Aku yang Tak Punya Banyak Teman

Ilustrasi pria.
Sumber :
  • Pixabay/Janeb13

VIVA.co.id – Sejak kecil aku suka bercerita. Walaupun sebenarnya aku anak yang pendiam dan lugu. Aku selalu bercerita kepada orang yang baik padaku. Kalau orang yang tidak baik padaku, aku enggan untuk bercerita. Sampai sekarang pun aku masih memakai prinsip itu, walaupun pada akhirnya aku sadar kalau itu salah.

Diadaptasi dari Novel, Serial Sabtu Bersama Bapak Bakal Tayang di 240 Negara

Di umur yang sudah memasuki angka 21, aku tidak begitu memiliki banyak teman. Mereka juga tidak terlalu peduli padaku, padahal dulunya sangat peduli. Begitu pun juga aku pada mereka. Sampai sering aku berpikir, bagaimana caranya aku bisa membuat mereka peduli lagi.

Seperti saat ini, saat aku sedang membutuhkan bantuan tapi mereka malah menghindar. Ada beberapa yang merespons, tapi jawabannya tetap saja “tidak bisa”. Sedikit kecewa aku jadinya. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak bisa egois dan mementingkan kepentinganku sendiri. Walaupun dulunya aku selalu membantu dan menolong mereka.

Pergilah Dinda Cintaku

Aku tahu mereka juga sibuk. Ada yang kuliah, membuat tugas, berkumpul dengan keluarga, jalan-jalan bersama teman dan sahabat baru mereka, bahkan ada yang menolak membantu karena lebih mementingkan pacar mereka. Selama ini aku terus berusaha, berusaha dan berusaha. Walaupun pada akhirnya aku gagal. Sekarang, aku tidak tahu apakah aku akan gagal lagi.

Keinginanku saat ini cuma satu, yaitu agar aku bisa membahagiakan kedua orang tuaku. Kalau orang tuaku sudah bahagia, aku akan mencari banyak teman yang bisa dijadikan sahabat dan bahkan saudara. Tapi tidak ada satu pun dari teman-teman lamaku. Sosok mereka samar-samar. Kadang ada dan kadang tidak ada, seperti hantu.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Pernahkah kalian berpikir betapa senangnya hidup kalian? Di umur yang masih muda kalian masih bisa bersekolah dengan baik, berkumpul dengan teman-teman, sahabat dan saudara, atau pergi ke tempat yang kalian inginkan bersama mereka. Mungkin bukan hanya itu, kalian bisa membeli apa-apa yang kalian butuhkan untuk bersekolah.

Sedangkan untuk yang sudah kuliah dan bekerja, betapa enaknya hidup kalian yang bisa melakukan hal yang kalian inginkan. Tidak jauh-jauh, sama seperti ketika kalian masih muda dulu. Berkumpul bersama teman-teman, sahabat dan saudara, liburan, dan bahkan menaklukkan hati si doi, alias orang yang kalian suka.

Andaikan aku hidup seperti itu, mungkin sekarang cerita ini tidak akan pernah ada. Karena aku tidak harus berusaha untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku pasti akan menikmati hidup dan hanya akan menjalankan amanah dari kedua orang tuaku. Namun sayangnya, malah kebalikannya.

Salah satu tujuanku bercerita adalah agar orang-orang sadar kalau sebenarnya Ridho Adha Arie itu adalah seorang anak muda yang selama hidupnya ingin terus bercerita dan berkarya agar bisa membahagiakan kedua orang tua. Tidak muluk-muluk, orang tuaku adalah orang yang selama ini sudah aku kecewakan. Mereka ingin aku sukses, tapi aku malah gagal.

Namun kegagalan adalah awal dari keberhasilan. Di sini, aku menulis cerita. Menyadarkan banyak orang tentang betapa susahnya menulis sebuah cerita. Bukan untuk di kasihani, tapi hanya untuk memberi tahu yang benar agar tidak menjadi salah. Jika aku tidak menulis cerita, maka seterus-seterusnya, aku hanya akan menjalani hari-hariku sama seperti seekor kucing. Cari makan, tidur, bangun, buang air, cari makan lagi, tidur lagi, dan begitulah seterusnya.

Dan lewat tulisan ini, aku menyadari betapa susahnya menjalani hidup, menggapai impian, cita-cita dan harapan. Ditambah lagi dengan kehidupanku di dunia yang selalu serba apa adanya ini. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya