Rudal Jelajah Nuklir, Kunci Militer Amerika Bikin Rusia Tak Congkak

VIVA Militer: Kapal perang AS, USS Arleigh Burke luncurkan rudal balistik nuklir
Sumber :
  • Naval News

VIVA – Sebelum terlibat perseteruan dengan China, Amerika Serikat (AS) jauh lebih dulu masuk dalam persaingan tanpa batas dengan Rusia. Bahkan, saat Rusia masih tergabung dalam negara Uni Soviet. Salah satu yang jadi fokus persaingan AS dan Rusia adalah program pengembangan senjata nuklir.

Setelah Perang Dingin berakhir hampir 30 tahun lalu, hubungan Amerika dan Rusia kembali memanas. Dalam laporan yang dikutip VIVA Militer dari Sputnik News, salah satu penyebabnya adalah penolakan AS memperpanjang masa pakta Perjanjian Pengurangan Strategis (START).

Penolakan Amerika tak lepas dari desakan yang diminta kepada Rusia, untuk mengajak China dalam perjanjian baru trilateral, NEW START. Akan tetapi, Rusia tak mau menuruti keinginan AS dan malah dengan tegas memberi pernyataan dukungan terhadap China.

"(China adalah) mitra kami. (Rusia dan China memiliki) hubungan kemitraan khusus," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov dikutip VIVA Militer dari Xinhua News Agency.

Jika START berakhir, maka Amerika akan kembali membangun program pembangunan sejumlah rudal nuklirnya. Dalam laporan lainnya yang diperoleh VIVA Militer dari Naval News, AS akan kembali melanjutkan pembuatan rudal jelajah nuklir dengan basis peluncuran laut. Sebab, pada 2010, salah satu dari dua rudal jelajah nuklir berbasis laut AS dibebastugaskan.

Sebaliknya, Rusia sudah melanjutkan kembali program modernisasi rudal nuklir taktis jarak menengah. Rusia disebut menjalankan strategi itu untuk menggunakan senjata nuklirnya dalam konflik. Hal ini ternyata membuat pemerintah Amerika geram.

Kemarahan pemerintah AS lantaran pasca START diberlakukan, Negeri Paman Sam menghentikan sebagian besar sistem senjata nuklir non-strategisnya. Di sisi lain, Rusia kemungkinan besar percaya bisa memaksimalkan penggunaan senjata nuklirnya 

Sebab, AS tak menanggapinya secara efektif, atau enggan meningkatkan lebih jauh aksi Rusia dengan senjata nuklir strategis. Oleh sebab itu, pemerintah Amerika merasa sekarang sudah saatnya kembali melakukan program pembangunan rudal jelajah nuklir berbasis laut, untuk menangkal ancaman Rusia.

100 Orang Masih Hilang Dalam Aksi Penembakan di Gedung Konser Moskow

Amerika melihat Rusia dengan kekuatan nuklirnya melakukan banyak hal, mulai dari invasi Georgia 2008, mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah, hingga konflik dengan Ukraina. Dari sini Amerika menganalisa, sebagai sekutu utamanya bukan tak mungkin China akan melakukan strategi yang sama dengan Rusia.

"Pendekatan ini mungkin didasarkan pada keyakinan Rusia bahwa penyangkalan area yang meluas, akan mampu menetralkan pasukan penangkal nuklir Amerika Serikat dan NATO (Pakta Atlantik Utrara). Di masa depan, ada kemungkinan China bisa mengadopsi doktrin serupa," bunyi pernyataa Departemen Luar Negeri AS.

Rusia Mengirimkan Lebih dari 29 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

"Mengembangkan dan menerjunkan (rudal jelajah nuklir dari laut), memberikan sinyal kepada para pemimpin (negara) pesaing nuklirnya, dengan cara yang konkret, bahwa Amerika Serikat memiliki kemampuan dan kemauan untuk mempertahankan opsi nuklir secara efektif. Dan secara operasional, dilakukan untuk mencegah agresi regional," lanjut pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

Angkatan Laut AS (US Navy) saat ini punya 18 unit kapal selam kelas Ohio, 14 di antaranya adalah kapal selam rudal balistuk. Setiap kapal selam dilengkapi dengan 24 rudal balistik nuklir jarak menengah-jauh, Trident II. Sementara itu, 12 kapal selam tempur Angkatan Laut AS dilengkapi dengan rudal nuklir Tomahawk, sayangnya sejak 2013 senjata ini dihentikan penggunaannya.

Tega, Tentara Israel Suruh Keluarga Palestina Tinggalkan Ibunya yang Berusia 94 Tahun
Tim Penyelamat Evakuasi Korban di Gedung Konser Moskow (Doc: X)

Rusia Sebut AS Buru-buru Tuduh ISIS Atas Serangan Gedung Konser di Moskow

Amerika Serikat (AS) disebut toleh Rusia elah mengambil tindakan terburu-buru dengan menyalahkan kelompok teror ISIS, atas teror di Moskow.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024