Indahnya Pemandangan Pantai Sadranan Yogyakarta

Pantai Sadranan,Yogyakarta.
Sumber :

VIVA – Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Bertepatan dengan libur kuliah bulan September 2017, saya pun bergegas untuk berangkat menuju Stasiun Pasar Senen. Pada saat itu, saya ditemani oleh salah satu sahabat saya sewaktu SMP bernama Sherlina. Dia rela bangun pagi hanya untuk mengantar saya ke Stasiun Pasar Senen.

Pergilah Dinda Cintaku

Perjalanan begitu jauh. Saat  itu hari Senin, waktu semua orang banyak yang ingin melakukan aktivitasnya. Kendaraan roda empat maupun roda dua menumpuk di jalan mengakibatkan perjalanan menjadi tersendat. Asap kendaraan di mana-mana, suara teriakan orang berjualan di pinggir jalan mulai terdengar. Sinar matahari semakin terik membuat saya jenuh dalam perjalanan yang cukup membosankan.

Di dalam kendaraan, saya pun bercerita tentang banyak hal dengan Sherlina untuk menghilangkan rasa bosan tersebut. Setelah menempuh kurang lebih satu jam di dalam perjalanan, akhirnya saya pun sampai di Stasiun Pasar Senen. Saya menurunkan koper yang saya bawa, dan langsung menukar tiket kereta tersebut. Tiketnya saya tukar karena saya membelinya di salah satu aplikasi online.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Waktu keberangkatan masih harus menunggu sekitar setengah jam, dan saya pergunakan sisa waktu untuk sarapan di tempat makan sekitar stasiun bersama Sherlina. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, saya pun langsung berjalan menuju loket dengan membawa koper yang cukup berat. Akhirnya saya membayar jasa petugas untuk membawakan koper saya sampai masuk ke dalam kereta.

Sebelum saya masuk kebagian pemeriksaan tiket, saya memeluk sahabat saya ini untuk menghilangkan rasa kangen. “Jaga diri baik-baik di sana. Jangan nakal ya, jangan lupa makan nanti sakit karena di sana cukup lama,” ucap Sherlina saat itu sambil tidak melepaskan pelukannya.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Saya berteman cukup lama dengan dirinya, hampir 8 tahun lebih. Jadi, jika salah satu di antara kita ada yang ingin pergi, pasti kami selalu menyempatkan diri untuk bertemu sekadar memberi pesan singkat secara langsung.

Tepat pukul 11.20 WIB, suara seorang di dalam stasiun terdengar sangat jelas. Dia mengatakan bahwa keberangkatan kereta Bengawan menuju Stasiun Lempuyangan akan segera berangkat. Akhirnya, saya pun melepaskan pelukan sahabat saya. “Di sana enggak akan berbuat macam-macam. Lagi pula liburan di sana bersama teman-teman yang lain,” jawab saya, lalu tersenyum untuk menenangkan perasaan khawatir sahabat saya.

Saya pun langsung masuk ke bagian pemeriksaan tiket dan menyerahkan KTP sebagai bukti keberangkatan saya menuju tujuan tersebut. Dengan ditemani salah seorang petugas yang membawa koper saya, saya pun langsung diantar menuju tempat duduk yang telah saya pesan. Hanya dengan membayar Rp20.000, membuat saya tidak perlu membawa koper saya yang cukup berat itu.

Setelah berjam-jam di kereta, akhirnya saya pun sampai di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Di sana, saya bertemu teman saya bernama Malla. Lelah pun terasa terbayarkan karena sampai tujuan dengan selamat. Saya dan Malla langsung memesan taksi online untuk pergi ke tempat penginapan yang berada di Jalan Golo.

Lokasi penginapan tidak begitu jauh dengan Stasiun Lempuyangan. Selama perjalanan, saya mengamati di sekitar jalan yang ternyata masih ramai dengan para pedagang dan orang-orang yang lalu lalang. Padahal saat itu sudah hampir tengah malam.

Setelah sampai di penginapan bernama Grand Zea, saya pun lapor kepada pengurus bahwa saya telah memesan kamar selama seminggu. Penginapan ini berukuran sangat luas jadi terdapat banyak kamar, ada 2 lantai di sana. Saya mendapat kamar di atas dan dilengkapi jendela yang langsung menghadap keluar jalan.

Perut mulai lapar karena belum terisi nasi. Di dalam perjalanan tadi, saya hanya memakan snack dan itu pun tidak cukup untuk mengganjal perut. Akhirnya, saya dan Malla langsung pergi ke Malioboro untuk mencari makan. Di sana Malla memakan gudeg, dan karena saya tidak suka dengan makanan khas Jogja itu, akhirnya saya pun memesan pecel ayam. Setelah itu, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar dan pulang ke penginapan.

Suara ayam mulai berkokok, sinar matahari mulai panas menembus sela-sela ventilasi jendela. Saya pun terbangun dari lelapnya tidur karena terlalu capek berjalan-jalan di Malioboro semalam. Siang ini, saya dan Malla akan pergi ke Pantai Sadranan Wonosari yang berlokasi di sepanjang gugusan Pantai Gunungkidul.

Kami menempuh perjalanan sekitar dua jam dari penginapan, karena terhalang oleh padatnya kendaraan. Sebelum berangkat, saya membuat janji dengan teman saya Dina, agar kami berangkat bareng ke pantai. Kami menggunakan kendaraan mobil dan dilengkapi oleh aplikasi maps karena kami baru pertama kali ke sana. Setelah menempuh jarak yang lumayan jauh, akhirnya saya dan teman-teman pun sampai di pantai tersebut.

Mobil yang tadi dikendarai, kami parkir di pinggiran jalan dekat dengan rumah warga yang mempunyai halaman rumah yang cukup luas. Hanya dengan membayar Rp5.000, kendaraan kami dijaga oleh salah seorang laki-laki pemilik rumah yang usianya tidak muda lagi.

Untuk masuk ke Pantai Sadranan tidak dikenakan biaya. Pertama kali datang, kita akan disambut oleh banyak para pedagang di pinggiran jalan. Banyak yang menjual oleh-oleh serta perlengkapan mandi maupun alat-alat penyewaan jika ada yang berminat untuk melihat keindahan bawah pantai tersebut.

Pantai Sadranan mempunyai keunikan yang berbeda dengan pantai lainnya. Selain ombaknya yang besar, juga terdapat gunung-gunung pasir yang tinggi di sekitar pantai. Waktu yang tepat untuk mengunjungi pantai ini yaitu pada sore hari ketika matahari hendak terbenam, agar tidak tersengat panasnya matahari.

Tak henti-hentinya saya merasa kagum atas keindahan panoramanya. Pesona eksotisnya berupa deburan ombak dan pemandangan di sekitar pantai begitu indah untuk dirasakan. Hembusan angin memberikan kesejukan dan rasa damai. Tidak ada orang yang berwajah muram di sini. Semua tertawa lebar, merasakan kebahagiaan berada di tempat seindah ini.

Lelah karena perjalanan di kereta kemarin pun terbayar lunas dengan mengunjungi Pantai Sadranan yang luar biasa ini. Orang dewasa maupun anak-anak berkerumun agar dapat merasakan dinginnya air pantai tersebut. Air di Pantai Sadranan terlihat sangat jernih, ikan-ikan yang berhamburan berenang mengelilingi di sekitar kaki. Selain itu terdapat banyak batu-batu besar di sana.

Memandangi keindahan Pantai Sadranan disambut dengan suara ombak yang cukup kencang membuat saya, Dina, dan Malla haus karena terlalu lelah kami mengelilingi sekitar pantai. Dan akhirnya kami pun mendatangi pedagang es kelapa muda. “Sini Dek, ayo dibeli es kelapanya. Enak sambil menikmati keindahan pantai,” ujar salah seorang pedagang es kelapa bernama Bu Ratih, yang saat itu menggunakan kaos dan celana pendek dilengkapi dengan sandal jepit yang warnanya hampir kusam.

“Iya Bu, saya mau beli tiga es kelapanya,” jawab saya sambil tersenyum kepada penjual tersebut. Penjualnya sangat ramah, membuat kami tidak sungkan untuk membeli es kelapa muda tersebut. Rasanya pun manis ditambah lagi dengan suasana yang membuat kami merasa betah untuk berlama-lama di Pantai Sadranan.

Kemudian, kami membawa es kelapa itu ke sebuah batu yang bisa dibilang lumayan besar. Cukup untuk duduk bertiga sambil beristirahat menunggu matahari hingga terbenam agar mendapat momen sunset di sana. Hasil foto yang diambil pun sangat memuaskan. Jadi, tidak sia-sia kami datang jauh-jauh ke sana.

Kami mengambil foto yang cukup banyak agar dijadikan sebagai momen kenangan karena telah mengunjungi Pantai Sadranan. Ombak yang begitu besar adalah momen yang tidak tepat untuk kami berenang di pantai tersebut. Jadi, hanya kaki kami saja yang sempat mencicipi dinginnya air laut.

Hanya sekitar satu jam lebih kami berada di Pantai Sadranan, karena hari semakin gelap. Mungkin jika kami datang lebih awal, kami akan berlama-lama di pantai sambil menikmati udara di sana. Walau rasanya masih belum ingin pulang karena masih betah memandangi pemandangan pantai tersebut, tapi mau bagaimana lagi. Akhirnya, kami pun memutuskan untuk pulang.

Kami berbagi canda, sambil berjalan dan menutup cerita ini. Tidak bisa saya melupakan Pantai Sadranan ini yang memiliki nuansa yang sangat menakjubkan. Saya tidak kecewa ke tempat seperti ini, dan kalau nanti saya ada waktu, saya akan mengajak teman-teman saya lebih banyak lagi untuk pergi menikmati keindahan di Pantai Sadranan Wonosari, Yogyakarta. (Tulisan ini dikirim oleh Siti Aisah, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya