Anak Lulusan Madrasah Ingin Jadi Jurnalis

Ilustrasi
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Kesadaran bahwa pendidikan itu penting bagi anak-anaknya dan kewajiban menuntut ilmu menjadi penyemangat bagi ayahku dalam memperjuangkan keinginanku menjadi seorang jurnalis. Pekerjaan apapun ia lakoni dengan penuh kesabaran dan ketelitian. Tak peduli seberapa banyak uang yang ia keluarkan untuk membiayai sekolah anaknya. Padahal dalam menggapai ilmu, ayahku hanya sekadar lulusan Madrasah Tsanawiyah di kampungnya.

Pemuda Kena Tipu hingga Puluhan Juta saat Hendak Beli Mobil untuk Ayahnya

Ayah bekerja sebagai teknisi AC ataupun peralatan elektronik lainnya. Keahlian elektronya didapat kala ia sekolah khusus elektro setelah lulus dari madrasah. Ayah kelahiran Ngawi empat puluh tahun silam. Ayah selalu bekerja dari pagi sampai malam, pergi dari satu rumah ke rumah yang lain, dan tak pernah mengeluh akan pekerjaannya yang sekarang.

Ayah beranak dua ini tidak ingin nasib anak-anaknya seperti dirinya yang harus putus sekolah sejak Madrasah Tsanawiyah lantaran keterbatasan dana. Ia memang lahir dari keluarga yang kurang mampu, pasangan petani Sarno dan Siyem. Apapun pekerjaannya ia lakoni untuk menutupi biaya sekolah anak-anaknya. Mulai jadi teknisi listrik, sampai menjadi kuli di rumah tetangga.

Ayah Lee Sun Kyun Meninggal Dunia Tiga Bulan Setelah Kematiannya

Meskipun ia hanya seorang teknisi listrik, tetapi dia mengerti akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Ia paham bahwa perkembangan dunia tidak dapat dipungkiri akan bertambah maju. Jika anak-anaknya tidak mengenyam pendidikan, maka akan jauh tertinggal di belakang. Ini semua dilakukannya lantaran memang sudah kewajibannya sebagai orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

Ayah sering berkata, “Menuntut ilmu sampai setinggi-tingginya itu penting. Orang yang berilmu dan dapat bermanfaat bagi masyarakat akan mempunyai derajat tersendiri,”. Tak mau kalah dengan anak-anaknya, ayah juga menuntut ilmu dengan caranya sendiri. Suami dari Kuswatun Khasanah ini sering membaca Alquran untuk mendamaikan hati dan pikirannya. Dengan begitu, ayah sudah menambahkan ilmu yang dimilikinya untuk diamalkan suatu saat nanti ketika dibutuhkan.

Top Trending: Jayabaya Ramal Satrio Piningit hingga Sosok Jenderal Bintang 1 Andalan KSAD

Sebagai sosok seorang Ayah sekaligus kepala keluarga, Syamsudin tak memaksakan anaknya untuk mengikuti kehendaknya dalam menentukan masa depan. Ayah percayakan masa depan kepada anaknya masing-masing. Karena menurutnya, yang akan menjalani kehidupan itu adalah anak-anaknya sendiri, ia hanya perlu mengarahkan serta mendoakan apa yang dilakukan anaknya untuk meraih masa depan yang diinginkan.

Termasuk pada pilihanku masuk Universitas Nasional dan memilih untuk menggeluti dunia jurnalistik. Pada awalnya, ayah tidak setuju karena ingin anaknya kuliah di salah satu perguruan negeri. Akan tetapi ayah sadar bahwa itulah yang anaknya inginkan. Baginya menjadi seorang jurnalis itu cukup berat. Seorang jurnalis harus lari ke sana ke mari untuk mendapatkan informasi. Seorang jurnalis dituntut untuk hidup di bawah tekanan garis kematian.

Sebagai seorang ayah, ia hanya hanya berharap di manapun anak-anaknya berada kelak mampu mengamalkan ilmu yang diperolehnya saat ini untuk memajukan bangsa dan Negara. Ayah berharap kelak anaknya akan bermanfaat bagi masyarakat. Baginya sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain. (Tulisan ini dikirim oleh Langgeng Puji, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya