itu bisa akan berkembang sampai tahun 2021.  

Kita lihat subur banget dong dan di Indonesia, sekarang saja wisatawan sudah mencakup 10,6 juta per tahunnya. Dengan pertumbuhan enam persen per tahun kebayang akan lebih besar lagi. Jadi kita melihat peluang ini dan ini ranah yang seksi banget buat kita.

Michael Tampi, dia juga orangnya sangat dekat dengan bisnis fotografi dan saya tuh masuk bisnis ini kenapa? Karena saya berangkat dari fotomodel 20 tahun lalu. Jadi benar-benar lumayan akrab sama industri fotografi, teman-teman fotografer. 

Saya juga melihat kayaknya saya lumayan tahu tantangannya teman-teman fotografer itu kayak bagaimana. Dengan adanya kita bikin marketplace ini, kita saling memberdayakan teman-teman fotografer, jadi makin lebih berdaya lagi. Tapi anak-anak millennial yang posting di social media juga kita berikan,'Daripada elo selfie, daripada elo pakai timer, mending kita sediakan fotografer profesional.’

Lihat juga: VIDEO Dian Sastro Terjun ke Dunia Startup Fotografi

Sudah berapa lama Frame A Trip berdiri?

Kita sudah hampir setahun sebenarnya. Cuma kita baru banyak share ke media itu baru sekarang karena kita tahu kalau misalnya bikin bisnis baru kita inginnya lebih nyaman dahulu sama business model-nya, baru kita mulai share.

Nah kita tuh rencananya dalam 10 tahun sudah menjadi nomor satu di internasional. Jadi kita memang sedikit ambisius. Tapi harus optimis karena kalau enggak kayak begitu kita juga enggak lari. Kerja kan harus lari, enggak boleh jalan enak-enakan.

Selanjutnya....Membangun Bisnis

Membangun Bisnis

Bagaimana ide awal membangun Frame A Trip dan proses bertemu dengan co-founder lain?

Kebetulan saya memang berkawan dengan teman-teman itu. Jadi saya kenal mereka dari Michael Tampi dan Michael itu teman saya olahraga sebenarnya. Kita berdua punya passion terhadap olahraga. 

Michael punya perusahaan fotografi dan video. Kalau saya selama ini berkarier sebagai fotomodel juga, film juga, segala macam. Kebutuhan saya akan supply fotografer profesional juga semakin besar. 

Akhirnya saya dikenalkan Michael dengan teman-temannya yang juga revolusioner juga. Kita cocok nih secara bisnis. Visionernya sama. Keinginan untuk membuat kontribusi bagi negeri sendiri juga sama. Dari situ kita punya semangat. 

Sekarang hitungannya saya cuma pekerja seni. Kalau misalnya saya enggak merambah ke dunia bisnis cepat atau lambat saya enggak akan berkembang juga.

Saya sudah banyak terinspirasi dari teman-teman saya yang pekerja seni tapi juga mulai masuk ke startup, seperti Giring. Kayaknya perlu makin banyak teman-teman pekerja seni yang mungkin makin menginspirasi orang juga untuk berwirausaha. 

Lihat juga: VIDEO Dian Sastro Terjun ke Dunia Startup Fotografi

Bisnis Baru Dian Sastro

Aktris Dian Sastrowardoyo saat ditemui VIVA.co.id di Jakarta, Selasa, 6 Juni 2017. Foto : VIVA.co.id/Muhamad Solihin

Visi dan misi Frame A Trip?

Visinya kita ingin mendominasi market dunia, internasional dengan menjadikan diri kita satu-satunya marketplace yang bisa mempertemukan traveller dengan traveller fotografi. Jadi cita-cita kita enggak cuma di Indonesia saja, tapi kita ingin internasional. Jadi kalau bisa orang satu dunia ini cari traveller fotografi ya carinya ke Frame A Trip. 

Tapi kalau misinya kita simpel banget. Pada saat ini kita misinya adalah untuk mengedukasi orang tentang adanya travel fotografi ini. Orang itu sudah pasti ingin posting, orang sudah pasti travelling. Tinggal bagaimana caranya mereka memikirkan travelling fotografer yang kita provide ini menjadi salah satu solusinya. 

Sekarang ini mereka lebih berpedoman dengan selfie atau minta difotoin orang, atau tongsis. Jadi kalau mau benar-benar bagus posting-nya, yuk kita sediakan fotografer lokal. Enggak mahal juga. 

Bagaimana Anda melihat potensi lokal?

Kita melihat potensi lokal subur banget.  Kita kan negara highly-populated in the world. Kita nomor empat. Jadi dari demographic bonus-nya saja itu sudah sangat menguntungkan kita. Sebenarnya, bisnis apa saja di Indonesia pasti untung. Kalau berpegangan dengan domestic consumption pasti untung. 

Tapi kita punya cita-cita bahwa kita juga tidak bisa mengandalkan market kita cuma orang Indonesia. Kita juga melihat bahwa yang butuh posting, fashion blogger atau mungkin travelling blogger itu enggak cuma orang Indonesia saja. Bahkan kita juga ada neighboring countries, Asia Pasifik. Maksudnya kita juga tahu bahwa orang Asia ‘banci’ tampil. 

Yang namanya tongsis itu kan munculnya di Asia. Jadi kita sangat aware banget dengan keinginan foto-foto, hobi berfotonya orang Asia dan juga kita melihat even orang Amerika dan Eropa juga awareness-nya sudah mulai naik bahwa sekarang social media enggak cuma buat teman dan saudara saja, tapi bisa menjadi tempat untuk memarketkan diri kita, personal branding

Jadi orang bisa berkarier di situ. Di situlah di mana keinginan dan kebutuhan untuk memposting dengan kualitas gambar editorial jadi muncul. Kalau page social media kita jadi tempat membrandingkan diri kita itu mulai muncul, harus kualitas studio lah.

Apa yang membedakan Frame A Trip dengan startup lain yang bergerak dalam bisnis serupa?

Keunikan kita dari kompetitor kita itu ada beberapa. Yang pertama, kita itu very affordable. Kalau kompetitor kita mungkin enggak se-affordable kita. Kalau kita harganya dimulai dari US$265 atau kurang lebih sekitar Rp3 jutaan. 

Dengan Rp3 juta itu, kita sudah dapat dua jam fotografer eksklusif buat kita. Terus kita sudah dapat 70 high resolution pictures yang sudah diedit secara gratis oleh tim kita. Sudah layak tayang dan itu pun kalau kita blow up sampai kita mau print 60 x  80 sentimeter dia enggak pecah. Jadi benar-benar high resolution. Kita punya jasa editing-nya juga. Jadi benar-benar mau make sure komposisi sama warna dan segala macam, saturation-nya sudah seimbang semua.

Keunikan kita yang kedua, kita mem-provide klien kita dengan personal assistant. Jadi kita menyediakan satu orang yang akan membantu klien untuk janjian sama fotografernya. Kedua, ngasih suggestion best spot untuk pemotretan bagusnya di mana. Ketiga, ngasih suggestion untuk wardrobe

Misalkan kita mau foto sekeluarga kita bagusnya sih di tempat-tempat banyak pohon kayak begini, bagusnya wardrobe-nya ini. Jadi sudah ada diskusi soal ini sampai cuaca. Ramalan cuacanya. Kalau kita lagi travelling kan kita kadang suka enggak aware di sana tuh lagi dingin atau lagi panas. Kira-kira pakai jaket ini ketebelan apa enggak sih. Jadi kita mau mem-provide customer kita dengan itu. 

Keunikan ketiga, fotografer enggak kita langsung sodori begitu saja. Kita tahu banget masalah industri visual seperti ini, selera klien kita sangat-sangat kunci. Orang itu beda-beda seleranya. 

Jadi kadang-kadang sebelum kita menjodohkan fotografer dengan klien, kita kasih option dahulu sama kliennya. ‘Bu kalau di Positano, misalnya. Di kota ini fotografer yang available ada tiga.’ Tiga-tiganya, portofolionya kita kasih. ‘Ibu sukanya yang mana?’

Jadi mungkin ada yang lebih dark, lebih dramatis. Ada yang dreamy flowy-flowy kayak fotografer wedding. Ada juga yang lebih kasual. Itu terserah ibunya. Jadi kita memberikan option kepada klien.

Terakhir pembeda kita dengan kompetitor kita adalah kita money back guarantee di mana pada saat customer tidak puas, kita bersedia untuk mengembalikan uangnya. Dan kelima, ada element of surprise. Kalau kompetitor kita enggak ada. Element of surprise itu baru bisa saya kasih tahu kalau jadi klien saya.

Selanjutnya...Susun Strategi

Susun Strategi

Seperti apa strategi dan business plan Fame A Trip?

Internal kita sudah punya quick win, sudah punya strategi jangka panjang, jangka pendek. Yang paling darurat yang mana. Tentunya kita enggak bisa share di sini. Tapi kita semua berlima sangat semangat banget dan optimis melihat perkembangan ke depannya. 

So far dari pertama kita buka sampai sekarang alhamdulillah secara client based maupun secara banyaknya fotografer yang kita engage itu responsnya positif semua dan kita bahkan dua kali lipat lebih besar daripada target kita. Jadi optimis banget. Kita alhamdulillah bisa jalan lebih bagus daripada yang kita harapkan dan kita akan mempertahankan ini dengan kinerja yang sangat baik lima sampai 10 tahun ke depan. 

Bagaimana pendekatan Frame A Trip ke customer?

Strategi kita memasarkan produk kita sangat tidak sporadis. Kita sudah sangat melakukan pemetaan. Jadi tipe-tipe market kita biasanya pengguna social media. Otomatis kita promosinya lewat social media. Tipe-tipe orang yang menggunakan servis kita adalah orang yang dekat dengan teknologi, sehingga marketing kita lewat jasa-jasa, media-media yang ada di teknologi. Ya ini seperti VIVA.co.id. Bukan konvensional media. Kalau konvensional media kan printed, tv. Terus terang itu lebih mass. 

Sementara kita mau lebih efektif saja karena pengguna jasa kita yang memang suka travelling. Biasanya update dengan informasi terkini. Digital. Jadi kita menggunakan media-media yang lebih digital. 

Dari mana dana atau funding untuk membangun Frame A Trip? Apakah Anda salah satu penyandang dananya?

Jadi begini, sekarang kan kita berlima. Pada saat ini, kita berlima masing-masing urunan untuk bisa mengumpulkan modal untuk startup ini. Jadi benar-benar kita,'Segini, segini. Oke'. Jadi kita capital call berlima ini para founder

Tapi kita tidak menutup kemungkinan adanya bekerjasama dengan investor di luar kami berlima. Karena kita tahu untuk mengejar target yang sangat besar ini kita perlu modal yang sangat besar untuk bisa penetrasi market lebih besar lagi. 

Pada saat ini, kita masih mau bikin kita bagus dahulu sehingga pada saat nanti ada investor masuk pun kita punya valuation yang cantik bahwa business model kita jalan dan ada revenue.

Apakah itu semua sudah terjadi, revenue selama hampir setahun ini?

Alhamdulillah-nya satu tahun ini target-target dalam hal customer, dalam hal kita penetrasi, engagement kepada rekan-rekan fotografer kita maupun returning customer target kita rata-rata kita exceeding our expectation.

Jadi enggak jarang beberapa poin yang kita jadikan target itu sudah dua kali lipat daripada target kita. Jadi alhamdulillah banget. Bagus banget. Kita juga sangat kaget ternyata sebagus ini. Jadi kita semangat. Semoga bisa mempertahankan ini selama lima tahun ke depan. Kalau kita bisa mempertahankan ini, kita kayaknya punya optimisme bisa terwujud.

Berdasarkan pengalaman mengelola startup selama hampir setahun, apakah startup Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri? 

Saya rasa itu sesuatu yang sangat optimistis. Kita juga optimistis bisa melakukan itu karena sebenarnya kita lihat SDM Indonesia enggak kalah jago, enggak kalah keren dari SDM luar. Dan itu tadi kita kan sempat membahas mengenai populasi kita yang merupakan demographic bonus kita. Jadi penetrasi digital di Indonesia lumayan besar. 

Cuma kan yang yang menjadi concern sekarang bukan berapa banyak orang yang menggunakan media digital, tapi justru seberapa dewasanya pengguna-pengguna itu. Soalnya enggak semuanya bisa menggunakan keunikan-keunikan media digital ke tahap yang maksimal. Jadi enggak bisa dimaksimalkan. Informasi dapat banyak, cuma kayak enggak bisa di-filter. Baca banyak, tapi yang sampah juga dibaca. 

Apakah startup Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Definitely bisa. Tinggal bagaimana caranya kita banyak mengedukasi pengguna startup ini. Para pengguna media dan aplikasi ini untuk semakin dewasa dan memaksimalkan kegunaannya. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya