Nikmatnya Sahur Ditemani Jengkol

Semur Jengkol.
Sumber :
  • dapurasik

VIVA.co.id – Jika berbuka harus dengan yang manis-manis, tapi lain dengan sahur. Sahur bagiku harus dengan apa yang ada. Jangan pikirkan dan pentingkan apa yang dimakan ketika sahur, yang harus dipikirkan dan dipentingkan adalah niatnya. Niat untuk menjalankan puasa. Khusus anak kos, jangan biasakan makan sahur dengan mie instan terus. Besar kemungkinan ketika mendekati hari raya Idul Fitri nanti, kalian bisa masuk rumah sakit karena terkena penyakit usus buntu.

Pergilah Dinda Cintaku

Mie yang bergumpal-gumpal di usus karena tidak hancur ketika proses pengunyahan, itulah penyebabnya. Temanku di media sosial contohnya. Dia selalu mengingatkanku agar tidak sahur dengan mie instan. Lebih baik dengan nasi dan garam saja, atau dengan kerupuk pun tidak apa, begitu katanya. Aku turut senang karena ternyata masih ada di dunia maya yang peduli denganku.

Kalau keluargaku sendiri ada yang mengatakan kalau sahur haruslah dengan yang enak-enak, jangan cuma makan mie instant terus. Kurangi makan mie instan, cintai ususmu, dan minum air putih selalu, setidaknya ketika akan mendekati imsak minumlah 5-8 gelas air putih.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Dari semua jenis makanan, yang paling aku cari-cari ketika makan sahur adalah makanan yang baunya sangat menyengat, yaitu jengkol. Sahur dengan ditemani jengkol itu nikmat, enak, dan bagiku itu sudah sangat mewah. Temanku di dunia maya saja sampai tidak percaya kalau aku adalah penyuka makanan yang berbau tidak sedap itu. Siapa sangka anak laki-laki yang lahir di perkotaan dan dibesarkan di daerah perkotaan juga, ternyata sukanya sama makanan kampung, yaitu jengkol.

Bukan hanya jengkol saja, petai juga. Sahur itu tidak harus dengan yang enak-enak saja. Seandainya tidak ada yang enak-enak, seperti ayam goreng, ayam bakar, sate, udang goreng, ikan bakar dan ikan goreng, sebaiknya ganti dengan apa yang ada. Syukuri apa yang ada, nikmati apa yang ada, dan berniatlah dengan bersungguh-sungguh dalam menjalani puasa Ramadan.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Aku sendiri memang tidak terlalu aktif dalam beraktivitias di bulan Ramadan ini. Biasanya, siang hari aku pergi ke pasar untuk mencari makanan kesukaanku tersebut di pasar, apalagi kalau bukan jengkol. Untuk seseorang yang dibesarkan di keluarga yang tidak terlalu kaya dan tidak juga terlalu miskin, mungkin tidak bisa dikatakan aku adalah orang yang kampungan. Anggap saja makanan kesukaanku itu memang kampungan, namun aku tidak menganggap jengkol adalah makanan orang kampung. Ada juga orang kota yang suka makan jengkol daripada pizza, hotdog, burger, steak atau apapun itu yang mewah, contohnya aku.

Sahur bagiku adalah ketika kita berkumpul bersama keluarga, yaitu ayah, ibu, om, tante, kakak ataupun adik, dengan dihidangkan makanan yang halal. Tidak penting bagiku mewah atau murahnya makanan yang aku makan ketika sahur ataupun berbuka. Yang terpenting adalah kebersamaan dan nikmat mensyukuri apa yang telah diberikan oleh yang Maha Kuasa.

Jengkol memang memiliki bau yang menyengat. Bahkan, ketika seseorang sudah menggosok gigi ataupun berkumur-kumur, baunya pun akan tetap ada dan keluar dari mulut jika sedang berbicara ataupun bercakap-cakap. Namun siapa sangka, peminat makanan yang memiliki bau yang menyengat itu ternyata bukan hanya satu atau dua orang, tapi banyak, dan bahkan sampai berbagai pelosok dunia.

Bahkan di luar negeri sana, jengkol adalah jenis makanan yang mewah. Jika ada temanmu yang suka makan jengkol, janganlah dijauhi. Karena menurutku, sesungguhnya mereka adalah orang yang sederhana, bisa diajak berteman, bersahabat, dan bahkan bisa dijadikan pendamping hidup yang setia. (Cerita ini dikirim oleh Ridho Adha Arie)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya