Bekerja untuk Membantu bukan Melanggar Lalu Lintas

Lahan parkir Pak Jamal di Jalur Puncak.
Sumber :

VIVA.co.id – Di tengah gemericik suara hujan yang turun di kawasan wisata Puncak, Bogor, seorang pria yang sudah berumur dengan berseragam celana coklat, topi abu-abu, kemeja putih dan dibalut rompi petugas polisi justru sibuk dengan tugasnya mengatur parkiran di pinggir Jalan Raya Puncak KM 77 Cisarua, Bogor. Tampak wajah yang begitu senang menyapa pengendara motor yang hendak parkir di lahan parkirnya.

Tukang Parkir yang Minta Uang THR Rp15 Ribu di Minimarket Karawang Minta Maaf

Pria berusia 40 tahun itu bernama lengkap Jamaludin. Ia merupakan ayah dari tiga orang anak, dari pernikahan dengan istrinya yang bernama Handayani. Menurutnya, ia telah bertugas sebagai tukang parkir di Jalan Raya Puncak sejak 15 tahun yang lalu. “Saya bekerja sebagai tukang parkir di sini sekitar 15 tahun yang lalu, setelah memiliki satu anak. Tugas saya di sini bukan hanya memakirkan kendaraan, kadang saya juga membantu warga untuk menyeberang jalan,” ucapnya sambil tersenyum.

Di kawasan wisata Puncak sendiri area parkir di pinggir jalan raya sangat mudah ditemui. Dari mulai keluar Tol Jagorawi hingga ke daerah Cipanas. Hal tersebut sangat berarti bagi warga sekitar. Karena memunculkan ‘lahan kerja’ bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap seperti halnya Pak Jamaludin.

Viral Tukang Parkir Liar Minimarket Getok Tarif Rp 15 Ribu buat THR

Keramaian lalu lintas kawasan wisata Puncak memang tak terbantahkan lagi. Dengan panorama alam yang menakjubkan, menjadikan Puncak sebagai tempat tujuan wisata yang dapat menghilangkan penat dari rutinitas kegiatan sehari-hari. Menurut Pak Jamal, per harinya ia dapat penghasilan sekitar 20 hingga 40 ribu rupiah. Cukup tidaknya penghasilan tersebut ia terima dengan lapang dada.

“Setiap hari paling saya dapat 20 ribu kalau lagi sepi. Kalau lagi ramai saya bisa mendapatkan uang sekitar 50 ribu. Penghasilan berapa pun saya terima-terima saja. Yang penting masih bisa makan,” ujarnya dengan logat bahasa Sunda yang kental.

Kakak-Beradik Jadi Tersangka Kasus Adu Jotos Jukir vs Sopir Bajaj di Jakpus

Profesi Pak Jamal sebagai tukang parkir jalanan bersinggungan dengan kebijakan Pemerintah tentang ketersediaan ruang parkir dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 Pasal 34 ayat 3. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu. Yaitu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas dan atau marka jalan.

Tentang peraturan tersebut Pak Jamal tidak mengetahuinya sama sekali. Ia selama ini nyaman-nyaman saja sebagai tukang parkir di Jalur Puncak. Tidak pernah ada petugas keamanan atau polisi yang melarangnya. “Selama saya bertugas, saya tidak tahu dan tidak ada yang memberi tahu sama sekali tentang peraturan-peraturan lalu lintas. Malahan saya dikasih rompi sama petugas polisi karena dianggap pekerjaan saya telah membantu tugas beliau,” ujarnya.

Pak Jamaludin mengaku semakin bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Baginya itu sebuah tanda bahwa pekerjaannya selama ini telah berjasa bagi orang lain dan telah diakui oleh kepolisian. Di zaman sekarang dengan persaingan yang tinggi, Pak jamal tidak memiliki pilihan pekerjaan lain. Karena pendidikan terakhir yang tidak sampai tamat sekolah dasar membuatnya sulit mencari pekerjaan.

Walau dengan penghasilan yang sangat pas-pasan, ia tetap bertahan dengan pekerjaannya. Tak terpikirkan olehnya jika harus kehilangan pekerjaan yang telah bertahun-tahun ia lakukan. Karena pekerjaannya ini, Pak Jamal begitu dikenal oleh warga sekitar bahkan ia dikenal oleh para petugas Polantas.

Meskipun di sisi lain keberadaan lahan parkir di sepanjang Jalan Raya Puncak sedikit banyak membuat kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di kawasan tersebut, namun menurut Pak Jamal hal itu disebabkan dari jalan yang sudah tidak sebanding dengan kendaraan yang lewat. Dan perlintasanlah yang menjadi masalah utama kemacetan di kawasan Puncak selama ini.

“Sebenarnya di sini bukan kita yang bikin macet. Jalannya seukuran begini, kendaraan yang lewatnya banyak banget Mas. Wajar saja kalau macet. Polisinya yang mengatur juga kewalahan. Kita malah sering bantu mereka mengatur jalanan,” tegasnya.

Penduduk sekitar pun sangat menghargai tugas Pak Jamal karena membantu mereka dalam menyeberang jalan serta mengatur lalu lintas. Seperti halnya yang diutarakan oleh Pak Andi, tukang ojek di dekat lahan parkir Pak Jamal. “Ya, beliau sangat berjasa buat kita. Dia sering membantu orang-orang sini menyeberang jalan. Tahu sendiri jalanan Puncak padat banget, dan turunannya curam. Jadi kita kadang takut untuk menyeberang apalagi kalau hari libur,” ujarnya.

Hal tersebut memang benar adanya. Sekitar 40 ribu kendaraan tercatat melintasi Gerbang Tol Ciawi, seperti dikutip di akun twitter @TMCPolresBogor. Antrean kendaraannya bahkan hingga 10 km. Pak Jamal seringkali membantu Polantas yang bertugas di dekat lahan parkirnya dalam mengatur lalu lintas jika ada kemacetan. Tidak mementingkan harapan untuk mendapat imbalan apapun dari petugas Polantas tersebut. Baginya itu juga merupakan tugasnya sebagai orang yang mendapat uang di jalanan.

Selain peduli akan kondisi jalanan, Pak Jamal juga begitu peduli terhadap keluarganya. Setiap ia pulang dari tugasnya, Pak Jamal langsung memberikan penghasilannya kepada istrinya.  Selanjutnya ia datang menemui anaknya yang semuanya masih duduk di bangku sekolah. Pak Jamal membagi-bagi pula penghasilannya kepada seluruh anaknya secara merata.

Jasa seorang tukang parkir sepertinya mungkin memang tidak akan pernah dianggap besar oleh orang lain. Namun baginya, semua yang dilakukan atas dasar ikhlas akan memiliki manfaat bagi orang lain. Tak mengenal hujan, atau bahkan di saat sakit pun ia akan berusaha bekerja semaksimal mungkin selama ia bisa melakukannya.

Istrinya yang setiap hari begitu mengandalkan penghasilan suaminya tersebut selalu memberikan dukungan serta doa. “Istri dan anak saya adalah segalanya bagi saya. Merekalah yang selama ini mendukung saya dan menjadi pacuan semangat saya. Di jalanan orang tidak peduli akan kondisi saya. Saya bekerja untuk orang lain dan untuk membantu bukan untuk melanggar,” tuturnya.

Harapan Pak Jamal, jika memang ada kebijakan dari Pemerintah yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai tukang parkir, hendaknya disosialisasikan kepada beliau. Dan ia pun mengharapkan adanya pelatihan atau pengarahan tentang aturan-aturan lalu lintas yang ada. “Peraturan lalu lintas tentu harus kami taati. Namun kami harus tahu dan mengerti lebih dulu tentang peraturan tersebut,” tutupnya. (Tulisan ini dikirim oleh Febrian Ramadhan, mahasiswa Universitas Nasional, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya