Pesantren Gratis Ini Lahirkan Santri yang Mandiri

Pesantren Roudhatul Mubtadiin.
Sumber :

VIVA.co.id – Bagaimana mungkin sebuah pembangunan dan pengembangan bisa berjalan tanpa ada dana operasional? Mungkin begitulah nasib sebuah lembaga pendidikan agama di Desa Ujung Tebu, Serang. Berdiri sebuah pesantren bernama Pesantren Roudhatul Mubtadiin sejak tahun 2010. Pesantren tersebut ditempati oleh para santri yang datang dari berbagai daerah, seperti Lampung, Banten, Pandegelang dan Tangerang. Sementara sebagian besar lagi mereka berasal dari lingkungan sekitar.

Viral Alquran Dilempar Petugas saat Eksekusi Rumah Yatim Piatu

Bapak Haji Yasura, usia 76 tahun adalah pemilik tanah sekaligus pengurus dari pesantren tersebut. Ia bersama anak dan menantu menjadi orang tua bagi para santri. Tidak hanya menjadi orang tua, mereka pun guru bagi perkembangan ilmu agama anak-anak yang tinggal bersama mereka.

Sistem pembelajaran agama di pesantren ini bersifar non-formal. Jadi, tanpa adanya legalitas seperti sekolah pesantren yang biasa kita kenal. Para santri dalam hal ini diajarkan mengkaji kita-kitab gundul sederhana mengenai sharaf, nahwu, dan matan jurumiah. Untuk usia para santri itu sendiri dari usia 12 hingga 25 tahun.

Pergilah Dinda Cintaku

Menurut cerita Bapak Haji Yasura, biasanya lama menyantri adalah lima sampai tujuh tahun. Setelah itu mereka pulang dan membuka pesantren sendiri. Dan perlu diketahui juga, setelah selesai belajar mereka tidak mendapatkan ijazah layaknya pesantren yang kita kenal.

“Salah satu santri sudah membuka pesantren di Lampung. Anak-anak yang sudah punya pengalaman dan ilmu agama biasanya suka begitu,” kata Pak Yasura, ketika diajak berbincang-bincang selama menerima bantuan sembako dari Rumah Yatim.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Pesantren ini menampung anak-anak yang tidak mampu. Untuk urusan makan dan kebutuhan sehari-hari, anak-anak biasanya minta kepada orang tuanya, kemudian kembali lagi ke pesantren. Pihak pesantren benar-benar tidak meminta uang sepersen pun dari anak-anak. Baik untuk kebutuhan pesantren maupun hal yang lainnya.

Anak Pak Haji Yasura, Abdul Kholid sebetulnya tidak memiliki pekerjaan, kecuali fokus terhadap pengajaran dan pengelolaan pesantren. Bangunan yang berdiri di tanah seluas kurang lebih satu hektar tersebut memiliki lima pondok. Untuk satu pondok dihuni oleh tiga hingga lima santri. Asrama-asrama tersebut ketika ditemui di lapangan seperti gubuk-gubuk yang sebetulnya kurang sedikit layak ditempati.

Pesantren tersebut benar-benar seadanya dan begitu membutuhkan pengembangan agar anak-anak tersebut lebih nyaman selama menyantri. Selama ini memang pihak pesantren tidak menarik uang dari anak-anak, mengingat anak-anak tersebut dari kalangan yang tidak mampu. Bahkan sebagian besar anak-anak adalah mereka yang putus sekolah. Aktivitas menyantri merupakan cara mereka mengisi hari-hari untuk menimba ilmu agama.

“Saya sangat senang dan bahagia diberikan bantuan sembako ini. Apa lagi ini kali pertama ada orang yang memperhatikan kami. Sebelumnya tidak pernah ada, bahkan penduduk sekitar saja sulit untuk dimintai bantuan,” ujar Abdul Kholid. (Tulisan ini dikirim oleh Muhammad Burniat)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya