Ikhtiar Sang Kartini dari Kampung Kober Bekasi

Ibu Oom yang selalu berjuang untuk anak-anaknya. (foto u-report)
Sumber :

VIVA.co.id – Rumah Yatim (RY) lahir dari kasih sayang dan kepedulian masyarakat untuk sesamanya. Rumah Yatim tumbuh dan berkembang tak lepas dari partisipasi aktif yang juga datang dari masyarakat. Saat menjalankan kegiatan dan programnya, Rumah Yatim tidak hanya bekerja sama dengan pihak aparat pemerintah setempat, namun juga mengajak warga menjadi koordinator di wilayahnya.

Viral Alquran Dilempar Petugas saat Eksekusi Rumah Yatim Piatu

Bertepatan dengan bulan April, Rumah Yatim ingin mengulas salah satu koordinator perempuan yang aktif membantu di wilayah tempat tinggalnya. Melalui wawancara tim RY bersama salah satu pengurus Asrama Bekasi, Marini.

Perempuan tangguh itu biasa dipanggil oleh pengurus dan anak asuh Asrama Rumah Yatim Bekasi dengan nama Ibu Oom. Gerak-geriknya cekatan ke sana ke mari ketika bekerja. Semangat yang tertanam seakan menggerakkan anggota tubuhnya terus aktif. Ditambah inisiatifnya yang tinggi membuat pengurus Asrama Bekasi terkesan dan merangkulnya.

Pergilah Dinda Cintaku

Perempuan pemilik nama lengkap Oom Komariah ini lahir sebagai warga asli Bekasi. Lahir dan besar  di Bekasi semakin menambatkan hidupnya hanya di Bekasi. Hingga pada 2011, suami tercinta meninggal dunia. Ia menjalani peran barunya sebagai orang tua tunggal bagi ketiga anaknya.

Tak ingin dirundung duka terlalu lama, ibu berusia 45 tahun ini bangkit memulai lembaran baru hidupnya. Ia mulai berkeliling dari rumah ke rumah menjadi buruh cuci-gosok. Sadar tak lagi dapat nafkah dari suami, ia terus berusaha menafkahi anak-anaknya, sambil  tetap mengurus mereka. Namun, himpitan ekonomi keluarga tak mencukupi untuk membiayai ketiga anaknya.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Betapa tidak, penghasilan rata-rata per bulannya hanya Rp600 ribu yang dikumpulkan dihitung dari jasanya selama sebulan. Sepetak kontrakan yang dihuni biayanya 400 ribu rupiah per bulan. Kontrakan dengan satu kamar dan kamar mandi di luar ini cukup menjadi tempatnya berteduh. Meski dekat kuburan, kontrakan yang berlokasi di Kampung Kober, tepatnya Gang Kober, Marga Jaya, Bekasi, tak membuat keluarganya takut.

Sedangkan sisa dari pendapatannya, yaitu sebesar 200 ribu rupiah hanya cukup untuk si bungsu, Alfanisa. Sedangkan untuk menutup kekurangan lainnya, ia banting tulang bekerja serabutan membantu tetangganya.

Sampai akhirnya, sekitar Mei 2016 Allah menunjukkan jalan-Nya yang mengantar Oom kepada Rumah Yatim. Marini tak dapat menahan rasa gembira sekaligus haru saat mengisahkan pertemuan mereka. Padahal, kejadian itu hampir setahun lamanya.

“Ini memang pertemuan yang tidak disangka-sangka. Allah sudah menakdirkan kami bertemu di saat seperti ini. Waktu itu kami masih mencari anak asuh yatim, lalu sudah survei ke sana ke mari dan mengalami kesulitan karena nyaris nihil di sekitar kami. Singkat cerita, tiba-tiba Bu Oom datang tanpa sengaja membantu menunjukkan calon anak asuh yatim,” ungkap Marini terharu.

Ia meyakini kalau ini sudah menjadi petunjuk atas karunia Allah. Ketika ia bersama tim lainnya hampir menyerah, tiba-tiba ada pertolongan itu menghampiri dengan sendirinya. Sejak saat itu, lanjut Marini, hubungan baik bersama Bu Oom kian tumbuh layaknya keluarga. Sebagai warga asli, kehadirannya menjadi perpanjangan tangan Rumah Yatim kepada warga.

Rumah Yatim mengangkatnya menjadi koordinator setempat. Dan seperti keluarga, Rumah Yatim mengenal kondisi Oom dan keluarganya. Berkontribusi terhadap Rumah Yatim dalam berbagai acara dan kegiatan, ia mendapatkan apresiasi wujud kasih sayang Rumah Yatim.  Perjuangan Oom layaknya seorang Kartini.

“Kami bersyukur Allah mempertemukan kami dan Bu Oom. Ia aktif sekali membantu setiap kali ada acara donatur atau kegiatan lainnya. Walau belum banyak, dari kami memberikan apresiasi khusus koordinator, minimal dapat meringankan kebutuhannya sehari-hari,” imbuhnya.

Menurut Marini, Oom adalah koordinator paling rajin dan aktif. Rumah Yatim Bekasi menunjuk tiga orang, termasuk dirinya dan RT setempat. Dalam seminggu, Oom ke asrama sekali sampai tiga kali untuk ikut membantu kalau ada acara atau kegiatan lainnya. Di luar itu, ia aktif berkegiatan di masjid meski tak sesering ke asrama.

Boleh dibilang, asrama jadi rumah kedua bagi Oom dan Nisa. Ia merasa ini panggilan hati karena ia ikut merasakan bahwa putrinya sendiri adalah seorang yatim. Karena itulah kehadirannya ingin ia berikan untuk membantu Rumah Yatim dan anak asuhnya.

Putri bungsunya, Alfanisa yang kini duduk di kelas 2 SMP berada dalam naungan Rumah Yatim. Ia merasa tinggal bersama sang ibu adalah terbaik untuknya. Meskipun fisik sang ibu masih sehat dan kuat, Nisa merasa harus tetap membantu dan menemani ibunya.

Sesekali, di waktu luangnya, Nisa suka membantu bibinya berdagang dan melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan mengepel. Dari sana ia mendapat uang pengganti lelahnya. Ia sedikit demi sedikit menabung dari uang hasil jerih payahnya itu.

Oom bangga dengan Nisa yang memahami kondisinya sebagai orang tua tunggal yang sendirian mencari nafkah. Selain membantu sang bibi, ia juga membantu ibunya di rumah. Diakui Marini, Nisa memang anak yang rajin dan solehah.

Sama seperti orang tua lainnya, ia punya harapan anak-anaknya dapat mewujudkan mimpi-mimpinya. Alfanisa terinspirasi dari sang kakak yang sukses jadi seorang guru SMP. Kepada Marini dan Yayan, Kepala Asrama Bekasi, ia mengatakan ingin suatu saat menjadi seorang guru agama.

Sempat terpikir, mungkinkah Nisa mencapai impiannya? Mengingat untuk makan sehari-hari pun sulit. Tak mau terjebak dengan rasa putus asa, Oom hanya berserah diri pada Allah yang akan menganugerahkan sesuatu yang indah padanya.

Pertemuannya dengan Rumah Yatim sangat berarti dalam sejarah yang ditakdirkan Allah padanya. Kesulitan hidup yang dihadapinya sekarang tak akan ia biarkan menghadang. Kartini Kampung Kober ini yakin ikhtiarnya ini akan membawa keberhasilan di masa datang. (Tulisan ini dikirim oleh Ihsana Imie)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya