Kebodohanku Mengikuti Kemauan Keluarga

Kegiatan MOS-ku berjalan lancar.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Cita-cita adalah suatu harapan, mimpi, dan keinginan seseorang agar dirinya bisa merasa bahagia dengan apa yang selama ini diperjuangkannya. Namun, terkadang cita-cita menjadi sebuah hal yang bisa membuat seseorang merasa tertekan, sakit hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Heboh Wali Nagari di Sumbar Digerebek Warga Mesum dengan Sesama Jenis, Kantor Disegel

Sehingga cita-cita yang selama ini selalu dimimpikan, diinginkan, dan diharapkan yang harus diperjuangkan harus berakhir sia-sia. Mungkin banyak mereka yang cita-citanya tidak pernah tersampaikan hanya karena keegoisan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Hanya karena keegoisan orang-orang yang ada di sekitarnya, lalu dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan hal yang sia-sia? Aku juga merasakan hal yang seperti itu, tapi aku tidak sampai memutuskan untuk mengakhiri hidupku dengan hal yang bodoh dan sia-sia seperti itu. Aku tidak tahu sudah berapa banyak cita-cita yang aku ingin-inginkan selama ini, tapi yang jelas sejak aku duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar, aku ingin menjadi seorang penulis.

Ekonomi Dunia Bergejolak, BI Buka-bukaan Hasil Stess Test Terbaru Sektor Perbankan

Hum, cita-cita yang sangat cocok untuk aku yang bersifatkan anti-sosial ini. Aku sering menemukan sebuah artikel tentang mereka yang anti-sosial, di artikel tersebut aku merasa seperti sedang berkaca, aku merasa yang merasakan hal yang seperti diceritakan di dalam artikel tersebut adalah aku. Dari sanalah aku berpikir, walaupun aku orang yang anti-sosial, aku juga harus menunjukkan kalau aku adalah orang yang juga ingin dan bisa meraih kesuksesan, yang nantinya akan dipandang, dihargai, dan dikenal oleh mereka yang ada di luar sana.

Mungkin sudah banyak cita-cita bodoh yang sering aku ucapkan pada teman, sahabat, dan keluargaku. Namun, sesungguhnya aku hanya ingin menjadi seorang penulis. Alasannya? Aku rasa cukup aku dan Tuhankulah yang tahu apa keinginan yang sebenarnya dari cita-citaku ini.

4 Kebiasaan Unik Suku Dayak, Dari Telingaan Aruu hingga Panggil Arwah Leluhur

Cita-citaku untuk menjadi seorang penulis harus kandas hanya karena keegoisan keluargaku. Lulus dari SMP, aku ingin melanjutkan ke sekolah agama, bukan pesantren loh, tapi MAN. Apalagi di kota tempat aku tinggal ada dua sekolah agama yang cukup dikenal di Pulau Sumatera ini. Keluargaku malah menyarankan aku untuk masuk ke STM/SMK.

Orangtuaku pun jadi merasa terbantu olehnya karena memang kebetulan ayahku bekerja di suatu kantor yang di dalamnya terdapat ilmu bangunan, menggambar, menghitung, dan membangun suatu bangunan. Aku pun terjebak di dunia teknik sipil. Sebenarnya aku bisa saja menolak, namun aku sudah menolak dengan halus, tapi malah dibilang, “Kau mau jadi apa? Kau pikir kau bisa jadi kaya, dapat uang banyak setelah kau masuk ke situ?”

Padahal yang aku kejar adalah kesuksesan, bukan uang. Aku jalani kehidupan masa-masa STM/SMK dengan baik, aku dapat ranking, walaupun cukup jauh, tapi setidaknya aku sudah menghargai usaha keluargaku untuk menyekolahkan aku setinggi-tingginya. Kata ˜Sukses” semakin terlihat ketika aku lulus dengan baik, aku mendapat ranking yang cukup bagus dari kelas, aku pun semakin mengerti dengan yang namanya ilmu teknik sipil.

Aku pun semakin terjebak di dunia teknik sipil. Aku mendaftar di salah satu universitas swasta yang ada di Kota Pekanbaru, UNILAK singkatnya. Aku masuk di UNILAK, aku mendaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknik. Aku merasa beruntung karena aku sudah menjadi mahasiswa di sana. Di sana aku mendapatkan beberapa orang teman yang mau bergaul dan berteman denganku. Di sana juga aku mendapatkan banyak pelajaran, di mana setiap cita-citas seorang anak pasti akan terkandaskan hanya karena keegoisan orangtua dan keluarganya.

Memang, di luar sana banyak anak yang secara terpaksa harus mengikuti kemauan orangtua dan keluarganya, termasuk aku. Aku dengan terpaksa harus mengikuti kemauan orangtua dan keluargaku. Aku menolak? Aku yang kena marah, apalagi aku anak pertama dan cucu pertama di dalam keluarga besar tersebut.

Otomatis aku harus sukses, bijaksana dan bisa memberi contoh yang baik untuk keluarga nantinya. Kalau saja aku benar-benar bisa menjadi seorang penulis yang dikenal di Indonesia atau dunia, mungkin aku adalah seseorang yang egois karena telah mengikuti kemauan aku sendiri tanpa mempetimbangkan “apakah setelah menjadi seorang penulis aku akan bisa bahagia?”. Padahal aku merupakan alumni STM/SMK jurusan teknik sipil dan mantan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil, tapi kok jadi penulis ya, bukan jadi engineering? Kini aku sadar akan kebodohanku karena telah mengikuti kemauan dan keegoisan mereka. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adhaarie)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya