Pemkot Padang Boikot Film Kucumbu Tubuh Indahku

Film Kucumbu Tubuh Indahku.
Sumber :
  • Instgram Garin Nugroho

VIVA – Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat secara tegas menolak dan memboikot penayangan film berjudul Kucumbu Tubuh Indahku. Film itu menurut Pemko Padang, sangat kental dengan nuansa lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Menang Piala Citra, Siapa Sih Muhammad Khan?

“Konten film tersebut, jelas bertentangan dengan norma agama, sosial dan nilai budaya yang dianut masyarakat di Kota Padang yang berlandaskan Adat Basandi Syara'-Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SBK),” kata Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah, Rabu 8 Mei 2019.

Menurut Mahyeldi, penolakan ini didasari dari berbagai pertimbangan, karena memang tak hanya Kota Padang saja. Sejumlah daerah, seperti Kota Depok, Pontianak, dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, sebelumnya juga melakukan hal serupa.

Penuh Kontroversi, Kucumbu Tubuh Indahku jadi Film Terbaik FFI 2019

“Kita sudah menyurati Lembaga Sensor Film (LSF), KPI dan pihak berwenang lainnya sekaitan penolakan terhadap penayangan sebuah film yang berjudul Kucumbu Tubuh Indahku ini. Kita berharap melalui surat yang kita layangkan dapat disikapi secara nasional, dan yang jelas Kota Padang melarang film ini untuk tidak ditayangkan di bioskop-bioskop dan tempat lainnya," ujar Mahyeldi.

Lebih lanjut Mahyeldi menjelaskan, Pemko Padang juga sudah menyampaikan dan meminta kepada Kementerian Kominfo agar dapat mencekal film tersebut untuk tidak dapat ditayangkan di media sosial atau konten internet lainnya. Sebab lewat gadget, orang juga dapat mengakses apa saja.

Raih Piala Citra, Aktor Kucumbu Tubuh Indahku Nyanyi Lagu India

Mahyeldi menilai, konten film Kucumbu Tubuh Indahku itu, selain bertentangan dengan norma agama, sosial dan nilai budaya yang dianut masyarakat di Kota Padang, juga dapat memengaruhi cara pandang dan membangun opini masyarakat terhadap perilaku penyimpangan seksual sebagai perbuatan yang biasa dan dapat diterima.

Kota Padang, kata Mahyeldi, sebelumnya sudah mendeklarasikan diri sebagai kota yang bebas dari maksiat dan menolak komunitas LGBT dan sejenisnya dengan komitmen bersama yang dilakukan para tokoh masyarakat, agama, dan stakeholder terkait lainnya.

Jadi, penayangan film ini, menurutnya, dapat menimbulkan keresahan dan konflik sosial di tengah masyarakat, sehingga bermuara kepada terganggunya ketertiban dan ketenteraman di Kota Padang.

“Kita berharap semua masyarakat dapat memahami apa yang menjadi perhatian kita bersama. Dan sebenarnya ini yang jadi pertanyaan kita, karena LSF seharusnya lebih peka terhadap film yang akan ditayangkan dengan mem-protect-nya terlebih dahulu,” tutup Mahyeldi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya