7 Alasan LSI Denny JA Dukung Pilkada 2020 Tak Ditunda

Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Kelanjutan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi sempat jadi perdebatan. Ada desakan seharusnya pilkada gelombang empat itu ditunda. Namun, ada juga suara dukungan agar pilkada tetap dilanjutkan.

Namanya Masuk Bursa Cagub DKI, Heru Budi: Pak Arifin Satpol PP Juga Berpotensi

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mendukung pilkada tetap lanjut dengan hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020 mendatang. Ada beberapa alasan yang jadi acuan lembaga survei yang dipimpin Denny Januar Ali tersebut.

Namun, meski tetap dilaksanakan, perhelatan Pilkada 2020 harus diterapkan dengan protokol kesehatan secara ketat. Hal ini penting agar pilkada tak jadi klaster penyebaran baru.

Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Penuhi Kebutuhan Anggaran Pilkada 2024

"Pilkada 2020 bisa dilakukan dan tidak perlu ditunda. Hanya perlu dimodifikasi," kata peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman, dalam konferensi pers secara daring, Kamis 24 September 2020.

Baca Juga: Pilkada Tangsel, Keponakan Prabowo Nomor 1, Putri Wapres Ma'ruf 2

PSI Jagokan Kaesang dan Grace Natalie di Pilgub DKI Jakarta

Dia menjelaskan alasan pihaknya diperkuat dari riset kualitatif dengan menganalisis data sekunder dari Gugus Tugas Nasional COVID-19. Selain itu, berdasarkan situs data COVID-19 global, worldometers.info, dan lembaga kesehatan dunia atau WHO.

Kemudian, ia menyebut beberapa alasan Pilkada 2020 tak ditunda. Salah satunya menyangkut legitimasi kepemimpinan daerah bila hanya di jabat oleh seorang Pelaksana tugas (Plt) kepala daerah.

“Legitimasi Plt tentunya berbeda dengan kepala daerah dipilih rakyat. Kewenangannya pun terbatas. Plt terbatas, tidak bisa menjalankan hal-hal yang bersifat substansial, yang berhubungan dengan anggaran dan kebijakan mengikat lainnya," ujarnya.

Alasan kedua adalah terkait proporsi. Dari 270 wilayah yang akan melaksanakan pilkada, ada 44 wilayah yang terkena zona merah. Proporsi wilayah zona merah itu hanya 16,3 persen dibanding 270 pilkada yang ada.

"Pilkada zona merah yang 16,3 persen dapat dilakukan dengan treatment khusus. Tanpa harus digenarisasi untuk 88,7 persen wilayah lain di luar zona merah," jelasnya.

Lalu, alasan ketiga adalah soal kepastian hukum dan politik. Sebab, hingga saat ini belum ada kepastian kapan pandemi Corona akan berakhir. Selain itu, belum ada kepastian kapan vaksin rujukan yang disahkan WHO bisa beredar.

“Pilkada di 270 wilayah merupakan 49 persen daro total wilayah di Indonesia. Terlalu penting bila disandarkan pada situasi yang tak pasti,” ujarnya. 

Alasan keempat adalah pilihan kebijakan. Ia menyinggung presiden Jokowi dan koalisi partai pendukung sudah menyatakan sikap berkali-kali untuk terus menjalankan pilkada sesuai jadwal pada 9 Desember mendatang.  

Selanjutnya, alasan kelima yaitu kesehatan karena hanya 16,3 persen zona merah dari 270 daerah yang menggelar pilkada serentak. Untuk zona merah bisa diterapkan aturan khusus. Namun, untuk daerah lainnya penerapan protap COVID-19 dan penegakan aturan serta hukum yang ketat.

“Calon yang tidak mematuhi dapat dikenai sanksi bertingkat, hingga didiskualifikasi,” ujarnya.

Alasan keenam ekonomi. Kondisi ekonomi masyarakat secara nasional sedang mengalami penurunan. Kegiatan Pilkada di 270 daerah dapat menjadi penggerak ekonomi lokal.

Alasan ketujuh terkait memodifikasi bentuk kampanye dengan banyak referensi dari negara lain yang terpapar COVID-19. Namun, sejumlah negara itu tetap melaksanakan pemilu. Dengan cara memodifikasi model kampanye berupa menghindari berkumpulnya kerumunan orang. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya