CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi

'Ada Idealisme dan Pesan di Tiap Konser Saya'

Anas Syahrul Alimi
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA.co.id – Dream Theater akan mengguncang Yogyakarta. Band beraliran metal progresif ini akan menyajikan konser bertajuk Jogjarockarta International Music Festival 2017 di Stadion Kridosono, Yogyakarta, pada 29 September 2017.

Rilis Lagu Baru, Dewa 19 Gaet Eks Member Dream Theater dan Toto

Band beraliran cadas yang terdiri atas James LaBrie (vokal), John Petrucci (gitar), Jordan Rudess (keyboard), John Myung (bas), dan Mike Mangini (drum) ini menggelar konser untuk merayakan 25 tahun album kedua mereka, Images and Words, yang dirilis pada 1992. Mereka telah menjalani tur Images, Words, & Beyond ke berbagai negara sejak 30 Januari 2017.

Rajawali Indonesia Communication merupakan promotor yang berhasil memboyong band yang berdiri pada 1985 tersebut. Chief Executive Officer (CEO) Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi, mengatakan, pihaknya sengaja menghadirkan Dream Theater guna memenuhi dahaga para pencinta musik di Tanah Air, khususnya para penikmat musik rock.

Larut Dalam Entakan Musik Metal Dream Theater di Kampung Jokowi

Dream Theater hanya salah satu grup musik internasional yang berhasil didatangkan oleh promotor asal Yogyakarta ini. Sebelumya, mereka sudah mendatangkan sejumlah musisi asing, di antaranya MLTR, Air Suply, Pentatonix, Kenny G, Boyz II Men, David Foster & Friends, dan sejumlah musisi lain.

Tak hanya itu, jebolan Universitas Negeri Yogyakarta ini juga menginisiasi gelaran Prambanan Jazz dan MocoSik, festival buku dan musik berskala nasional. Gelaran musik ini terbilang baru dan unik karena menggabungkan antara musik dan buku.

Demi Konser Dream Theater, Dishub Solo Siapkan Kantong Parkir

Anas bercerita panjang lebar perihal alasannya mendatangkan Dream Theater dan mengapa memilih Yogyakarta sebagai lokasi konser. Juga suka dukanya selama bergelut di dunia musik. Berikut penuturan pria yang sempat menggeluti dunia perbukuan dan penerbitan ini kepada VIVA.co.id.  

Kenapa memilih mendatangkan Dream Theater?

Karena Dream Theater memiliki penggemar fanatik yang sangat besar di Indonesia.

Apa kelebihan Dream Theater di banding grup musik rock lain?

Dream Theater ini adalah perpaduan skill bermusik tingkat tinggi. Semua anggotanya adalah pengajar di Barkeley Music. Bahkan ada yang bergelar profesor musik. Menonton konser DT itu ibaratnya seperti kuliah musik sekaligus praktik.

Bagaimana ceritanya Rajawali bisa mendatangkan grup musik rock legendaris ini?

Kami melihat di website DT bahwa mereka akan tur ke Asia. Saya langsung kontak agennya di Amerika. Alhamdulillah mendapat respons positif dan cepat.

Kenapa memilih Yogyakarta sebagai lokasi konser bukan Jakarta atau kota besar lain?

Gelaran ini bakal menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk selalu mengingat tentang pentingnya toleransi dan pluralisme. Karena, Yogyakarta adalah miniatur Indonesia dengan segala keberagaman masyarakatnya. Kami ingin memberikan pesan ke seluruh dunia bahwa Indonesia bukan hanya Jakarta.

Juga bahwa Indonesia itu damai dan aman. Silakan datang ke sini dan berinvestasi. Cita-cita saya adalah mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya ke daerah-daerah di Indonesia. Dan konser menjadi salah satu cara yang paling jitu. Efek domino ekonomi akan terjadi, karena semua sektor ekonomi akan mendapatkan dampaknya.

Sejauh ini bagaimana antusiasme publik dengan konser ini?

Antusiasme publik sangat luar biasa. Tiket presale yang kami sediakan sebanyak 2.000 lembar ludes hanya dalam waktu lima jam.

Siapa saja band yang akan mendampingi?

Kami mengajak sejumlah musisi rock ternama dari dalam negeri. Band rock yang  sudah konfirmasi akan hadir adalah Death Vomit, Kelompok Penerbang Roket, Power Metal, dan God Bless.

Sebenarnya apa harapan Anda dengan konser ini?

Semoga festival musik rock semacam ini dapat mengobati dahaga para pencinta musik rock di daerah yang merindukan tontonan berkualitas dunia.

Dream Theater

Mengapa Anda tertarik menjadi promotor musik?

Saat kuliah saya konsisten di dunia tulis menulis. Tahun 2000 saya merintis bisnis penerbitan. Namun sekitar tahun 2004 dan 2005 bisnis buku saya jatuh.

Lalu?

Saya masih ingin konsisten di dunia kreatif. Sejak dulu saya hobi nonton musik, nonton konser. Saat di kampus suka nyari tiket gratis. Lalu nonton konser di Jakarta, luar kota, Singapura. Nah, saat itu saya lihat, nonton konser musik kok kayak gini doang.

Tahun 2002 saya sempat bikin konser pertama kali, yakni Glenn Fredly yang sedang hits dengan Januari. Waktu itu juga ada penyanyi Ello. Di luar dugaan tiketnya sold out. Hampir seribu orang enggak bisa masuk saat konser. Dari konser itu dapat untung Rp6 juta. Namun setelah itu, saya kembali tenggelam di dunia buku.

Kapan mulai serius menjadi promotor musik?

Saya fokus dunia musik di tahun 2005 dengan menggelar konser yang menghadirkan Tompi. Dia saya kolaborasikan dengan Glenn. Saya buat konser mereka berdua di Solo, Malang, dan Jogja, ramai yang nonton tapi enggak sold out dan rugi.

Setelah itu?

Pada 2008 saya putuskan bikin event organizer (EO). Namun, tak hanya terbatas untuk musik, tapi juga menggarap politik seperti jadi vendor pilkada, pilpres. Kemudian pada 2010 muncul ide. Idenya begini, bikin konser yang kira-kira penonton, yang nonton cewek, cowoknya ikut, biar sold out. Saya dulu kenal Tompi, saya juga denger Sandy Sondoro, ketemu ngobrol sama Tompi, jadi tiga orang sama Glenn, saya beri nama Trio Lestari.

Jadi Trio Lestari itu ide Anda?

Ya. Ide saya. Saya yang bikin Trio Lestari. Trio Lestari pertama kali konser di Jogja. 4.000 tiket sold out.

Ada sponsornya?

Saat itu sponsor enggak ada yang mau. Alasannya Glenn lagi turun, lagi terpuruk, kasus pernikahan. Lalu Tompi dinilai segmented, Sandy Sondoro itu siapa. Tapi saya yakin bisa bikin konser, saat itu namanya bukan Trio Lestari, nama mereka saja.

Setelah itu saya bikin konser Laskar Pelangi di Yogyakarta. Tapi hasilnya buntung alias rugi. Guna menutup kerugian, saya kehilangan empat mobil dan rumah. Saat itu, saya berutang Rp4 miliar.

Kenapa bisa rugi?

Konsernya sebenarnya ramai karena penonton mencapai 14 ribu. Tapi sponsor kabur. Kami juga salah perhitungan di produksi. Semua vendor dari Jakarta. Namun, meski rugi, saya bangga bisa menggelar pertunjukan Laskar Pelangi di Jogja. Hikmahnya kami jadi belajar manajemen penonton, perhitungan produksi.

Bagaimana Anda menambal kerugian itu?

Saya bikin konser Glenn, 17 tahunnya dia di Istora. Untungnya buat bayar kerugian itu. NOAH juga saya ditawari lima kota, satu kota saya rugi. Berawal dari sana saya berani konser musisi luar. Seperti MLTR, Michael Learns To Rock, kalau mereka dibawa ke daerah pasti sold out, Jogja, Surabaya, dan Balikpapan.

Anda juga pernah menggelar konser Coboy Junior di 30 kota?

Pada 2012 saya mencoba deketin Coboy Junior (CJR), format band pertama kali di Jogja, sold out. Lalu Adrenalin saya muncul. Saya bikin konser mereka di pesawat, Sriwijaya Air, Jogja ke Balikpapan, tiket kami jual dan habis. Bukunya terjual 20 ribu eksemplar, tapi saya rugi.

Kenapa?

Saya terlalu ambisius untuk menggelar konser di 30 kota. Dan tidak semua kota bisa. Endingnya kami rugi. Kami ajak investor, tapi enggak komit.

Maksudnya?

Waktu itu baru konser ke-12, mereka minta balikin uangnya.

Anda juga pernah menggelar konser Slank?

Iya. Saya buat konser Slank dan sukses. Saya sempat bikin 30 tahun Yovie Widianto, di JCC dan sold out.

Kabarnya Anda pernah vakum dari bisnis konser musik?

Iya. Pada 2014 saya tiarap, hampir setengah tahun.

Lalu kapan mulai bangkit lagi?

2015 saya bikin konser Air Supply di Jogja dan Malang. Tiketnya sold out.

Anas Syahrul Alimi

Anda kerap rugi, Apa yang membuat Anda bertahan menjadi promotor musik?

Yang membuat kerumunan adalah musik. Bagi saya bikin konser musik tak sekadar bikin konser. Ada idealisme yang harus selalu ada. Misalnya David Foster kenapa saya enggak buat di Jakarta malah saya bikin di Jogja. Karena saya merasa utang budi sama Jogja. Saya sekolah di sana, mencari ilmu di sana. Saya besar di Jogja.

Kenapa lebih senang bikin konser di daerah?

Agar ekonomi daerah mulai meningkat dan branding daerah ke tingkat nasional. Dari situlah saya membuat Prambanan Jazz.

Apa alasan Anda membuat Prambanan Jazz?

Saya sengaja membuat Prambanan Jazz sebagai alat diplomasi budaya di tingkat internasional, menggabungkan mahakarya candi dan musik.

Dari mana idenya?

Inspirasi atau idenya saat 2008 saya menonton konser Andrea Bocelli di Tuscany, Italia. Saya heran, karena view konsernya lapangan, landscape. Kalau saya bandingkan dengan Prambanan dan Borobudur itu enggak ada apa-apanya. Makanya, dari sana muncul ide untuk mendatangkan Andre Bocelli ke Prambanan. Gokil nih kalau mereka sampai konser di Prambanan.

Anda juga sempat membuat konser acapella?

Iya, saya sempat bikin Pentatonix, menarik. Saya dikontak agen dari luar negeri dan diminta nonton acapella. Saya bilang gimana kalau Pentatonix ke Indonesia? Begitu saya ambil Februari, Mei dapet Grammy Awards, begitu saya jual 4.000 tiket sold out. Setelah Pentatonix saya bikin Kenny G, Prambanan Jazz pertama, David Foster, juga Boyz to Men.

Anda juga membuat gelaran bertajuk MocoSik. Bisa dijelaskan?

Kalau MocoSik lebih kepada representasi hidup saya. Saya pernah dibesarkan di buku dan dijatuhkan di buku. Saya merasa punya utang budi di dunia buku. Saya ingin berbagi pesan. Saya merasa musik bisa menyampaikan pesan. Sekarang kan buku sudah ditinggalkan, saya punya kewajiban, ini lho ada peradaban buku, marilah sejenak kita lihat, moco sik. Saya bikin konser musik tiketnya dari buku. Di luar dugaan, apresiasi publik sangat tinggi. Padahal persiapan kami cuma dua bulan. Seharusnya festival itu enam bulan.

Setelah Dream Theater, dalam waktu dekat siapa musisi yang akan didatangkan?

Saya pengen datengin Andrea Bocelli, Norah Jones, dan Diana Adele. Saya juga pengen mendatangkan Coldplay, tapi agak susah.

Kenapa?

Saya melihat ini ada politik internasional, ada dealing antara Singapura dan manajemen mereka, ini yang tidak banyak orang tahu. Bahwa artis itu dipegang oleh agen, tidak boleh kita direct ke manajemen artisnya. Mereka tahu pasar terbesar adalah Indonesia, 90 persen. Kalau Coldplay ke Indonesia, Singapura bisa sepi, itu dugaan saya.

Apakah Indonesia tidak punya posisi tawar?

Indonesia tidak punya kekuatan untuk melakukan itu. Promotor tidak punya asosiasi, tidak punya kekuatan penuh, kita direct langsung ke agen. Harusnya pemerintah dukung, Bekraf bergerak, seperti Joy Alexander enggak bisa kita apa-apain.

Kalau kita berkaca dengan negara-negara lain, ada festival musik gratis, pemain atau musisinya terkenal, artis dunia tapi gratis, negara yang menfasilitasi, yang bayar negara. Kejadian Coldplay kemarin membuka mata orang-orang pemerintahan, ada banyak sekali orang-orang Indonesia kesedot ke sana. Coba bayangkan ada berapa banyak uang dari orang Indonesia yang ke sana. Harusnya pemerintah menangkap itu, pemerintah duitnya banyak, asetnya ribuan triliun, masa enggak bisa bawa mereka.

Sejauh ini bagaimana cara melobi artis atau musisi dunia?

Yang diutamakan asosiasi agen adalah track record. Punya duit banyak belum tentu bisa datangin artis internasional, kalau dia enggak dipercaya, portofolio itu penting. Jadi kalau mau datengin artis luar, bikin yang event kecil dulu, ibaratnya lo punya pengalaman apa. Waktu saya datangin Rick Price, juga berat jelasinnya. Namun waktu datengin Boyz To Men, David Foster sudah bisa pakai pengalaman Rick Price.

Apakah dibutuhkan modal besar untuk mendatangkan artis?

Seharusnya sponsor ada di belakang, jangan sesekali buat event mengandalkan dari penjualan tiket. Hal itu yang membuat event jadi batal. Karena artis kalau enggak dibayar 50 persen.

Saat Anda akan membuat konser, seberapa yakin tiket akan sold out?

Saya punya keyakinan, kalau mendatangkan artis legend, artis besar di kota-kota kedua, pasti ramai. Keinginan mereka untuk bertemu artis legend sangat tinggi. Saya survei dahulu, harganya berapa. Kalau saya datangkan artis baru seperti Justin Bieber, lalu ke daerah enggak akan laku. Makanya saya pilih Michael Learns to Rock, segmentasi middle up, hitsnya ada 50, harganya enggak mahal, daya beli masyarakat setempat sanggup.

Festival buku dan musik Moco Sik

Saat ini, bagaimana persaingan pada bisnis promotor konser musik?

Saya enggak menggangap itu sebuah kompetisi. Bagi saya, semakin banyak artis musisi luar datang dan buat event internasional ke Jakarta itu semakin bagus. Jadi sah saja ada promotor baru.

Bagaimana dengan pasar musik di Indonesia?

Sangat besar. Pasar Indonesia di Asia sangat besar. Saya bikin Prambanan Jazz, artis yang kami bawa itu disukai di Asia, peraih nominasi Grammy Award asal Inggris Sarah Brightman.

Bagaimana cara promotor menghitung untung rugi saat akan menggelar konser?

Harus pintar-pintar cari sponsor. Kalau bikin event internasional di daerah, sponsor butuh itu. Misalnya bank. Banyak sekali nasabah prioritas sponsor di daerah yang tidak tergarap. Dengan ada event ini, sponsor seperti ada wadah. Bank bisa kasih tiket gratis kepada nasabah jika menabung dengan nominal sekian. Event kita kenapa di-support banyak sponsor besar? Karena mereka butuh, nasabah mereka banyak di daerah.

Apa tren musik yang bagus tahun ini?

Kalau soal itu segmentasinya beda. Kalau bikin event saya selalu lihat pasar, saya segmentasi jelas.

Saat ini Kpop sedang tren, apakah Anda tertarik untuk mengadakan konsernya?

Saya sih enggak ya. Itu urusan feel, passion saya enggak di situ. Soul saya enggak di situ. Saya bekerja karena senang, bukan urusan untung rugi. Saya harus senang dan harus tahu lagunya. Tapi semangat mereka, Korean Wave harus ditiru seperti harus ada Indonesian Wave. Harusnya lewat Bekraf

Sejauh ini, bagaimana kontribusi Bekraf?

Mereka terlalu berwacana tapi tidak konkret. Terlalu banyak workshop dan desain.

Soal Prambanan Jazz, apa yang membedakan dengan konser jazz lainnya?

Kami mencoba menghadirkan festival musik candi. Ini kan belum pernah ada. Kelebihan Prambanan Jazz adalah banyak orang luar kota yang datang. Ke sana sekalian nostalgia. Bisa jadi pernah sekolah di sana, punya pacar di sana, pernah ke angkringan. Selain itu, di sana juga akan digelar Pasar Kangen. Orang-orang bisa nostalgia.

Sejauh ini bagaimana persiapannya?

Artisnya ada 50-an yang mendukung acara ini, ada orkestra, Sarah Brightman main dengan orkestra, ada Shane Fillan salah satu personel Westlife yang hadir. Special show, hari pertama artis tahun 90-an, hari kedua Sarah Brightman, hari ketiga ada Kla Project.

Anda yakin gelaran ini akan sukses?

Saya yakin, karena ini berbeda dengan festival jazz lain. Ini alam terbuka di candi, bukan di gedung. Kami pilih selalu Agustus karena pas kemarau. Dan kami pilih selalu pas bulan purnama.

Apa harapan Anda terkait dunia promotor musik ini?

Harapan saya semua pihak mendukung, sponsor harus dukung. Karena kalau enggak dukung, biaya tiket akan mahal. Perizinan juga dipermudah, regulasi pemerintahan daerah, persoalan pajak. Pasalnya, ada beberapa kota yang enggak bisa buat konser, karena pajaknya 35 persen. Saya sebut saja Makassar. Kalau 35 persen, untung kami di mana?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya