Jadilah Abang yang Baik untuk Adik-adikmu

Ilustrasi kakak beradik.
Sumber :
  • Pixabay/HaiRobe

VIVA.co.id – Untuk pertama kalinya di dalam hidupku, aku bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang abang bagi adik-adikku. Karena akhir-akhir ini aku sibuk dengan rutinitasku yang membuatku melupakan peran sebagai seorang abang.

4 Trik Agar Si Sulung Tak Cemburu pada Adik Barunya

Terlahir sebagai anak pertama, aku bangga. Ditambah lagi, aku juga cucu pertama dari keluarga. Aku adalah panutan dan contoh bagi mereka yang ada di bawahku. Baik itu adik, maupun saudara sepupuku yang jauh lebih muda dariku. Hingga hari ini, aku belum memberikan contoh yang baik pada mereka. Tapi, beberapa hari yang lalu aku sudah memberikan contoh yang baik pada mereka, walaupun hanya pada adikku.

Hari itu, adikku yang nomor empat ingin memotong rambutnya. Apalagi dia ikut-ikutan mengecat rambutnya seperti pemain bola yang disukainya, Neymar. Pemain asal Brasil yang bermain di klub asal Spanyol, Barcelona. Aku yang tidak suka melihatnya, dan langsung menasihatinya. Dia mendengarku, tapi dia sama sekali tidak memedulikannya.

Pergilah Dinda Cintaku

Aku memang menasihatinya. Tapi aku rasa, aku juga bersalah. Dia bilang padaku, “Bang Arie juga, rambutnya pakai dipanjangin. Sudah gondrong juga,” ujarnya. Dari sanalah aku merasa bersalah. Aku akui, aku salah. Tapi setidaknya aku sudah tidak sekolah lagi dan tidak mengecat rambutku.

Hingga akhirnya, dia mau juga memotong rambutnya. Dia minta ditemani olehku, dan mengatakan “Potong apa yang bagus, Bang Arie?” Jujur, aku tidak tahu bagaimana yang bagus untuk anak seumuran dengannya. Kalau dikasih botak, nanti dia malah nangis. Hingga akhirnya, aku temani juga dia dan kubilang pada abang tukang pangkas rambutnya, “Kayak gini ya, Bang!” ucapku sambil menunjukkan foto Eden Hazard dengan rambut tipisnya yang tidak terlalu botak. Seorang pemain sepakbola asal Belgia yang bermain di klub liga Inggris, Chelsea.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Adikku, terlihat ingin menangis. Namun akhirnya kuhibur lagi hingga dia tertawa. Sebelum sampai rumah orang tuaku, dia bilang padaku, “Beli topi ya, Bang Arie”. Ternyata dia malu. Sama sepertiku waktu SD dulu, saat rambutku dipotong botak menjelang ujian kenaikan kelas 6.

Lalu kuajak dia untuk membeli topi. Dia yang memilihnya. Pada awalnya, ia minta dipilihkan olehku karena dia selalu berpikir kalau pilihanku pasti bagus. Setelah kubelikan, dia berterima kasih padaku. Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum.

Ingin rasanya aku menitikkan air mata, karena aku merasa bersalah padanya. Bukan karena meminta si abang pangkas rambut untuk memotong tipis rambutnya. Tapi karena baru kali ini aku perhatian dan peduli padanya.

Aku memang jarang menunjukkan kepedulianku pada adik-adikku. Karena aku sudah jarang tinggal di rumah orang tuaku dan menetap di rumah kakek. Aku merasa, sedikit demi sedikit, aku sudah mulai menjadi abang yang baik bagi adik-adikku. Aku ingin menjadi lebih baik lagi.

Kalau saja aku berhasil meraih mimpi dan cita-citaku yang ingin menjadi seorang penulis, pasti mereka mau mendengarkanku. Dan memandangku sebagai panutan serta contoh yang baik untuk ditiru bukan hanya oleh mereka, tapi juga oleh sepupu-sepupuku lainnya. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya