Kebahagiaan yang Sebenarnya

Ilustrasi persahabatan.
Sumber :
  • http://indowebby.com

VIVA.co.id – Mina dan Minjoo adalah kedua perempuan yang bersahabat sejak lama dan selalu bersama ke mana-mana. Mina berasal dari kalangan orang miskin dan Minjoo berasal dari kalangan kaya. Walaupun dengan adanya fakta itu mereka tetaplah tidak peduli dan mereka tetap bahagia bersama berdua dalam persahabatan mereka.

Seru! Timnas Voli Putri Indonesia Bakal Hadapi Red Sparks di Pembukaan Proliga 2024

Suatu hari mereka kebagian mengerjakan tugas berdua dan Mina mengusulkan untuk mengerjakannya di rumah Minjoo. Tapi Minjoo menolak dengan alasan rumahnya berantakan dan dia hanya tinggal berdua dengan ayahnya. Namun, Mina tetap meyakinkan untuk mengerjakannya di rumah Minjoo karena mereka bisa sekalian membersihkan rumahnya setelah tugas mereka selesai.

Saat tengah mengerjakan tugas, ayah Minjoo pulang dengan wajah super kusut dan Mina melihat Minjoo menyambut ayahnya dengan baik. Tapi sayang, ayahnya hanya sebatas melirik tanpa memberikan jawaban apapun. Beberapa hari setelah kejadian di rumah Minjoo dan ini sudah memasuki akhir pekan, Minjoo ingin mengajak Mina berjalan-jalan bersamanya dan akhirnya Minjoo pun menjemput Mina di rumahnya. Minjoo melihat keadaan rumah Mina yang jika diukur rumah Mina hanyalah sebatas kamar tidurnya saja. Dia juga melihat begitu banyak orang berpakaian seperti berandalan di sana.

Raja Yordania Beri Selamat ke Prabowo via Telepon: Negaramu Membutuhkanmu

Setelah seharian menghabiskan waktu berjalan-jalan, mereka pun duduk-duduk sebentar di sebuah taman sebelum pulang. "Siang tadi siapa orang-orang itu Mina?" tanya Minjoo. "Mereka preman pasar," jawab Mina santai. "Mengapa mereka ke rumahmu?" Minjoo semakin penasaran. "Kau sangat ingin tahu sekali ya Minjoo?" jawab Mina sambil tertawa dan merangkul sahabatnya itu.

Keesokannya mereka mendapat tugas dari guru mereka lagi, dan kali ini tugasnya akan dikerjakan di rumah Mina. Saat mereka tengah mengerjakan tugas, tiba-tiba preman-preman yang kemarin langsung masuk ke rumah Mina tanpa permisi. Sontak Minjoo yang sedang berada di ruang tamu sendirian merasa terkejut atas kedatangan mereka. "Ada perlu apa kalian ke sini? Kalian mau merampok ya?" tanya Minjoo marah. "Di mana Mina? kami mencari dia!" jawab salah satu preman itu. "Aku tidak akan menjawab sebelum kalian jawab pertanyaanku. Katakan apa kalian mau merampok? Aku akan telepon polisi!" hardik Minjoo.

Dituding Hina China Gara-gara Absen di Hong Kong, Begini Tanggapan Lionel Messi

"Minjoo jangan! Mereka itu baik, kau tenang saja. Mereka tidak akan merampok rumah ini. Lagi pula tidak ada yang bisa diambil dari rumah ini," tiba-tiba Mina datang dari sebuah ruangan. "Mina, kami mau menyerahkan senjata ini. Berikan ke ayahmu, dan tolong sampaikan kalau kami sudah selesai menbangun musala untuk preman. Dan jika ayahmu ada waktu luang, tolong bilang silahkan mampir ke musala untuk melihat hasilnya," ucap salah satu dari mereka. "Baiklah, akan saya sampaikan Kak. Tapi, apa perintah ayah sudah kalian turuti?" tanya Mina. "Sudah. Boby sudah menyebar kepada seluruh preman di daerah ini untuk berpuasa, dan kami juga akan mengadakan acara buka bersama di saat tengah bulan nanti. Mina kami pamit dulu, ada hal lain yang harus kami lakukan," terangnya.

"Minjoo, maaf ya kamu pasti terkejut. Mereka memang tidak pernah izin dulu kalau mau masuk ,dan juga sudah banyak orang yang terkejut akan hal itu," jelas Mina sambil duduk di samping sahabatnya. "Iya, aku juga minta maaf sudah menuduh mereka yang bukan-bukan. Tapi apa yang mereka lakukan? Benar mereka membangun musala?" tanya Minjoo penasaran. "Iya nak, mereka membangun musala di dekat pasar untuk kumpulan preman di situ," tiba-tiba ayah Mina pulang dan memotong ucapan Minjoo. "Tidak setiap preman itu keterlaluan. Seperti mereka, ya awalnya mereka sangat keterlaluan tapi mereka sekarang sudah berubah," jelas ayahnya Mina. "Dan yang mengubah adalah ayahku," Mina menambahkan. "Kalian lanjutkan obrolannya ya, Ayah mau mandi dulu."

"Kamu kelihatannya bahagia sekali walaupun tinggal di rumah kecil seperti ini," ucap Minjoo. "Minjoo, kebahagiaan itu tidak selalu kita rasakan di saat kita kaya atau kita memiliki orang tua berjabatan tinggi. Bahagia itu tergantung dari hatimu sendiri yang menentukan. Aku memang bahagia, bahkan sangat bahagia walaupun tidak ada ibu. Setidaknya aku menunjukkan kepada ibuku bahwa kami masih bisa bahagia walaupun berdua," terang Mina. "Ayahmu enak, masih memberikan kasih sayang untukmu. Sedangkan aku?"

"Nak Minjoo, setiap ayah pasti masih punya rasa sayang kepada anaknya sendiri, tapi mungkin karena ayah kamu masih syok karena kematian ibumu jadi dia masih terlarut dalam kesedihan itu. Keadaanmu dan Mina sama, hanya terbalik. Waktu pemakaman ibunya, Mina sangat diam sampai tidak mau makan, tapi saya sebagai ayahnya pun menghibur dan menyemangati dia. Sekarang, kamulah yang harus menyemangati ayahmu. Jangan biarkan ayah terlalu larut dengan kesedihannya. Ayah pergi dulu ya. Mina kamu jaga rumah ya!" ucap ayah Mina dengan bijak. "Baik yah. Nah, Minjoo sekarang kau sudah tahu kan?" tanya Mina menggoda sahabatnya. "Tapi bagaimana caranya?" gerutu Minjoo. "Tanyakan pada diri dan hatimu," jawab Mina tenang.

Akhirnya Minjoo melakukan nasihat dari ayah dan sahabatnya itu. Awalnya sangatlah susah karena ayah Minjoo sudah terlalu larut dalam kesedihan itu. Tapi perlahan akhirnya Minjoo bisa mengembalikan ayahnya yang dulu untuk kembali tersenyum. Minjoo pun bisa memiliki lagi ayahnya yang murah senyum dan sayang kepadanya.

Sepoi-sepoi angin di taman sangatlah menenangkan, apalagi di waktu sore hari ini. Banyak orang beraktivitas di sini dan mereka sangatlah gembira dengan aktivitas mereka. "Bagaimana ayahmu, sudah membaik?" tanya Mina pada sahabatnya. Minjoo mengangguk, "Iya. Kemarin kami keluar bersama setelah sekian lama. Kami sempat merasa canggung. Terima kasih Mina," jawabnya sambil tersenyum. "Sudah aku duga. Iya, terima kasih kembali," Mina pun tersenyum mendengarnya.

"Aku pikir aku bahagia semenjak ibu pergi, karena ayah masih membiayai kebutuhanku dan ayah pun masih membelikan barang-barang branded untukku. Kemudian aku pikir aku juga sudah memiliki sahabat sepertimu, sehingga aku bisa merasa bahagia. Tapi ternyata tetaplah selalu ada kehampaan yang menghampiriku," terang Minjoo. "Pasti karena bukan ayahmu yang memberikan dan tidak ada senyuman di wajah ayahmu kan?" tebak Mina.

"Iya, kau benar sekali," ucap Minjoo menyetujui. "Aku dulu juga begitu. Di saat pemakaman ibu, aku mengulang memori kebahagiaanku bersama ayah dan ibuku. Aku mulai berpikir, apa setelah ibu tidak ada aku dan ayah akan sengsara? tapi setelah ayah meyakinkanku, akhirnya kami bahagia sampai sekarang," terang Mina.

Itulah kisah persahabatan, yang mereka kira mereka berdua sudah bahagia dengan persahabtan mereka, tapi ternyata ada secuil batu yang harus mereka singkirkan agar mereka bisa merasa lebih bahagia. Bahagia itu selalu ada di hatimu kawan. Jadi jangan pernah takut untuk bahagia dan jangan iri melihat kebahagiaan orang lain. (Cerita ini dikirim oleh hajji)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya