Perjalanan yang Tidak Berujung

Jalan Aspal Bisa Menyala di Malam Hari
Sumber :
  • News Discovery

VIVA.co.id - Seperti biasa saya pulang dari sekolah selalu melewati jalan ini, jalan yang dianggap orang-orang berbau mistis karena banyak cerita menyeramkan yang terjadi disini. Sudah beberapa bulan ini memang saya sering lewat di jalan ini, selain karena jarak tempuh yang menjadi lebih dekat juga karena tidak terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang.

Ada yang berbeda dengan perjalanan saya hari ini. Pertama, saya tidak pernah sendirian ketika melewati jalan ini. Kedua, ketika saya melewati jalan ini pasti jam menunjukkan masih dibawah jam 06.00 sore, dan ketiga setiap saya melewatinya saya tidak pernah lupa memacu sepeda motor saya dengan lebih cepat. Tapi, semua itu tidak terjadi hari ini. Saya melewati jalan ini sendirian, dengan adzan maghrib yang sudah berkumandang, ditambah kondisi badan yang tidak terlalu fit sehingga sulit untuk memacu motor dengan lebih cepat.

Sebenarnya tidak ada yang berbeda antara jalanan ini dengan jalanan yang lainnya. Mungkin karena pepohonan di sepanjang pinggir jalannya agak lebat sehingga membuat jalanan ini selalu tampak teduh dan gelap, bahkan ketika siang hari. Ada beberapa rumah dan toko yang berdiri di sekitar jalan yang memiliki panjang sekitar 500 meter itu, namun sayang rumah dan toko tersebut sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya.

Entah apa yang membuat mereka meninggalkan rumah dan tokonya, yang pasti cerita menyeramkan tentang jalan ini membuat pemilik-pemilik itu kesulitan dalam mencari orang yang berminat membeli bangunan itu. Jujur, saya tidak pernah memperhatikan kondisi jalanan ini dengan seksama karena saya selalu melaluinya dengan cepat. Baru hari ini saya tahu kalau ternyata ada beberapa penjual gerobak yang mangkal di pinggir jalan. Cukup aneh, karena yang saya tahu orang-orang tidak akan berani berhenti di jalan ini kalau tidak terpaksa apalagi kalau hanya untuk sekedar membeli makanan atau minuman.

Adzan maghrib yang sudah mulai tidak terdengar membuat matahari semakin dalam tenggelam. Beberapa lampu jalan tampak menerangi jalanan beraspal yang ini. Kendaraan yang berlalu lalang cukup ramai, lumayan membuat perasaan was-was saya sedikit berkurang. Karena saya berkendara dengan cukup lambat membuat saya memperhatikan kondisi jalanan ini dengan lebih teliti.

Memandang berkeliling disini dan tidak ada satupun hal aneh yang saya temui. Kendaraan-kendaraan silih berganti, memang rata-rata semua berkecepatan agak tinggi, mungkin itu yang menjadi penyebab tingkat kecelakaan yang memakan korban jiwa disini lumayan tinggi. Kemudian hal tersebut selalu dikait-kaitkan dengan sesuatu yang mistis. Ujung jalan sudah terlihat, rasa takut sudah berangsung hilang, malah saya jadi seperti menikmati perjalanan disini.

Kebetulan saya lewat pada jam-jam orang pulang kantor jadi jalanan ini ramai dilalui. Biasanya ketika saya lewat pada siang atau sore hari, jalanan ini jauh lebih sepi. Pohon-pohon rindang yang besar satu persatu saya lewati, bangunan-bangunan bekas rumah dan toko yang sudah tidak berpenghuni juga nampak disisi jalan. Para pedagang gerobak sudah tidak nampak, hanya suara mesin kendaraan yang berpacu dengan angin yang terdengar.

Sambil tetap memacu sepeda motor, saya sibakkan baju lengan panjangku untuk melihat jam yang melingkar di pergelangan. Kaget bercampur ketakutan yang teramat sangat langsung memenuhi pikiranku. Jam menunjukkan pukul 19.20 padahal saya ingat sekali ketika mulai memasuki jalan ini tepat saat maghrib yaitu sekitar pukul 18.00. Itu artinya saya sudah menghabiskan waktu satu jam lebih untuk melewati jalanan yang tidak terlalu panjang ini.

Saya mulai panik, tiba-tiba keringat dingin mengucur deras dibalik jaket dan helm. Ujung jalan masih terlihat, tapi ternyata saya tidak pernah sampai disana. Sakit kepala yang dari tadi siang saya rasakan sepertinya langsung menghilang berganti menjadi rasa cemas yang mendalam. Ingin rasanya saya mengambil handphone dari dalam tas, tapi itu artinya saya harus menepi dulu tentu saja itu hal yang tidak akan saya lakukan.

Berdoa sepanjang perjalanan dan terus memacu sepeda motor ini tanpa henti. Pohon-pohon yang saya lewati seperti berubah menjadi sosok-sosok besar yang menakutkan. Ini pasti halusinasi karena saya terlalu takut. Kendaraan lain yang berlalu lalang mulai berkurang seiringnya berjalannya waktu yang semakin malam. Angin terasa lebih dingin dari biasanya. Saya coba memainkan lampu motor saya berharap ada kendaraan yang berhenti dan menghampiri. Tapi semua sia-sia, karena sepertinya mereka semua berpacu untuk secepatnya sampai diujung jalan.

Saya semakin panik dan mulai menangis tapi tetap tidak berani untuk menghentikan laju motor. Semakin jauh saya melaju tapi pemandangan masih tetap sama, hanya pohon-pohon dan bangunan-bangunan bisu itu. Saya benar-benar putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa, yang bisa saya lakukan hanya terus memacu motor ini. Rasa lelah mulai terasa, dan saya mulai kehilangan fokus. Haus dan lapar sudah menghampiri dan saya sudah pasrah.

Semua jenis doa yang saya hafal tak henti saya ucapkan, sampai tiba-tiba saya merasakan handphone saya bergetar. Sedikit semangat muncul, dengan satu tangan saya memcoba merogoh isi tas dan mencari keberadaan benda kecil itu. Menerima panggilan tidak sesulit menelpon karena tidak banyak tombol yang harus saya tekan. Akhirnya benda itu saya dapatkan, tapi sayang panggilan telah berakhir menjadi tulisan misscall.

Benda itu masih terus saya genggam di tangan kiri sambil terus melaju, berharap si penelpon mengulangi panggilannya. Saya tidak berani memandang berkeliling, mata saya hanya tertuju pada jalanan di depan. Saya takut jika saya menoleh tiba-tiba ada makhluk menyeramkan yang berdiri di sisi jalan. Jarum penunjuk bensin di motor sudah mendekati batas bawah, kalau sampai motor ini mogok maka hal pertama yang akan saya lakukan adalah berlari atau menghentikan salah satu kendaraan yang lewat.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Alhamdulillah, handphone saya bergetar lagi. Dengan semangat langsung saya angkat dan ternyata ibu saya yang menelpon, beliau khawatir karena saya belum juga sampai di rumah selarut ini. Dengan sambil terisak langsung saya beritahukan posisi saya dan kejadian yang sedang saya alami. Akhirnya, ibu saya langsung meminta kakak sepupu saya yang memang tinggal tinggal tidak jauh dari rumah untuk menjemput saya.

Jarak jalanan "ajaib" itu dengan rumah saya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 menit jika menggunakan motor. Harusnya sudah selepas maghrib saya sudah sampai dirumah. Tapi hari ini, sampai hampir jam 8 malam saya masih di jalan ini. Saya masih terus melaju, tangan mulai terasa kebas dan kaki terasa kaku. Saya berdoa, dan masih terus berdoa.

Akhirnya sebuah sepeda motor dari arah berlawanan menghampiri dan memanggil nama saya, "Nazma!". Saya menoleh dan lega melihat adik dan kakak sepupu saya. Saya pun perlahan menghentikan laju motor ini, diikuti motor mereka yang berhenti tepat di samping saya. Saya turun dan menangis, adik saya mengambil alih motor saya dan membiarkan saya dibonceng oleh kakak sepupu.

Tidak sampai lima menit kami sudah sampai di ujung jalan, dan tidak lama kemudian saya pun sampai di rumah. Kondisi saya sangat berantakan, pucat, dan berkeringat. Ibu dan tetangga ternyata sudah berkumpul di rumah, dan mereka pun menyambut kedatangan saya. Langsung saya diberi minum segelas teh hangat dan air putih yang katanya sudah dibacakan doa oleh Pak Ustadz terlebih dahulu. Entahlah, saya tidak mengerti.

Hampir semua orang menunggu saya pulih, dan berharap saya menceritakan apa yang saya alami. Tapi saya lelah, sangat lelah, dan akhirnya jatuh tertidur. Keesokkan paginya saya bangun dengan kondisi demam. Bahkan suhu tubuh saya mencapai hampir 40 derajat. Setelah dibawa ke dokter, ternyata demam juga tak kunjung reda.

Ayah saya memutuskan untuk memanggil seorang ustadz yang katanya bisa membantu mengobati saya. Menurutnya saya masih diikuti oleh makhluk halus. Setelah memeriksa kondisi saya, beliau pun memberikan saya minum. Saya menurutinya dengan meminum air tersebut sampai habis. Selang beberapa saat, panas di tubuh saya mulai menurun. Beliau berkata kalau saya termasuk orang yang kuat karena kalau saya lemah pasti saya sudah tidak bisa terselamatkan.

Saya sangat bersyukur masih bisa menikmati hidup sampai sekarang. Walaupun peristiwa itu sudah berlalu bertahun-tahun, saat ini pun jalanan itu sudah dipugar dan bahkan sudah banyak penjual kaki lima yang berjualan di sisi jalannya, tapi tetap saya tidak berani untuk melewatinya seorang diri. (Cerita ini dikirim oleh Nazma Alnaira - Bekasi)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016