Sosok Ibu di Mataku

Ilustrasi ibu.
Sumber :
  • http://catatanbund4.wordpress.com/

VIVA.co.id – Ibu adalah sosok yang telah menjagaku sejak aku berada di dalam kandungan. Selama 9 bulan ia menjagaku di dalam kandungan hingga detik ini. Ibu Entin. Ya, itulah sapaan ibuku. Ibu yang rela berjuang demi anak-anaknya demi melihat anak-anaknya bahagia. Selama ini, ibu telah bekerja keras demi melihat senyum indah di wajah para anaknya.

'Kisah Cinta Ibu' Momen Spesial Ungkapan Kasih Sayang Sambut Hari Ibu

Ketika semua orang masih tertidur lelap dan bermimpi, ibu sudah harus bangun menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk berjualan di pagi hari. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga yang sekaligus mempunyai usaha berjualan sarapan. Usaha tersebut telah dilakukan sejak aku di Sekolah Menengah Pertama. Usaha tersebut merupakan usaha turun temurun.

Setiap dini hari, pukul 3 pagi ibu sudah harus bangun untuk menyiapkan semua makanan untuk pagi hari. Ibu adalah sosok pahlawan bagi keluarga. Meski ayahku bekerja, namun ibu tetap ingin meneruskan usaha nenek. Jika ibu tidak berjualan maka banyak pelanggan yang menanyakan. Seolah ibu adalah sosok pahlawan bukan hanya untuk anak-anaknya, namun juga untuk para pelanggannya.

Phoebe Rayakan Hari Valentine dengan Merilis Lagu

Ibu adalah wanita yang luar biasa hebat. Mengurusku sejak kecil tanpa sosok ayah, karena ayah harus merantau. Meski ia hanya mengenyam pendidikan sampai di Sekolah Dasar, namun ia tidak pernah merasa iri terhadap kakak dan adiknya yang berhasil lulus dari Sekolah Menengah Atas. Ibu lebih memilih membantu ibunya untuk mencari uang. Membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Ibu merupakan anak ke tujuh dari sepuluh bersaudara. Oleh sebab itu, ibu lebih memilih membantu nenek untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sejak kecil, ibu sudah merasakan bagaimana susahnya mencari uang. Saat bersekolah, ibu selalu membantu nenek mencari uang. Meski nenek tidak memaksa ibu, namun ibu tetap bersikukuh berjualan es di sekolahnya. Hasil dari jualan tersebut selalu diberikan kepada nenek.

Kisah Ibu Disabilitas Riding 1.400 Km Demi Anak Saat Lockdown Corona

Keluarga ibu merupakan keluarga terpandang di kampungnya. Namun, ibu tidak pernah merasa malu untuk berjualan es. Baginya, semua hasil berjualan tersebut adalah untuk membantu nenek ketika sedang membutuhkan uang. Saat berusia 15 tahun, ibu bekerja di sebuah pabrik di daerah Kota Bandung.

Sebenarnya kakek tidak pernah menyetujui jika ibu harus bekerja jauh dari rumah. Namun, ibu tetap bersikukuh ingin bekerja di pabrik tersebut. Dengan segala pengertian yang ibu berikan, kakek pun akhirnya memberikan izin ibu untuk bekerja. Dengan berat hati, kakek merelakan ibu pergi jauh dari rumah.

Ibu adalah satu-satunya anak yang telah merasakan bekerja sejak kecil. Tidak pernah merasa lelah ataupun menyesal karena hanya merasakan bangku Sekolah Dasar saja. Kakek selalu bangga terhadap ibu karena perjuangannya membantu keluarga. Ibu selalu menjadi sosok yang dirindukan oleh kakek dan nenek ketika jauh dari rumah. Selalu diinginkan kehadirannya setiap saat oleh kakek.

Suatu hari, ibu membawa sebuah kabar yang tidak tahu harus dikatakan kabar baik atau kabar buruk. Kabar tersebut adalah sebuah pinangan dari seorang lelaki yang merupakan bos di tempat ibu bekerja. Namun, harapan ibu harus pupus karena penolakan dari kakek yang tidak menerima pinangan tersebut.

Hingga pada usia 17 tahun, ibu bertemu dengan ayah. Mungkin cinta pada pandangan pertama berlaku pada ayah dan ibu. Mereka pertama kali bertemu ketika ibu merantau ke jakarta untuk ikut dengan kakaknya bekerja. Pertemuan itu menjadi pertemuan pertama yang sangat indah untuk mereka. Sejak pertemuan itu, ayah memutuskan untuk meminang ibu. Dan hingga detik ini, pertemuan tersebut tidak pernah dilupakan oleh ayah dan ibu.

Aku memang tidak terlalu mengenal sosok ayah saat kecil. Aku hanya mengenal sosok ibu yang selalu menjagaku, yang selalu ada ketika aku jatuh. Ayah pergi merantau ke berbagai kota untuk mencari nafkah. Ibu selalu menerima kondisi ayah bagaimanapun keadaan ayah. Perasaan itu selalu tumbuh setiap harinya. Namun, bukan berarti aku tidak dekat dengan ayah. Tetap, mereka berdua adalah sosok yang begitu berharga bagiku. (Tulisan ini dikirim oleh Hesti Fuji Kartini, mahasiswa Universitas Pancasila, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya