Aku Ditembak!

Ilustrasi pantai.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Aku sudah mengaguminya semenjak aku memutuskan hijrah ke Pulau Dewata ini. Pertama kali aku mendengar suaranya seperti ada getaran-getaran kekaguman yang membuat telinga ini selalu ingin mendengar suara merdunya. Dia adalah seorang penyiar radio, dan aku tak pernah tahu bentuk wajahnya itu seperti apa.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

Aku tak peduli dengan semua itu, aku hanya peduli bahwa kenyataannya aku selalu setia mendengar suara dan candaan khasnya setiap pagi, setiap bangun tidur. Dia itu suka ngegombal dan suka mengganggu cewek orang agar dia cepat putus dan bisa dijadikan pacar. Tapi aku tahu itu semua hanya ilusi semata. Hanya skenario marketing saja.

Pagi itu aku terbangun dari tidur panjangku. Aku semacam putri salju yang terbangun dari tidur panjang setelah dicium pangeran kodok. Tapi kenyataannya tidak begitu, aku memang mencium sesuatu, tapi ternyata itu si Lusi, kucing di kontrakan yang sering tiba-tiba nongol di atas kasur.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Plaakkk! Dengan reflek aku menendang dia sampai terjatuh dan menyingkir dari hadapanku. Kemudian seperti sudah menjadi kebiasaan setelah bangun tidur, aku langsung menghidupkan handphone, mengetik password-nya, dan mulai mengecek satu persatu aplikasi chatting-ku. Mulai dari BBM, line, instagram, facebook, twitter, dan bahkan webtoon yang notabene sering aku buka, tapi enggak pernah aku baca sekalipun.

Kenapa aku selalu rajin membuka aplikasi-aplikasi chatting-ku padahal aku sudah tahu pasti kalau enggak akan ada orang nge-chat. Pun sekalinya ada pasti hanya Bc-Bc enggak jelas yang isinya broadcast PIN yang mengaku cewek cantik atau cowok ganteng. Atau paling nggak, isinya hanya notif minta dibantuin like foto  di instagram biar dia menang lomba.

Jadi Dewa Mabuk Sehari

Ya sudahlah abaikan itu. Aku selalu berpikir, bisa saja kan tiba-tiba aku di mention sama Tom Cruise atau David Archuleta dan kalau aku tidak balas mention mereka kan mubazir, makanya aku rutin cek mention atau dm twitter. Tapi sekarang kebiasaanku bertambah lagi, aku jadi sering stalking akun cowok yang aku kagumi tadi. Pagi ini, dia bikin tweet yang isinya bilang kalau sore ini dia mau ke pantai. Yups, aku langsung antusias banget. Aku ajak temanku buat ngikutin itu cowok di pantai biar aku nggak sendiri mata-matain dia.

Sore telah tiba. Aku suka sekali mengekor cowok ini ke mana-mana. Dia enggak tahu selama ini aku suka mengikuti di belakangnya. Semacam Sasaeng Fans gitu. Tapi fakta mengejutkannya adalah aku tidak tahu wajah dia itu seperti apa. Tapi aku bisa merasakan keberadaan dia dan selalu yakin kalau itu dia.

Aku juga nggak mengerti kenapa bisa nge-fans sama manusia ini padahal dia bukan artis, anaknya pejabat juga bukan, ganteng apalagi eh nggak tahu juga sih dia ganteng apa tidak, kan aku nggak tahu dia tampangnya seperti apa. Di avatar twitternya dia nggak pasang foto sendiri, dan dia juga nggak pernah upload foto close up, full body atau V pose yang lagi nge-trend itu. Dia cuma upload gambar dengan kata-kata bijak yang kadang suka bikin baper.

Tapi menurut bayanganku, dia itu orangnya mirip tukang sayur jomblo dekat kontrakan yang sering gangguin cewek tiap belanja dagangannya. Tukang sayurnya ganteng sih, tapi genit banget dan kita suka digombalin dulu kalau pas lagi tanya-tanya harga sayurnya. Dia tampangnya mirip Marsya Manopo, tahu kan host-nya Weekend List di NET TV itu loh.

Oke kembali ke cerita, kita lupakan tukang sayur jomblo. Sore itu aku dan temanku akhirnya pergi ke pantai juga. Pas sampai di sana, aku cari-cari orang itu dan akhirnya ketemu. Aku bukan mencari lewat wajahnya, tapi lewat suara dan candaan khasnya. Setelah aku menemukan orang itu lewat suara indahnya, aku masih belum bisa melihat dengan jelas wajahnya seperti apa padahal aku tahu itu dia dan aku berada di depannya.

Mukanya seperti tertutup sesuatu yang hitam dan samar-samar. Jantungku mulai berdegup kencang. Aku pura-pura mondar-mandir lewat di depan dia. Dia lagi asyik sama temannya dan entah apa yang mereka bercandain, tapi mereka kelihatan happy dan nggak peduli dengan alam sekitarnya.

Aku bersyukur dia nggak melihat aku yang dari tadi mondar-mandir nggak jelas di depannya hanya untuk melihat dia, dan aku pun sudah merasa bahagia. Setelah beberapa kali sibuk mondar-mandir kayak setrikaan, akhirnya dia mulai menyadari kehadiranku. Dia menatapku! Aku jadi salah tingkah dan bingung apa yang harus aku lakukan untuk menyamarkan kelakuanku ini. Akhirnya aku mencoba untuk bersikap tenang dan otakku mulai berpikir cepat. Ya, aku harus kabur tapi dengan gaya yang tetap cool.

Aku memalingkan wajah, lalu memutar badan, dan dengan kecepatan cahaya aku tidak lari, aku tetap berjalan, namun dengan kecepatan yang tidak biasa. Ternyata dia mengikutiku dari belakang. Aku semakin mempercepat langkahku dan dia juga ikut mengeluarkan jurus seribu langkahnya.

“Hey, kamu, berhenti!” perintah dia. Aku pura-pura tidak mendengar, tapi dia malah semakin antusias untuk menghentikanku. “Hey, kamu, stoopp!!!!” dia berteriak sambil menarik tanganku untuk menghentikan langkahku. Aku berhenti, aku menoleh, jantungku semakin mau copot.

“Kamu orang yang sering mention-mention aku setiap pagi itu kan, yang sering ngikutin aku ke mana saja, yang sering stalking twitterku, iya kan?” Dia mulai membuka mulut dan menebak semuanya. Gila aja, ini orang kok bisa tahu semuanya. Itu berarti selama ini dia pura-pura nggak peduli bahwa aku memperhatikannya. Dia baca semua mention-mention anehku. Oh tidaakkk! Seketika itu juga aku ingin lompat dari ujung Monas dan tembus ke lapisan bumi paling bawah.

Tanpa berkata apapun aku pergi begitu saja. Aku masih belum sadar sepenuhnya, aku masih mencerna dengan apa yang dia ucapkan tadi. Ternyata dia mengikutiku lagi. Aku cuek saja, aku tidak mau mengucapkan sepatah kata pun.

Saat itu kebetulan ada orang lewat berjualan topi pantai. Dia ambil satu topi itu, dan mengenakannya di kepalaku dari belakang. “Pakailah ini biar nggak kepanasan.” ucapnya tepat di belakang punggungku. Aku menoleh, dia tersenyum. Aku tetap terdiam, namun batinku memberontak. Ohmaigat, apa ini? Kenapa tiba-tiba dia begini? Jantungku semakin ingin terbang bebas dan bahkan pankreasku rasanya ingin loncat juga.

Kita berdiri dengan posisi seperti ini selama beberapa menit, di bawah pohon kelapa di pinggir pantai. Aku memandangi wajahnya, namun tetap tidak terlihat jelas, gelap. Entah apa yang dia bicarakan, otakku sibuk memikirkan dia dan tiba-tiba semua inderaku seperti mati sejenak.

Aku terbangun dari lamunan panjangku yang sedari tadi ternyata terus menatap wajahnya yang samar. Dia mulai mengeluarkan gombalan-gombalan mautnya yang bikin semua orang klepek-klepek, bahkan cowok pun bisa menganga mendengarnya. Aku mulai senyum-senyum sendiri. “Sebenarnya selama ini aku juga suka sama kamu, mau nggak kamu jadi pacarku?” ucap dia langsung menatap ke mataku.

DOORRR!! Mati aku, mati..aku di ”tembak”!  Apa yang harus aku katakan, ketemu saja baru sekali ini, tapi dia sudah “nembak” saja. Sebelum aku membuka mulutku untuk memberi jawaban, dia menyela, “Hahaha, ya enggaklah. Tadi itu aku cuma bercanda kali.” terangnya sambil ketawa-ketawa tanpa dosa.

What??!! Saya enggak salah dengar kan? Dia bilang kalau dia cuma bercanda? Saya dipermainkan!! Seketika itu aku berharap ada malaikat maut lewat dan dengan senang hati berkenan mencabut nyawaku. Aku sedih, iya sedih banget. Padahal sudah berharap yang tadi itu beneran dan nyata, jadi kekagumanku kepadanya selama ini berbuah manis.

Aku termakan oleh gombalannya yang seperti biasa bikin orang baper. Aku benar-benar terlalu terlewat batas berharapnya. Aku pergi, pergi menjauh dari dia. Aku marah sama dia. Namun anehnya, dia tetap mengikutiku. Sepertinya dia mau bilang sesuatu, tapi aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

Aku sibuk dengan kesibukanku sendiri, aku bercanda ria dengan orang-orang di sekitarku. Tiba-tiba saja di situ ada keluarga besarku. Aku sendiri bingung dari mana mereka muncul padahal tadi aku kesini cuma berdua saja dengan temanku. Tapi ya sudahlah, yang penting aku bahagia. Tapi ternyata rasa sakit tetap menghinggapi hatiku. Dia memperhatikanku dari jauh, apa pun yang aku lakukan dia selalu memperhatikanku. Aku tak peduli, aku tak mau bicara dengan dia.

Akhirnya setelah beberapa waktu kemudian, dia memberanikan diri untuk berbicara padaku. “Aku minta maaf soal ucapan yang tadi, aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya takut kamu menolakku.” Dia menjelaskan dengan wajah memohon dan penyesalan yang besar. Walaupun sampai sekarang wajahnya masih tidak terlihat, masih saja samar.

Jantungku berdegup lagi, makin kencang, bahkan kecepatannya dua kali lipat dari insiden penembakan pertama tadi. Sekarang tidak hanya jantung saja yang berdegup kencang, tapi kupu-kupu mulai terbang dan berputar-putar di perutku. Aku jatuh cinta. Sungguh aku nggak membenci dia. Aku juga berharap itu semua tadi hanya gurauan saja. “Kali ini aku serius, mau kan kamu jadi pacarku? Tolong jawab aku.” Kali ini dia “nembak” aku lagi sambil memegang tanganku.

Dag-dig-dug-deerr…rasanya jantung ini seperti ikut acara uji nyali, dia berdetak sampai tembus ke lambung. Yuhuuuu, yang kedua kalinya dia melakukannya lagi. Kali ini aku nggak boleh menyia-nyiakannya. Aku harus cepat bilang “iya”.

Baru saja aku mau membuka mulutku untuk mengucapkan satu patah kata “i…”, tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Gelap sekali seperti pemadaman listrik pas Hari Nyepi di Bali. Tapi ini kan di pantai, kenapa bisa ada pemadaman listrik. Lagi pula ini kan outdoor, siang hari pula, kenapa bisa gelap gulita begini. Apa ada gerhana matahari penuh lagi?

Aku merasa ada yang aneh. Aku mencoba untuk memejamkan mata. Dan benar, setelah perlahan aku membuka mata, ternyata ini semua hanya mimpi. (Tulisan ini dikirim oleh Tri Astuti, Denpasar)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya