Rumah Tinggal Desa Benua: Penolong Anak Pedalaman Dapat Pendidikan

Salah satu anak bersekolah di Rumah Tinggal Desa Benua.
Sumber :

VIVA – Mendapatkan akses pendidikan yang memadai di desa-desa terpencil, nyatanya tidak semudah seperti di kota-kota besar. Anak-anak di Desa Benua Kencana, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat inilah yang merasakannya. 

Gagas Jabatan Kades 9 Tahun, Gus Halim Bersyukur Dapat Dukungan Luas

Bayangkan saja, anak-anak di Desa Benua Kencana harus menempuh jarak 3-4 jam dengan berjalan kaki, untuk dapat mengikuti proses belajar di SDN 26 Sungai Kura, sekolah terdekat dari Desa Kencana. Medan yang berat dan alat transportasi yang belum banyak dimiliki oleh orang tua murid menjadi kendala anak-anak di desa tersebut untuk bersekolah. 

Akibat dari situasi ini, banyak anak-anak di Desa Benua Kencana harus rela menunda sekolah  meskipun usianya sudah masuk usia sekolah. 

Resolusi 2023, Gus Halim: Harus Lebih Fokus, Detail dan Terintegrasi Antar Unit Kerja

Masalah pendidikan di Desa Benua Kencana ini memang menjadi perhatian besar pemerintah desa setempat. Hingga akhirnya, Pemerintah Desa Benua Kencana bersama swadaya masyarakat berinovasi membangun kembali “Rumah Tinggal” yang telah ada sejak 1957 sebagai “penolong” anak-anak desa agar tetap bersekolah. 

“Niat bersekolah anak cukup tinggi, akan tetapi jarak tempuh sangatlah jauh dan akses  jalan yang rusak parah jadi kendala yang cukup berat untuk murid dan orang tua,” jelas Musmuliadi, Kepala Desa Buana Kencana saat dihubungi tim Viva melalui aplikasi pesan singkat. 

Kemendes PDTT Songsong 2023 dengan Penuh Optimisme dan Lebih Produktif

Musmuliadi menjelaskan bahwa “Rumah Tinggal” adalah ide sederhana. Namun, bagi sebagian besar penduduk Desa Benua Kencana hal ini menjadi salah satu yang sulit diwujudkan karena masalah pendanaan. “Ya, akhirnya kita coba kerjakan bergotong royong bersama-sama warga setempat, dan sejauh ini keterlibatan dana desa juga membantu program ini,” katanya.

Saat ini, fungsi Rumah Tinggal tersebut dikembangkan menjadi rumah integrasi, yang bukan hanya menyediakan jasa layanan pendidikan tapi juga sanggar untuk membangun kreativitas anak-anak desa. “Kita juga menambah dan mengembangkan fasilitas di Rumah Tinggal ini, kita menambah ruang baca, menyediakan beragam buku bacaan untuk sekolah dan buku bacaan pendukung lainnya. Sehingga ada keseimbangan antara rasionalitas dan emosional,” jelas Musmuliadi. 

Buku-buku pelajaran dan sanggar kreativitas anak di sini, lanjut Musmuliadi juga mendapatkan bantuan dari dana desa. “Dana desa dan alokasi desa sebesar Rp 21.490.000 itu kita gunakan untuk penyediaan buku-buku sekolah dan pembaharuan fasilitas lainnya untuk perpustakaan dan sanggar kreativitas di Rumah Tinggal,” ujarnya. 

Setiap tahun setidaknya ada 30 orang anak yang berasal dari Desa Benua Kencana yang menamatkan pendidikan sekolah dasarnya pada SDN 62 Sungai Kura dan melanjutkan ke SMPN 8 Sungai Kura.

“Program integrasi Rumah Tinggal ini telah menjalankan mandat Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan hak dasar wajib belajar 9 tahun,” kata Musmuliadi.

Tidak hanya partisipasi dari anak-anak di Desa Benua Kencana saja, partisipasi orang tua murid juga cukup tinggi untuk memperjuangkan hak dasar anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan 9 tahun. “Ya, program inovasi   ini sangat baik sekali, karena tidak hanya anak-anak saja, orang tua pun berjuang dan mendukung anaknya untuk sekolah,” kata Musmuliadi. 

Namun demikian Musmuliadi dan anak-anak di Desa Kencana memiliki mimpi lain yang ingin mereka wujudkan. “Kami berharap pihak pemerintah bisa membantu dengan anggaran  khusus untuk Desa Benua Kencana, karena sesuai dengan tema HUT RI yaitu SDM Unggul, Indonesia Maju. Kami juga berharap agar Presiden bisa memprioritaskan bantuan kepada desa kami, seperti Rumah Tinggal anak, sanggar kreatifitas, perpustakaan, pendidikan kesehatan, infrastruktur, dan listrik masuk desa,” ujar Musmuliadi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya