Puasa di Bulan Ramadan dan Budaya Korupsi

Ilustrasi suap.
Sumber :
  • http://www.blogpakihsati.com

VIVA.co.id – Bulan Ramadan telah berjalan beberapa hari. Seperti biasanya, geliat Ramadan disibukkan untuk khusyuk beribadah bagi umat Islam. Setiap individu sibuk meningkatkan kadar keimanannya dengan menjalankan ibadah puasa, melaksanakan salat tepat waktu, membaca Alquran, menjalankan salat tarawih, dan menjalankan ibadah sunah yang lain.

Menata Hati Sambut Bulan Suci

Dalam peningkatan keimanan di bulan suci Ramadan ini, semua umat Islam fokus untuk beribadah. Dengan tujuan bahwa kualitas keimanan yang didapatkan bisa menjadi lumbung pahala. Di Indonesia, budaya Ramadan tidak luput diperingati dengan menggunakan adat dan tradisi. Seperti pada awal Ramadan, kita bisa melihat budaya pawai obor dan peringatan lain guna memeriahkan bulan suci Ramadan.

Bulan puasa adalah waktu setiap orang dilatih untuk tidak makan di siang hari, mengendalikan emosi, dan tidak berbuat sesuatu yang bisa membatalkan puasa. Bulan puasa sebagai salah satu ujian keimanan bagi kaum muslimin untuk bisa keluar sebagai seorang pemenang dalam mengendalikan diri dan meningkatkan kualitas keimanannya. Bulan puasa tidak hanya berorientasi terhadap penguatan keimanan individu semata, tetapi bisa berefek terhadap kualitas kondisi lingkungan.

Pergilah Dinda Cintaku

Makna puasa banyak didapatkan orang yang menjalankan ibadah puasa. Pengendalian diri adalah salah satu nilai yang baik untuk pribadi orang tersebut. Karena memiliki nilai yang bersih dan memiliki nilai kedisiplinan yang kuat. Selain nilai itu, puasa juga bisa memberikan pelajaran bagi kita semua. Kita bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain, menumbuhkan rasa kepekaan terhadap orang lain, toleransi, kebersamaan, kepedulian, dan adanya tenggang rasa antar sesama.

Puasa bisa mewujudkan individu yang handal dalam menjalankan kehidupannya. Kualitas keimanan meningkat, kualitas pribadi dalam kedisiplinan, dan muncul nilai-nilai universal yang terpancar pada diri seseorang yang menjalankan ibadah puasa. Semua itu menjadi modal individu yang berkualitas. Menggabungkan nilai ilahiah dengan nilai-nilai kemanusiaan yang memberikan efek terhadap kualitas hidup seseorang.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Sebagaimana kita ketahui bersama, budaya korupsi di bangsa ini menjadi momok yang menakutkan. Kasus korupsi dari hari ke hari semakin ketahuan. KPK dalam sebulan bisa mendapatkan ribuan pengaduan. Belum lagi lembaga-lembaga penegakan hukum yang lain yang menerima pengaduan laporan tindakan korupsi. Terkesan korupsi sudah menjadi budaya yang merajalela.

Terakhir KPK menangkap pejabat Kemendes dan pegawai BPK yang menambah keyakinan publik bahwa korupsi tidak mengenal waktu dan tetap saja terjadi. Pertanyaan yang mendasar apakah budaya korupsi ini akan terus terjadi di bangsa ini? Jawabanya pasti semua orang tidak mau hal ini terjadi terus.

Budaya korupsi ini telah menjalar ke semua bidang dan merusak tatanan yang telah ada. Taraf kehidupan masyarakat kita masih banyak yang di bawah rata-rata. Tetapi budaya korupsi yang dilakukan pejabat dan pihak lain makin hari semakin banyak. Terkesan para pejabat yang memiliki kewenangan terlena dengan gemerlap jabatan yang bisa menguntungkan pribadi dengan praktik tidak amanah penyelewengan kekuasaan.

Adanya KPK yang rajin menjalankan penegakan hukum tidak  menghentikan budaya korupsi yang terjadi. Korupsi tetap ada walaupun penegak hukum terus mensosialisasikan budaya korupsi yang bisa menghancurkan semua tatanan bangsa. Apa yang menjadi persoalan yang mendasar sehingga korupsi terkesan menjadi kebiasaan yang terjadi saat ini?

Kebutuhan yang meningkat dan gaya  hidup yang tidak sesuai ini menjadi salah satu faktor terjadinya korupsi. Pelaku-pelaku korupsi adalah orang yang berpendidikan, memiliki jabatan tinggi, dan kesejahteraan hidup terjamin. Kepuasan yang tidak ada habisnya ini yang menyebabkan terjadinya korupsi serta hilang rasa sensitifitas dan kepedulian. Moralitas terganggu oleh kepentingan jangka pendek yang menghadirkan kesenangan dan kepuasaan sesaat.

Bulan Ramadan bisa dijadikan momentum untuk menekan budaya korupsi agar tidak merajarela. Peningkatan kualitas diri yang disebutkan di atas dalam bulan Ramadan bisa menjadi bahan refleksi bagi semua orang untuk meningkatkan taraf kehidupan individual yang religius, selalu mengedepankan nilai-nilai baik, dan menjauhkan nilai-nilai yang merusak tatanan kehidupan pribadi dan kehidupan sosial.

Individu yang handal yang bisa memaknai bulan puasa ini sebagai momentum untuk merefleksikan diri. Untuk terus istiqamah dalam menjalankan kehidupannya sebagai hamba Sang Khalik dan sebagai makhluk sosial yang berinteraksi untuk membangun bangsa.

Puasa semestinya bisa dijadikan oleh semua pihak untuk introspeksi agar kualitas yang didapatkan dari bulan Ramadan ini bisa menjadi teladan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya korupsi harus ditekan agar tidak terjadi terus. Dan kekuatan individu yang beriman tentu menghindari budaya korupsi.

Momentum bulan Ramadan bisa dijadikan kesadaran bersama bahwa beribadah tidak hanya meningkatkan kualitas keimanan seseorang saja. Tetapi kualitas keimanan yang handal bisa terpancar dalam kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia bebas korupsi menjadi harapan bersama. Puasa sebagai penguat keimanan bisa menekan budaya korupsi yang terjadi. (Tulisan ini dikirim oleh Deni Yusup, M.Si, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya