Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar

'Kami Takut dengan Parpol Berduit'

Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Oktober 2017 akan menyita waktu Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Kesibukan Cak Imin, begitu dia biasa disapa, akan bertambah karena harus menyiapkan partai yang dipimpinnya menghadapi momentum tahun politik.

Amanat Ketum PKB Cak Imin, Rakyat Papua Harus Punya Jalur Perjuangkan Kesejahteraan

Dua ajang penting yang mesti diarungi PKB yaitu Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019. Konsolidasi ke berbagai daerah menemui kader untuk memanaskan mesin partai terus dilakukan.

Untuk Pilkada serentak 2018 ada sejumlah daerah yang menjadi prioritas PKB. Salah satunya Jawa Timur, yang akan menggelar Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Komunikasi intens penjajakan koalisi masih dimantapkan untuk menentukan pasangan Saifullah Yusuf atau Gus Ipul.

PKB Harap Duet Anies-Muhaimin Dapat yang Terbaik: Setiap Nomor Urut Punya History

"Saat ini masih terus secara intensif pertemuan dengan partai-partai lain, mungkin akhir bulan atau Oktober 2017 pasangan sudah terbentuk," kata Cak Imin, Senin petang pekan lalu, saat menerima VIVA.co.id, di ruang kerjanya, lantai dua, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat.

Kursi Jawa Timur satu akan menjadi pertaruhan PKB. Potensi suara dukungan Nahdliyin jadi acuannya. Kemenangan di Jatim jadi target utama PKB untuk merangkul kekuatan menghadapi Pemilu 2019.

Guyonan Petinggi PKB soal Duet Amin yang Juga Belum Dapat Kapten Tim Pemenangan

Merebut kursi Gubernur Jatim bukannya tak ada hambatan. PKB dan Gus Ipul kemungkinan besar akan ditantang kader dari Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa.

Tak hanya Jatim, Pemilihan Gubernur Jawa Tengah dan Jawa Barat juga menjadi pembicaraan Cak Imin. Kader internal yang mantan menteri di Kabinet Kerja, Marwan Jafar siap diusung PKB untuk merebut kursi Gubernur Jawa Tengah. Untuk tanah Pasundan, PKB memastikan mengusung maju Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.

"Jawa Barat sudah ke Ridwan Kamil atau Emil. Tinggal kita lagi proses mendiskusikan calon wakil gubernurnya," tutur politikus kelahiran Jombang, 24 September 1966 tersebut.

Persiapan Pemilu 2019 yang salah satunya ajang pemilihan presiden juga disinggung Cak Imin. Ia memberi jawaban terkait kabar kader PKB yang mendorongnya maju sebagai bakal cawapres. Selain itu, adik kandung Abdul Halim Iskandar ini juga bicara dana parpol hingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Ormas.

Berikut wawancara Cak Imin dengan Hardani Triyoga, Mustakim, dan Rifki Arsilan dari VIVA.co.id.

Bagaimana persiapan PKB menghadapi Pilgub Jatim?

Iya, kami sudah putuskan ke Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, dan mengajak partai-partai lain untuk berkoalisi. Dan, kami sudah mempersiapkan seluruh sistem pemenangannya, lalu jaringan kekuatan partai kami, tinggal menambah jaringan partai-partai lain. Nah, dalam konteks ini yang paling intensif berdiskusi dan bicara ya PDI Perjuangan. Nanti calon cawagubnya ditentukan oleh partai-partai pengusung non-PKB, terutama partai PDI Perjuangan. Jadi, saat ini masih terus secara intensif pertemuan-pertemuan dengan partai-partai lain, mungkin akhir bulan atau awal bulan depan pasangan sudah terbentuk.

Artinya, PDI Perjuangan sudah konfirm koalisi bersama PKB di Jatim?

Iya, sudah firm. Tinggal penentuan cawagubnya saja.

Itu berarti Gus Ipul nanti mewakili PDI Perjuangan atau PKB?

PKB. Nanti PDI Perjuangan mewakili Wagub, atau PDI Perjuangan dengan partai-partai lain.

Sejauh ini sudah menghasilkan nama pendamping Gus Ipul?

Belum. Sebenarnya banyak alternatif, Cuma kita tidak bisa melihat secara langsung, jadi silakan PDI Perjuangan yang menjajaki atau partai lain yang mau ikut bergabung.

Selain PDIP, partai mana saja yang sudah berkomunikasi dengan PKB untuk Jatim?

PDI Perjuangan, PKS, PAN, Gerindra, Nasdem, PPP, Golkar juga.

Mengapa PKB lebih memilih Gus Ipul dibanding tokoh-tokoh lain?

Saiful ini kan memang orang PKB dari dulu, termasuk pengurus PKB waktu itu. Pernah menjadi pemimpin PKB di Jawa Timur. Dari segi regenerasi, beliau mantan Wakil Gubernur, dari segi survei bagus, dari segi soliditas para kiai-kiai NU ke dia hampir bulat. Jadi lengkap sudah. Dia berpengalaman.

Selanjutnya, Duet Gus Ipul-Khofifah

Bagaimana dengan Khofifah?

Khofifah itu kami sudah dua kali mencalonkan Khofifah. Dan dari pengalaman yang ada, jadi dulu itu duduk di sini mereka, Saiful sama Khofifah, kami ajak barengan mau digabung atau sendiri-sendiri. Waktu itu kami putuskan Khofifah. Nah, tahun ini mestinya memang gantian, Gus Ipul. Jadi, supaya tidak nanti merasa Khofifah terus, gitu lah. Jadi, memang ada beberapa faktor kenapa harus Gus Ipul, ada faktor gantiannya. Kemudian, ada faktor sayang kementerian yang strategis seperti itu ditinggalkan, Kemensos. Kemensos itu sangat strategis buat masyarakat, buat warga NU, buat bangsa. Terus, menang juga belum tentu, jadi ya sudah. Tahun lalu kami kompromi bersama, tahun ini kan juga harusnya kita kompromi.

Tapi, saya tidak bisa, tidak punya hak untuk melarang. Saya cuma mengimbau dan saya hanya bisa mempertanggungjawabkan kepemimpinan politik saya bahwa usaha untuk menyatukan dan itu gagal karena Khofifah tetap ingin maju mencalonkan diri. Ya itu memang hak pribadi. Jadi siapa pun tidak punya hak untuk melarang maupun menghambat, karena itu hak dipilih dan memilih.

Khofifah berpotensi memecah suara Nahdliyin?

Iya, makanya biar saya tidak disalahkan dalam sejarah politik di Jawa Timur. Makanya saya rayu-rayu Khofifah untuk tetap di kementerian. Moga-moga berhasil, kalau tidak berhasil ya itu hak pribadi.

Apakah alasan-alasan tersebut sudah disampaikan ke Khofifah secara langsung?

Oh sudah. Iya, ke Khofifah, dengan timnya, dengan tokoh-tokoh pendukung Khofifah juga saya sudah sampaikan.

Hasilnya?

Ya, masih fifty-fifty. Ada yang berkemauan Khofifah tetap maju, ada yang tidak. Khofifah sendiri juga fifty-fifty. Jadi, tidak ada masalah juga kalau dia memutuskan untuk tetap maju, itu hak pribadi dia. Kami kan pernah dua kali mengusung Khofifah.

Ada perasaan kapok usung Khofifah dua kali dan kalah terus?

Alasannya tidak itu sih. Alasan pertama, sudah harus gantian (antara Khofifah dan Gus Ipul) ini. Kedua, kalau Kemensos ditinggal ini kan sayang, nanti diisi oleh bisa jadi bukan kader NU, bukan kader PKB atau bukan orang NU, kan sayang.

Kenapa PKB tidak menduetkan Gus Ipul dan Khofifah?

Tidak mungkin, karena masing-masing kepingin jadi gubernur.

Duet itu juga sudah pernah dikomunikasikan ke mereka?

Duet itu periode yang lalu sudah. Kami usahakan duet Khofifah-Saifullah atau Saifullah-Khofifah, gagal waktu itu kan, yang akhirnya Pak Karwo kan Jatim waktu itu.

Kalau Khofifah tetap maju, apa langkah yang akan dilakukan PKB?

Ya, sebenarnya tidak ada masalah sih. Kami kan tahu persis peta kekuatan Khofifah kayak apa. Khofifah itu kan salah satu kekuatannya itu Muslimat NU, dan Muslimat itu rata-rata cabangnya ya PKB semua. Jadi, tahun lalu waktu Khofifah mendapatkan dukungan yang sangat signifikan, karena Muslimat dan PKB bersatu. Nah, sekarang kalau Khofifah maju ya kami sudah prediksi lah, kira-kira Muslimat itu 90 persen bersama PKB. Yang istilahnya bersinergi dengan kami, yang tiap hari atau day to day politiknya di kabupaten-kabupaten di Jawa Timur itu ya bersama PKB. Hampir semua sih, paling satu atau dua kabupaten saja yang bukan.

Ada kabar bahwa PKB menginginkan Bu Risma menjadi pendamping Gus Ipul?

Sebenarnya semuanya kami oke. Bu Risma kami senang, tapi tentu kami tidak mau mengganggu haknya partai pengusung lainnya, karena PKB sudah punya calon gubernurnya, maka kami merelakan lah. Siapa saja yang akan diusulkan oleh partai pengusung lainnya.

Ada kabar Gus Ipul maju ke PDIP agar bisa dicalonkan cagub dari PDIP dan PKB pasang cawagub?

Enggak, enggak. Jadi tetap Gus Ipul dari PKB. Kalau pun partai lain tidak ada yang mendukung, kami sendiri kan sebenarnya cukup. Tapi, kami kan tetap saja membutuhkan partai lain. Kalaupun partai yang lain tidak ingin mendukung, dan kami harus sendirian, kan kami sudah cukup.

Kalau Gus Halim?

Rela, dia rela, demi kekompakan, demi soliditas semua pimpinan-pimpinan NU. Jadi, ini juga hasil musyawarah ulama NU, memang harus ada yang mengalah. Kebetulan, Pak Halim ini kan kakak dari Saifullah Yusuf, kalau versinya Pak Halim, adik harus ngalah, tapi kalau versi pendukung Saiful, ya kakak yang harus ngalah sama adik.

Selanjutnya, Ridwan Kamil dan Jabar Satu

Untuk Pilgub Jabar dan Jateng sendiri bagaimana perkembangannya?

Jawa Barat sudah ke Ridwan Kamil atau Emil. Tinggal kami lagi proses mendiskusikan calon wakil gubernurnya. Untuk Jawa Tengah, kami lagi pasarkan Marwan Jafar, butuh tambahan dukungan. Kami berharap ada Golkar, ada Gerindra, ada PKS.

Untuk Jabar dengan mengusung Ridwan Kamil, sejauh ini sudah terpenuhi syarat kursi?

Sejauh ini PKB, Nasdem, dan PPP jumlah kursinya sudah cukup.

PPP sudah oke bergabung dukung Ridwan Kamil?

Iya, sudah.

Untuk cawagubnya?

Masih tahap diskusi antara Emil dan partai-partai. Belum, belum ketemu.

PKB tidak mencalonkan?

Kami punya tiga nama alternatif, ada Kang Maman (Maman Imanulhaq), Syaiful Huda, dan Cucun Syamsurijal.

Ketiga nama tersebut sekarang masih proses survei internal?

Iya, proses di internal, dan juga kami diskusikan ke Ridwan Kamil, jadi yang mana yang lebih cocok dengan Emil dari ketiganya itu. PPP juga punya dua calon juga.

Apa latar belakang PKB dukung Emil di Jabar?

Sebetulnya kami sudah melewati diskusi panjang ya, termasuk dengan berbagai alternatif-alternatifnya, yang menghubungi saya hanya dua itu, Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi. Nah, dari kedua itu akhirnya kami putuskan untuk ke Emil.

Dedi Mulyadi juga sebelumnya sudah komunikasi?

Iya, komunikasi intensif juga dilakukan dengan Dedy Mulyadi, beliau juga bolak-balik ke sini.

Ada syarat khusus yang diberikan ke Emil, seperti Nasdem harus dukung Jokowi?

Oh. Enggak, enggak. Tidak ada syarat apa-apa, yang penting buat kami itu elektabilitasnya, kapasitasnya, integritasnya, kualitas kerjanya.

Ada kekhawatiran isu yang dimainkan di Jabar adalah isu SARA seperti di Pilgub Jakarta, bagaimana?

Iya kalau isu agama, saya pikir kalau sudah ada PKB beres lah itu. Tidak akan muncul itu. Dulu DKI munculkan karena PKB tidak muncul saja. Kami muncul di putaran kedua, ya supaya imbang saja kemarin itu, hehehe.

Artinya PKB mengganggap itu bukan masalah yang serius?

Enggak, enggak ada masalah. Isu seperti itu kalau kami yang ngadepin ya enak, kami juga nasionalis, kami juga religius, jadi saya pikir fleksibel lah.

Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar

Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar. Foto: VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Kalau untuk Jateng, Marwan Jafar maunya posisi Jateng satu?

Jateng satu, dia hanya mau di Jateng satu.

Partai-partai yang sudah dijajaki untuk di Jateng bagaimana?

Kami masih terus berkomunikasi dengan Gerindra, komunikasi dengan Golkar, kemudian juga komunikasi dengan Demokrat. Untuk pasangannya, belum. Masing-masing mempunyai calon ya, tapi yang paling masif di antara semua partai itu komunikasi kami dengan Golkar. Sebetulnya 20 kursi cukup. Kami punya 13 kursi, tinggal 7 kursi. Kalau ditambah Golkar saja sudah cukup sebenarnya.

Untuk Cawagub Jateng apa sudah ada yang kelihatan?

Belum. Sama dengan Jawa Timur. Kami menyiapkan perahu, maka untuk calon wakilnya ditentukan oleh partai-partai pengusung lainnya. Di Jawa Barat juga begitu, sama. Kami sudah ketemu calon gubernurnya, untuk calon wakilnya ditentukan oleh koalisi partai-partai.

Untuk di Jateng, sejauh ini berapa besar elektabilitas Marwan Jafar?

Iya, memang untuk elektabilitas Ganjar sebagai incumbent masih tinggi. Tapi, di bawah Ganjar bicara elektabilitas langsung Marwan. Jadi di urutan kedua setelah incumbent, kami optimis masih ada waktu untuk menaikkan elektabilitasnya.

Ada 171 daerah di Pilkada Serentak 2018, bagaimana target PKB?

Memang bulan-bulan ini sampai akhir September itu, penentuan calon. Kami menargetkan paling lama 30 September semua calon sudah final. Kemudian Oktober membentuk atau mempersiapkan tim pemenangan, penggalangan, menghidupkan mesin partai, lalu relawan, kemudian pengurus tingkat desa dan lain sebagainya. Dari total 171 Pilkada, target kami 60 persen PKB menang. Ketiga daerah yang jadi prioritas Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur itu prioritas, total football. Tapi kami juga tetap bekerja di beberapa tempat, seperti Sumut, NTB, Maluku. Iya, kami di beberapa tempat di Indonesia Timur, kayak di Maluku, kemudian Papua. Papua konsentrasi kami juga, Papua juga ngirim kursi DPR RI dari PKB, kemudian NTB kami kan juga dapat kursi tuh.

Untuk memperoleh target 60 persen itu, apa yang akan dilakukan Partai?

Oh iya pasti. Anggota Dewan turun, struktur DPP turun, lalu tokoh-tokoh vote gatter turun keliling ke pembagian zona-zonanya semua.

Sejauh ini ada kendala yang dihadapi?

Kurang orang kami ini, untuk tingkat nasional itu jumlah orang kami terbatas. Apalagi dengan jumlah daerah yang banyak, kemudian lokasinya yang berjauhan ya, kami memang masih agak sulit membagi tokoh-tokoh nasionalnya saja. Misalnya jumlah vote gatter, tokoh-tokoh nasional itu kan jumlahnya terbatas. Mungkin kami tutupi dengan cara, misalnya, mengajak non-struktural, artis misalnya. Artis di PKB saja ada sekitar enam sampai sepuluh orang. Mereka pasti turun enggak berhenti-berhenti tuh keliling daerah.

Jadi sejauh ini problemnya lebih kepada jumlah SDM ya?

Iya, jumlah tokoh nasional dibanding jumlah pilkada yang sebegitu banyak. Rata-rata tokoh nasional itu kan digemari di tingkat kabupaten. Dan kami akan menerjunkan mereka di sana. 171 daerah, paling banter tokoh nasional plus pengurus itu 50 orang, berarti perbandingannya sekitar 1:3, satu orang mendatangi tiga daerah. Dan itu pun lintas. Misalnya, Daniel Johan, kader PKB di Kalimantan Barat ya. Daniel itu harus berapa tempat kamu mampu datangi kan.

Selanjutnya, Cak Imin Maju di Pilpres?

Untuk Pilpres 2019, apakah PKB sudah mempersiapkannya?

Belum. Kami memutuskan 2017 ini untuk dilarang berbicara pilpres. Konsentrasi untuk mensukseskan Pak Jokowi dengan prinsip bahwa kalau terlalu dini membicarakan pilpres akan mengganggu kedekatan kami dengan Presiden. Secara prinsip kedekatan kami bersama Presiden. Kalau kami nyatakan dukungan sekarang nanti kami dibilang cari muka, karena terlalu dini. Kalau tidak dinyatakan (dukungan) nanti dianggap pengkhianat. Jadi, terlalu dini lah, nanti saja. Yang terpenting itu sekarang kami all out mensukseskan serta mengawal pemerintah, sudah itu saja.

Ada kemungkinan 2019 nanti tetap mendukung Jokowi?

Sangat, sangat ada kemungkinan nanti kami ke Jokowi lagi. Tapi, tidak menutup kemungkinan bisa berbeda juga. Tapi, sangat dekat sekali kami dengan Pak Jokowi, hanya faktor X saja yang bisa membuat kita mendukung yang lain.

Anda tidak mencalonkan diri di Pilpres 2019, kabarnya ada dorongan kader jadi cawapres?

Iya, banyak juga sih. Ya namanya kader, namanya juga cinta, harapan kan ya, pasti ada harapan seperti itu. Tapi saya bilang setop semuanya untuk membicarakan itu. Kita konsentrasi pada mensukseskan pemerintahan Pak Jokowi, nanti kami akan evaluasi lah di tahun 2018.

Kalau untuk Pileg 2019, persiapan apa yang sudah dilakukan PKB?

Sekarang ini kami sudah mulai pendaftaran caleg, di internal dulu. Baru nanti kami buka ke publik. Tapi sebenarnya untuk publik juga sudah mulai dibuka ini, karena tahapannya panjang itu kan. Misalnya, survei, cek elektabilitas, kapasitas, cocok daerah pemilihannya, itu saja memakan waktu kira-kira delapan bulan itu.

Untuk target suara?

Kami hari ini sekitar 9.8 persen kan, target kami di 2019 setidaknya 13 sampai 15 persen. Saya menugaskan teman-teman bagaimana caranya itu bisa tercapai. Sekarang itu kan kami dipilih sekitar 11.5 juta orang, setidaknya bisa 15 juta sampai 17 juta, jadi kurang 7 jutaan lah.

Bagaimana strategi PKB untuk mencapai perolehan suara itu?

Mempertahankan yang 11,5 juta, menambah segmen baru, mengambil pemilih pemula, kemudian swing voters, itu saja yang terus akan kami lakukan.

Apakah Anda khawatir keberadaan parpol baru gerus suara PKB di pemilu?

Yang kami khawatirkan, takutkan adalah parpol yang memiliki kekuatan uang, berduit saja. Kalau partai yang tidak berduit kami tidak takut sih. Karena ada partai yang tidak kerja tapi duitnya banyak, nah yang seperti itu yang berbahaya. Contohnya Golkar, tidak pernah kampanye kegiatan. Kegiatan-kegiatan tidak pernah ada, tapi kalau di pemilu menang terus. Kami hampir tiap minggu kegiatan, di setiap tempat, pengajian, apa pun itu, pasti kalah sama Golkar yang enggak pernah  ada kegiatan.

Jadi problemnya lebih kepada kekuatan logistik ya?

Iya logistik.

Artinya PKB tidak mencemaskan munculnya partai-partai baru itu ya?

Enggak, enggak. Enggak ada partai baru yang berduit soalnya. Yang berduit itu cuma Golkar dan PDI Perjuangan.

Jika mengacu pada Pemilu 2014, apa yang bisa diambil pembelajaran?

Ada banyak pengalaman ya, konsistensi mengawal persoalan masyarakat, segmen basis, misalnya mengawal problem petani, problem nelayan, mengawal problem madrasah, mengawal problem pesantren, konsistensi. Itu yang menjadikan suara bisa bertahan bagus, karena memang itu yang bisa membuat kami bertahan.

Selanjutnya, Rp5.000 per Suara

Terkait dengan kenaikan dana parpol, bagaimana sikap PKB?

Kalau kami sebenarnya dari dulu itu berkeinginan semaksimal APBN mampu. Sekarang itu mampunya Rp1.000 per suara, itu sebenarnya masih sangat kecil ya. Kalau dikonversi untuk PKB misalnya, perolehan suara kami kan sekitar 11 juta dikalikan 1.000 per suara, itu baru Rp11 miliar.

Idealnya berapa menurut Anda?

Lah, sekarang itu uang Rp100 miliar kita pakai untuk iklan di televisi saja sebentar langsung habis. Itu paling berapa menit itu. Kita itu kalau punya duit, kalau ingin iklan baru efektif itu kalau kita punya duit Rp200 miliar. Itu untuk iklan di TV saja loh ya.

Artinya kenaikan dana parpol itu sebenarnya belum ideal?

Iya, kami punya cita-cita begini, agar adil, itu kan harusnya frekuensi siaran televisi itu kan punya negara, seharusnya berapa persen itu dikuasai oleh negara. Nah, itu yang harusnya digunakan oleh negara untuk apa, untuk doktrinasi nasionalisme, Pancasila, kesatuan, masalah kebhinekaan, agama, dan sebagainya. Dan, kami partai harusnya mendapatkan sisipan frekuensi itu berapa persennya lah.

Sekarang sedang dibahas RUU Penyiaran, apa PKB tidak difokuskan ke sana?

Iya, kami sedang berjuang ke sana. Frekuensi publik, frekuensi negara dan dikuasai oleh negara. Enak saja, TV-TV itu pendapatannya triliunan rupiah, pajaknya sedikit. Nah, ini harus diaturlah, supaya rada berimbang lah, untungnya televisi itu triliunan, tapi pajaknya tidak signifikan.

Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar

Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar. Foto: VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Terkait aturan KPU soal iklan di media termasuk televisi, apa belum cukup memadai?

Ya, aturannya memang tidak akan bisa, karena ini kan pasar ya. Pasar itu ya siapa yang bisa membeli kan. Kalau kita bicara iklan kan bisa dikatakan dua macam, iklan terbuka atau iklan tertutup. Kalau belinya bukan berita, bisa saja kalau kita punya duit, misalnya berita, advetorial, kegiatan. Memang survei menunjukkan televisi masih sangat efektif. 90 persen informasi yang diterima oleh masyarakat itu berasal dari televisi, karena televisi itu bisa menjangkau pelosok-pelosok daerah kan.

Kenaikan dana parpol Rp1.000 per suara tidak signifikan dongkrak kinerja parpol ya?

Tidak signifikan. Itu untuk meningkatkan kualitas kader saja sudah tidak cukup. Paling-paling habis untuk kaderisasi sekali seluruh Indonesia ini.

Menurut Anda berapa idealnya dana parpol itu?

Idealnya sekitar Rp5.000 lah per suara. Berarti kalau Rp5.000 per suara, kami sudah mendapatkan Rp55 miliar kan. itu lumayan untuk biaya saksi. Untuk saksi-saksi partai saja kami seringkali tidak mampu membayar saksi, makanya yang kami pakai relawan. Saksi untuk 75 ribu desa ya.

Soal Perppu Ormas, bagaimana posisi PKB sendiri di DPR?

Kami tentu sebagai bagian dari pemerintah tentu mendukung apa yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai konsekuensi logis, yang mengawal pemerintah akan mendukung. Meskipun, pada tahap awal pembahasan itu kami tidak dilibatkan. Kalau dibilang kecewa sih, kami bisa dikatakan sangat kecewa, tetapi sebagai partai pendukung tidak ada pilihan.

Kalau peta politiknya di DPR seperti apa saat ini?

Di DPR itu sangat fluktuatif. Oposisi masih sangat dominan, tapi jumlahnya tidak sampai 50 persen. Bisa berubah, tergantung situasinya. Tetapi kalau voting masih menang pemerintah.

Artinya bisa dikatakan aman lah ya Perppu Ormas sampai disahkan?

Aman.

Tidak khawatir kalau nanti Perppu Ormas itu bisa menyasar siapa saja?

Iya, tentu. Makanya tadi saya katakan, PKB itu sangat kecewa ketika pembahasan awal kami tidak dilibatkan dalam pembuatan draf perppu. Draf perppu ini sangat-sangat mengecewakan, karena dikhawatirkan salah-salah dalam penerapannya. Kalau pemerintahannya kayak begini ya enggak masalah, tapi kalau otoriter bagaimana?

Ada kemungkinan nanti di pembahasan akan ada perubahan materi?

Tidak bisa, perppu itu cuma dua kemungkinan, disetujui atau ditolak. Satu-satunya solusi setelah perppu ini jalan nanti harus ada inisiatif dari DPR untuk membuat undang-undang baru.

PKB menugaskan kadernya untuk mendorong perubahan undang-undang nantinya?

Iya, kami terus mendiskusikan itu. Targetnya memang kita bikin undang-undang yang lebih fokus dalam menangani masalah ini, tapi tidak membuat masalah baru.

Perppu ormas itu banyak yang mengatakan cenderung antidemokrasi?

Memang banyak anomali ya. Demokrasi hari ini begitu liberal, semua bisa menyampaikan ekspresinya dengan bebas. Di lain sisi tidak ada batasan-batasan toleransi, liberal itu. Makanya kita mempunyai dua perangkat undang-undang, perangkat yang pertama undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa mengontrol. Yang kedua, hak orang lain yang diganggu atau lebih bersifat pencemaran nama baik orang lain. Yang kedua ini yang diharapkan bisa menjadi filter, di sisi yang lain harus ada pendidikan, penyadaran, etika, dan seterusnya, yang harus dimainkan oleh tokoh agama, pemerintah dan lain sebagainya.

Selanjutnya, Catatan Kinerja Jokowi

Perppu Ormas sebenarnya ada bandulan seperti radikalisme semakin menguat?

Jadi anak kandung dari liberalisme atau era ekonomi pasar itu akhirnya kekuatan fundamentalisme yang meng-counter kekuatan liberalisme itu. Nah, fundamentalisme yang meng-counter ini bisa kebablasan menjadi radikal. Artinya, munculnya kelompok radikal, fundamentalis ini sebenarnya kritik pada fundamentalisme ekonomi pasar yang liberal itu, antitesis lah. Demokrasi tanpa sopan santun, demokrasi yang tidak menghasilkan kemakmuran, demokrasi yang kebablasan, yang paling berat adalah pragmatisme, yang punya uang yang menang. Lalu orang mencari harus ada yang baru, harus ada yang melawan. Salah satu lawannya adalah agama, agama fundamentalis muncul, dan lawan efektifnya adalah radikal.

Apa yang mestinya dilakukan menurut Anda?

Jalan yang harus ditempuh adalah kita kembali ke tata konstitusi kita. Negara kita itu sebetulnya negara yang memiliki basis yang tidak boleh tunduk sama pasar. Tetapi pasar tidak haram tumbuh, karena negara harus berkembang. Negara harus punya semacam advokasi, proteksi, atau subsidi, atau afirmasi, negara harus mengendalikan di tengah liberalisme pasar. Negara harus mengambil alih. Makanya, tuntutan kami dan akan terus kami kawal itu, petani yang semakin influitif ini, yang semakin terpojokan tidak berdaya harus ada subsidi. Keberpihakan negara harus hadir dalam menyelesaikan persoalan rakyat. Tanah, misalnya. Tanah ini kalau terus dibiarkan seperti ini, hanya akan dikuasai oleh orang yang mampu membeli. Tata kota, tata kota hanya bisa dibeli orang yang punya duit. Satu-satunya cara adalah harus ada kebijakan negara yang mempertahankan tanah, membagikan tanah, membatasi tanah yang dimiliki orang per orang.

Tapi sejauh ini, bukannya itu baru masih tahap wacana?

Iya, salah satu yang baru dilakukan adalah pembagian tanah yang dipimpin oleh Presiden sendiri, ada sekitar 10 juta hektare yang akan dibagikan ke petani.

Kalau PKB sendiri sejauh ini bagaimana melihat kinerja pemerintahan Jokowi?

Dari segi arah orientasi sudah benar. Pilihan prioritas pembangunan sudah benar. Sayangnya, ekonomi lagi kurang baik. Ekonomi global lagi seret, investasi melemah, daya beli masyarakat menurun.

Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar

Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar. Foto: VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Banyak yang mengeluh, Jokowi lebih fokus pada pembangunan infrastruktur?

Iya, memang kita rasakan, dan kita juga sering diskusikan juga bersama Presiden. Dan presiden bilang, ya sudah lah, kita konsentrasi di sini, kita tutupi kekurangan yang ada, karena itu memang pilihan. Presiden memilih pembangunan infrastruktur itu memang akan menanggung banyak risiko, seperti pengurangan anggaran di berbagai bidang, lalu konsentrasinya kurang di bidang lain. Jadi beberapa tertinggal begitu.

Artinya memang itu sudah menjadi prioritas pemerintahan saat ini?

Iya, prioritas Presiden Jokowi.

Bagaimana melihat politik pemerintahan Jokowi?

Pada dasarnya para menteri belum bisa menjadi bemper Presiden yang baik. Belum  bisa menjadi kekuatan politik yang bisa mengambil alih persoalan-persoalan politik, sehingga terkesan politik ini terlalu ramai. Menteri-menterinya terlalu apolitis. Ini yang menurut saya merupakan kesalahan karena pada dasarnya jabatan menteri adalah jabatan politik yang harus meng-handle, menangani, menyelesaikan seluruh persoalan politik di masing-masing bidang, semua bidang dalam pemerintahan itu politik. Tapi konsep dari awal Pak Jokowi mendesain menteri bukan jabatan politik, jabatan profesional, jadi ya sudah kita nikmati saja, ini resikonya. Soeharto saja, profesional itu harus paham politik. Di zaman siapa pun, di Amerika sampai hari ini, itu jabatan menteri adalah jabatan politik, sehingga mereka semua punya resources untuk mengendalikan semua keadaan, makanya hiruk pikuk kan, karena menterinya tidak apolitis.

Terkait dengan dana desa, sejauh mana efektivitasnya untuk pembangunan ekonomi di tingkat desa?

Dana desa ini cukup besar, kalau salah penggunaannya akan sia-sia. Makanya Kementerian Desa sekarang ini betul-betul harus rigid di dalam memberi regulasi, delivery direktif, dan bersifat memaksa. Sebagian keluhannya kan, memang undang-undang memberikan kebebasan kepada desa untuk menggunakan dana desa semaksimal mungkin untuk keperluan desa. Tetapi kalau dilihat kemampuan perangkat desa, baik itu asessment-nya, kemudian pengelolaannya, kalau dilihat kondisi sebenarnya itu masih jauh dari cita-cita undang-undang. Itu yang menurut saya harus dibikin aturan yang memaksa yang dikelola oleh kementerian itu yang harus dilakukan, seperti memberlakukan kurikulum wajib, itu yang harus dilakukan, meskipun itu masih ada yang melawan, efektifnya mungkin baru 60 persen ya.

Termasuk pengawasannya lemah?

Iya, pengawasannya lemah, kemampuan administrasi lemah, attitude korupsi masih tinggi. Banyak juga yang saya dengar perangkat desa ketika membangun dan menggunakan dana desa dengan cara asal-asalan, nah ini bahaya, karena itu harus ada standardisasi produk dari dana desa itu. Memang ini kerja berat, kerja berat karena kewenangan anggaran ada di kementerian keuangan, regulasi ada di kementerian desa, nah di situ, makanya aturannya harus betul-betul sinergi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya