Curi 1 Gelar, Ini Rapor Indonesia di Kejuaraan Dunia 2015

Pasangan ganda putra Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVA.co.id -  Berakhirnya pagelaran bulutangkis Kejuaraan Dunia BWF 2015 seakan menyisakan beberapa 'pekerjaan rumah' bagi jajaran Pengurus Pusat PBSI. Melesetnya bidikan target 2 gelar juara dan biaya penyelenggaraan yang diduga merugi hingga mencapai Rp10 miliar juga cukup menjadi sorotan.

Jadwal Laga Tim Bulutangkis Indonesia di Olimpiade Kamis Ini

Keikutsertaan di ajang ini memang harus bisa segera dimanfaatkan oleh tim pelatih untuk memproyeksikan serta memetakan lebih lanjut program dan target dari para pemain di masa datang.

Lalu, bagaimana sebenarnya rapor para penggawa Merah Putih dalam turnamen bergengsi tersebut? Adakah kejutan besar yang terjadi dalam capaian skuad Cipayung?

Dukungan 'Adik Kelas' Beri Motivasi Skuad Ganda Campuran

Berikut ini rapor dari beberapa pemain Indonesia yang patut mendapat perhatian selama tampil di Kejuaraan Dunia BWF 2015 lalu:

Tommy Sugiarto

Langkahnya terhenti di babak kedua oleh pebulutangkis nonunggulan asal Hongkong, Wei Nan. Namun, dari hasil ini menunjukan bahwa Tommy yang ditempatkan dalam unggulan ke-15 ini jelas masih sangat rentan mengalami kebuntuan dalam menuntaskan poin-poin kritis.

Jadwal Pertandingan Indonesia di Olimpiade Hari ke-6

Hal yang sama pun terjadi saat Tommy harus tersingkir di babak kedua Indonesia Open 2015 lalu dari Marc Zwiebler. Bermain 3 game dan hanya tinggal merebut satu poin terakhir untuk menang namun gagal dan justru berbalik takluk.

Kematangan Tommy jelas perlu diasah lebih tajam lagi untuk bisa mengatasi situasi kritis semacam itu demi mengamankan tiket final Super Series dan Olimpiade.

Lindaweni Fanetri

Tampil lebih bertenaga dan sukses menjawab keraguan publik tuan rumah seolah menjadi poin besar bagi Linda sepanjang turnamen tersebut. Meski menjadi harapan tunggal sejak babak kedua pasca tersingkirnya Maria Febe, Linda mampu mencatatkan torehan positif hingga melaju ke semifinal.

Bukan perkara mudah untuk Linda melewati hal itu, nama unggulan macam Rachanok Intanon dan Tai Tzu Ying pun berhasil ia redam perlawanannya. Sentuhan pelatih Bambang Supriyanto serta matangnya kemampuan bertahan, membuat penampilan Linda menjadi salah satu yang paling mengejutkan di antara pemain Merah Putih. Jika terus dipoles lebih baik lagi, tak menutup kemungkinan ia bisa memberikan kejutan yang sama pada Olimpiade Rio 2016 mendatang.

Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi

Berstatus sebagai pelapis Ahsan/Hendra, performa Angga/Ricky sebenarnya tidak begitu mengecewakan. Masih mengandalkan gaya taktis dan enerjik, duet pelatnas Cipayung ini punya kans besar untuk melaju ke final.

Sayang, langkah mereka terhenti di perempat final atas unggulan 6 asal Jepang, Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa. Secara skill dan level permainan yang ditampilkan, Angga/Ricky punya potensi besar untuk mensejajarkan diri dengan para ganda putra dunia lainnya.

Terbukti gelar Singapore Open 2015 lalu bisa mereka rengkuh meski harus dihadang para unggulan dari babak awal.

Praveen Jordan/Debby Susanto

Bercokol di urutan 11 daftar unggulan, tak membuat Pravven/Jordan tampil tertekan dan lengah. Duet  asal klub PB Djarum ini menunjukan grafik stabil hingga penampilannya dibabak 8 besar.

Tapi langkah harus kandas ditangan sang juara, Zhang Nan/Zhao Yunlei. Performa mereka cukup memberikan harapan tentang segera hadirnya duet pelapis Owi/Butet di Rio, Brasil tahun depan. Hasil ini menunjukan sedikit progres dari Praveen/Debby yang pada Indonesia Open lalu hanya mencapai babak kedua.

Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari

Sempat ditempatkan sebagai andalan untuk merebut gelar juara, runner up Indonesia Open ini kembali gagal dalam upayanya untuk berjaya di ajang Kejuaraan Dunia. Takluk di laga semifinal dengan penampilan yang kurang gereget seolah menjadi antiklimaks dari torehannya kali ini.

Dalam pertarungan tersebut Greysia/Nitya seakan sudah kehabisan ‘bensin’ untuk bisa terus bermain ‘on fire’ seperti yang mereka tunjukan pada laga-laga sebelumnya. Terlebih lagi mereka tidak bermain rangkap seperti yang dilakoni oleh Zhao Yunlei yang bersama Tian Qing sukses menyingkirkan Greysia/Nitya.
 
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Dan ‘kutukan’ itu pun berlanjut. Ini mungkin yang jadi pertanyaan di banyak benak para badminton lovers kepada duo andalan Indonesia ini. Owi/Butet memperpanjang rekor tak pernah merebut gelar di hadapan publik Istora.

Sebuah ironi bagi catatan prestasi duet PB Djarum ini yang masih terus dibayangi ketidakmampuan keluar dari tekanan pada situasi poin-poin kritis. Seperti yang terjadi pada duel semifinal melawan musuh bebuyutan mereka, Zhang Nan/Zhao Yunlei.

Sudah mendapatkan momen match point, lalu gagal dalam satu kali kesempatan dan menghentikan semua langkah mereka di turnamen ini. Faktor mental lagi-lagi masih jadi momok besar, terutama Tontowi yang kerap masih sering menunjukan sisi emosionalnya di lapangan.  

Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan

Tuntas sudah misi besar mereka. Merengkuh gelar juara dunia untuk kedua kalinya merupakan sebuah raihan terbaik mereka setelah tahun lalu sempat absen. Kini fokus mereka langsung tertuju untuk menatap Olimpiade tahun depan dengan terus ‘mencicil’ poin demi poin yang tersisa.

Tampil sebagai penyelamat wajah tuan rumah, Ahsan/Hendra sebenarnya sempat keteteran pada laga di babak awal.

Puncaknya adalah ketika Ahsan/Hendra sukses menyingkirkan duo Korsel rival utama mereka, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong di semifinal dan juga dapat dikatakan sebagai laga final yang ‘terlalu pagi’ untuk terjadi. Secara keseluruhan penampilan mereka cukup bisa dikatakan cenderung meningkat, dengan grafik permainan yang terus meningkat dari satu partai ke partai berikutnya.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya