Beda Pendapat antara Tim Jokowi dan Prabowo soal Pengendalian Tembakau

Penjual melayani pembeli rokok di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Hasbullah Thabrany menilai pengendalian tembakau harus dilakukan secara promotif preventif. Oleh karena itu salah satu cara mengendalikannya dengan menaikkan cukai rokok.

Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi

"Pengendalian tembakau itu promotif preventif yang harus kita kendalikan," kata Hasbullah dalam diskusi di D'Consulate, Jakarta, Sabtu 9 Maret 2019.

Ia mencontohkan kawasan tanpa rokok juga harus diperluas. Lalu cara lain yang dianggap efektif dengan menaikkan harga rokok dan cukainya.

Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Dinilai Ancam Pelaku Usaha dan Budaya Indonesia

"Cukai kita belum maksimum. Karena ini berurusan juga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian," kata Hasbullah.

Hasbullah juga mengutip ulang pernyataan capres petahana Jokowi soal pentingnya uang program keluarga harapan jangan digunakan untuk membeli rokok. "Gunakan untuk membeli makanan," kata Hasbullah.

Pengurangan Bahaya Tembakau, Alternatif bagi Perokok Dewasa Beralih dari Kebiasaannya

Di sisi lain, Anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Hermawan Syahputra menekankan bila ingin bicara soal pengendalian tembakau maka harus bicara dari hulu. Di antaranya harus juga dipikirkan soal bagaimana nasib petani tembakau.

"Bagaimana memberikan ruang agar masyarakat yang beririsan langsung dengan industri rokok punya alternatif. Kalau manusianya enggak kita sentuh, jangan harap bisa dikendalikan," kata Hermawan pada kesempatan yang sama.

Ia menilai para petani tembakau maupun sumber daya manusia yang beririsan dengan industri tembakau harus diberikan alternatif mata pencaharian atau sumber lain.  

Sementara Menteri Kesehatan periode pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, Nafsiah Mboi menilai belum ada komitmen pemerintah terhadap pengendalian tembakau secara komprehensif dan intensif. Apalagi masih ada 14 provinsi yang belum ada aturan sama sekali soal pengendalian tembakau ini.

"Soal pengendalian tembakau. Saya kecewa. Sudah tahu angkanya tapi tetap enggak ada komitmen terhadap pengendalian tembakau yang komprehensif dan intensif. Data banyak. Kalau saya melihat pemerintah yang tak perhatikan pengendalian tembakau," kata Nafsiah dalam kesempatan yang sama.

Ia mengatakan dalam sebuah studi, jumlah perokok di semua provinsi meningkat termasuk untuk usia 15 tahun ke atas. Menurutnya, hal itu merampas hak anak hidup sehat.

"Dengan meningkatnya jumlah perokok, jumlah penyakit akibat rokok meningkat, kanker, stroke, jantung, gagal ginjal, meningkat di semua provinsi," kata Nafsiah.
 
"Jangan tangan kanan memberi industri rokok, tangan kiri merampas hak rakyat untuk hidup sehat. Mari kita tanya pada presiden dan calon presiden serta anggota DPR, katanya ada komitmen pengendalian tembakau, bagaimana memastikan sampai ke daerah? Rakyat kita ada di daerah, ada 14 provinsi belum ada aturan sama sekali," lanjut dia.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya