Susahkah untuk Berbuat Baik dan Jujur?

Ilustrasi warung makan lesehan
Sumber :
  • http://www.dansapar.com

VIVA.co.id – Beberapa tahun belakangan ini, banyak hal tidak mengenakkan yang aku temui berhubungan dengan para penjual makanan. Yang paling membekas di ingatan adalah banyak sekali tempat-tempat makan yang hanya ada daftar menu tanpa tertera harga dari item-item yang mereka jual.

5 Manfaat Buah Duku untuk Kesehatan Tubuh, Jadi Sumber Antioksidan Kuat

Pertanyaannya adalah, kenapa mereka tidak mencantumkan harga? Dan berdasarkan pengalaman, maka tempat yang tidak mencantumkan harga, jika menghitung harga dari makanan yang kita makan hasilnya cenderung ngawur alias tak lazim. Dengan kata lain, mereka sengaja "ngeplak" kita (pinjam istilah saudaraku).

Pengalaman yang terbaru adalah makan di sebuah warung lalapan. Terlanjur masuk  ke sana, sudah parkir, dan aku sedang bawa beberapa saudara untuk aku ajak makan bersama. Eh, ternyata tidak ada harga dalam daftar menu. Karena sedang beramai-ramai, ya, sudahlah segera pesan makanan masing-masing. Hasilnya bisa ditebak, harga yang harus dibayar jauh melambung di udara melewati batas kelaziman yang jelas pasti sudah kita perkirakan.

Bantu Redam Dampak El Nino, ASDP Tebar 1.000 Sembako Gratis di Pelabuhan Bolok Kupang

Sekali lagi, karena sungkan ribut dengan penjual makanan seperti itu dan juga sedang bersama banyak orang, aku tak tanyakan detail harga setiap item. Jika aku hanya sedang bersama suami saja, jelas akan aku tanya detail berapa saja masing-masing harganya. Karena berdasar pengalaman juga,  pernah aku makan di sebuah warung masakan padang yang tidak ada harganya. Saat dia sebutkan angka fantastis dan aku tanya detail harga setiap masakan, penjualnya bingung gelagapan ketika menjawab dan terdengar ngawur. Malah, dia menjawab bahwa harga telur sama dengan harga rendang. Ketahuan sekali bohongnya.

Sebenarnya bukan masalah selisih harga yang aku masalahkan, juga bukan harga mahal yang diterapkan sama penjualnya. Tapi mengapa mereka tidak mau belajar jualan dengan jujur, terbuka, dan baik dalam melayani pelanggan. Bukankah jika pelanggan tak puas mulut pelanggan bisa bicara ke banyak orang soal ketidakpuasan mereka. Dan bagaimana si warung menerapkan harga jualnya, bukankah itu merugikan bagi masa depan warung mereka?

Rafaksi Minyak Goreng Harus Segera Rampung, Luhut: Supaya Pedagang Tidak Rugi!

Tidak usah jauh-jauh, ada di kota tercintaku sebuah warung soto. Dulu ramai luar biasa, tapi seenaknya kasih harga ke pembeli, sekarang hasilnya sepi. Salah siapa? Ada lagi penjual batagor, yang menjual dengan harga Rp100 per buah. Kalau kita beli Rp3000 harusnya dapat 30 buah bukan? tapi dengan harga Rp3000, pembeli hanya dapat 22 buah, kadang 26 buah, kadang 24 buah, sesuka hatinya saja.

Padahal tahukah dia bahwa pembeli tidak semuanya acuh tak acuh terhadap apa yang mereka beli. Ada orang yang menghitung jumlah yang dia dapat, seperti aku ini. Susah mungkin si penjual ini untuk jujur, atau dia berpikir tidak ada gunanya dia jujur, atau mungkin dia berpikir tidak akan ada orang yang tahu.

Itulah sebabnya aku ingat betul sama sesosok Bapak penjual cilok yang biasa mangkal di depan warnetku, karena dia berbeda. Si Bapak biasanya dua kali sehari mangkal di sana, pagi dan siang. Si Bapak begitu tekun dan bersemangat jualan. Dia yang mendatangi para calon pembeli, dia rela naik ke lantai 2 untuk sekadar menanyakan orang-orang yang sedang main di warnet apakah mereka ingin membeli ciloknya.

Begitu ada yang pesan langsung di antar sama si Bapak. Dan yang mengagumkan adalah si Bapak tidak pernah mencuri jumlah cilok yang harusnya dia berikan ke pembelinya. Si Bapak bilang, "aku kalau kerja harus niat dan jujur, kalau beli Rp2000, ya, aku kasih 20 buah, malah kadang aku lebihkan jadi 22 buah. Aku menjaga agar pembeli tidak kecewa jika ada pembeliku menghitung jumlah yang dia dapat dari jualanku. Doa dari pembeli itu ada dua, yaitu doa yang baik dan doa yang jelek. Aku menjaga agar tidak ada yang berdoa jelek terhadap daganganku."

Luar biasa sekali si Bapak ini. Dan yang mengagumkan berikutnya, setelah dia merasa para pembeli sudah menghabiskan cilok yang mereka pesan, si bapak akan naik lagi ke lantai 2 dan mengambil semua bungkus plastik bekas mereka makan, membuangnya ke tempat sampah, dan mengelap meja yang mungkin kecipratan saos.

Sangat memuaskan Bapak ini melayani pembelinya. Dan jika aku yang beli Rp2000, aku dikasih 25 buah loh. Dan tahukah Anda sekalian, dagangan si Bapak selalu habis. Aku ikut senang akan habisnya dagangan Bapak cilok ini. Semoga semakin banyak orang berkarakter luar biasa seperti Bapak ini.

Kesimpulannya, sekarang jika aku masuk ke rumah makan tanpa tercantum harga aku akan tanyakan terlebih dahulu berapa harganya. Itu menghindarkan aku dari perasaan tidak rela jika "dikeplak" sama penjual makanan yang tidak niat jualan dengan baik. Jika terlanjur “dikeplak”, aku akan tanya detail setiap makanan. Bukan mau minta selisih uang (jika memang dicurangi), tapi lebih ke arah agar si penjual tahu bahwa tidak semua pembeli rela dicurangi, dan agar si penjual malu karena dia telah melakukan kebohogan yang nyata-nyata di depan pembelinya.

Dengan begitu semoga dia segera sadar dan tidak mengulangi ulahnya. Semoga kita adalah termasuk generasi yang membanggakan dengan karakter istimewa dan luar biasa baik. (Tulisan ini dikirim oleh Merry Mirthasari)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya