Tetangga Oh Tetangga

Ilustrasi bertetangga.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Saya punya tetangga yang bisa dibilang dekat. Inisial tetangga saya ini FR, dan rumahnya persis banget di depan rumah saya. Saya lebih tua 3 tahun di atas dia dan karena sejak kecil kita bertetangga, saya sering banget main sama dia. Dia waktu kecil terkenal nakal. Hobi dia suka ciumi cewek dan meloroti celana cewek sampai nangis. Untungnya, biar saya juga waktu kecil nakal tapi saya tidak sampai taraf sekurang ajar dia yang berani meloroti celana cewek sampai nangis.

Pergilah Dinda Cintaku

Satu yang tidak berubah dari dia sampai sekarang adalah orangnya cepat bosan dan mudah terbawa arus. Dulu, waktu sedang heboh Dragon Balls, dia koleksi semua yang berbau Dragon Balls. Mulai dari tempat pensil, baju, selimut, sampai perlengkapan makan. Dia juga pernah bilang ke saya, "De, kalau sudah gede, rambut aku mau dicat kuning biar mirip Go-Ku ketika jadi Super Saiya di Dragon Balls." Syukur kepada Tuhan, hingga detik ini kayaknya dia lupa sama cita-cita sucinya itu.

Pas lagi heboh Saras 008 di Indosiar, dia juga ketularan hebohnya. Tiap sore kalau lagi main, dia pasti main sambil pakai topeng kucing ala Saras 008. Kalau saya lagi iseng, saya tinggal bilang saja, "Hai Saras Pahlawan Kebajikan, di jalan sebelah ada anak digangguin. Mereka butuh pertolongan kamu. Kamu harus berubah jadi Saras 008!" Dalam sepersekian detik, dia bakalan meniru gaya Saras 008 sewaktu dari manusia biasa berubah jadi manusia super. Kaki kiri dia bakalan dipanjangin ke kiri, kaki kanan dia bakalan dipanjangin ke kanan.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Ketika era Saras 008 sudah lewat dan berganti ke era Detective Conan, si FR ini jadi keranjingan bergaya bak detektif. Gaya ngomongnya berubah jadi ke arah interogasi setiap lagi mengobrol sama saya. "De, kamu pernah kehilangan barang di sekolah?" tanya dia suatu saat.

"Iya nih, saya baru hilang rautan Dinosaurus." jawab saya polos waktu masih kelas 4 SD. "Menurut saya, teman sebangku kamu adalah pelakunya. Alasannya karena dia enggak suka sama kamu karena kamu suka nyontek PR dia." Dan bodohnya, waktu itu saya percaya banget sama yang dia omongin dan yakin 100 persen kalau teman sebangku saya adalah maling sleper dinosaurus saya. Tapi setelah bisa berpikir waras, saya jadi ingin teriak ke depan muka dia sekarang, "Apa hubungannya sleper dinosaurus saya hilang, sama saya nyontek PR teman sebangku saya!”

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Di tahun 2010, era kegelapan ini hampir berakhir. Mungkin karena beranjak usia, tetangga saya juga jadi lebih nyantai. Di tahun itu dia lagi suka-sukanya dengan sastra. Dia jadi fans penyair macam Chairil Anwar, Sjuman Djaya, dll. Setiap saya pergi ke pasar buku atau majalah bekas, dia pasti ikut. Bedanya, kalau saya lebih suka cari komik/majalah dia nyari buku-buku Chairil Anwar, atau Kahlil Gibran.

Pernah di suatu malam, tidak ada angin, tidak ada apa-apa, tiba-tiba dia sms saya, "Kemana laraku yang telah lama menghilang? Nestapa aku hidup dalam kegentingan. Kunang-kunang menawarkan cahaya tapi hanya aku yang terdiam diri di sini. Senyap...Sunyi.... Cari aku dimana saja karena dalam kehangatan aku selalu ada di sisimu." Entah kenapa ya, saya jadi berasa homo dikirim SMS kayak begitu. Mungkin buat dia itu sebuah karya sastra, tapi saya lebih berasa seperti gay yang dikirimi SMS oleh pasangan gaynya karena lagi kesepian.

Sekarang, tetangga saya ini sudah bekerja menjadi sales merchandising di sebuah brand terkenal. Saya juga jadi makin jarang ketemu sama dia, karena sudah punya kesibukan masing-masing. Ketemu juga kalau kebetulan saya sedang di rumah saja. Walaupun kita lama tidak ketemu, tapi sifatnya yang cepat bosan itu belum juga hilang.

Baru-baru ini dia SMS, bilang kalau dia baru beli kamera SLR dan dia minta diajarin. Kebetulan saya memang punya dan paham sedikit-sedikit soal kamera SLR. Pas saya baru pulang ke rumah, dia ada di depan rumahnya lagi foto-foto gelas berisi air. Boleh juga nih gayanya. Kalau urusan gaya, enggak kalah deh sama Darwis Triadi, fotografer profesional itu. Tapi enggak tahu sih kalau hasilnya kayak apa.

Dia panggil saya, "De sini, bantuin foto!" Jiwa foto model saya pun terpanggil. Saya datang menghampiri dia dan dia menyuruh saya pegang botol terus menuang botol isi air itu ke sebuah cangkir dengan jarak yang cukup jauh. Boleh juga nih orang. Saya mikir keras, nih orang lagi pakai konsep foto apa dengan saya sebagai modelnya begini. Tapi menurut saya keren juga sih arahan gayanya, menyuruh saya menuang air ke gelas. Mungkin dia mau ambil efek percikan-percikan air.

"Oke ya, pas saya bilang hitungan ketiga, langsung dituang ya De!" Dengan polosnya saya tuang air di dalam botol itu ke cangkir. "Tahan De, jangan terlalu cepat nanti objeknya enggak fokus." Sumpah, gayanya beneran sudah seperti fotografer terkenal dan mahal. Setelah beberapa kali jepret, saya lihat hasil foto-foto dia dan ternyata, dia cuma ambil foto gelas dan airnya saja. Saya bengong dan diam seribu bahasa. Keji banget ini orang, sumpah keji banget. Saya dari tadi bergaya ganteng, eh enggak tahunya cuma botol sama air doang yang difoto.

Dari puluhan foto, tidak ada satupun muka saya yang tampak. "Keren kan, de?" kata dia sambil menunjukkan hasil fotonya. "Iya keren," kata saya pasrah. Besoknya saya cek kontak BBM dia, dia pasang foto gelas dan air itu jadi foto profilnya sambil dikasih tulisan "Fachr*l Fotografi". Tidak lama, dia BBM saya, "Dek, nanti bantuin jadi model foto lagi ya!"

Tanpa pikir panjang, saya langsung balas, "Lagi sibuk, sorry". (Cerita ini dikirim oleh Stefanus Sani, Bandung)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya