Senja ke Muzdalifah

Senja menuju Muzdalifah.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Setelah pagi menemukan sunrise Arafah, kami menemukan sunset di perjalanan 5 KM menuju Muzdalifah. Ratusan ribu Jemaah Haji Indonesia bergerak dengan puluhan bus, melanjutkan ritual haji berikutnya; mabit atau menginap di Muzdalifah.

Arab Saudi Tak Hanya Tutup Akses Haji pada RI tapi Juga Negara Lain

Armada bus, jumlah penumpang, dan ruas jalan tak sebanding. Walhasil, laju bus mirip seperti jalan tol dalam kota, pas pagi jam kerja.

Driver Pak Yunus dari negeri Eyang Firaun hanya berkesempatan pakai gigi 1 dan rem bus raksasa merek Higer. Hanya terjadi di sekitar 1 KM pertama. Selebihnya, Pak Yunus yang mengemudi dengan berkain ihram bisa memainkan tuas perseneling dan menginjak gas hingga 80 KPJ.

DPR Tuding Menteri Agama Tak Tahu Undang-Undang karena Batalkan Haji

Kami menikmati perubahan langit dan alam sekitar. Dari orange khas senja di sekeliling bukit dan gunung, hingga akhirnya langit gelap. Matahari sudah pergi ke peraduan. Sumber cahaya berganti. Ratusan lampu mercuri menyoroti tiap jengkal aspal jalan di Muzdalifah.

Tidak sampai 15 menit, Pak Yunus menghentikan busnya. Kami satu persatu turun. Terlihat hamparan permadani merah. Beberapa ruas sudah dihuni, beberapa masih kosong. Ada bendera Merah Putih berkibar di antara Jemaah yang berbaju putih-putih.

Haji 2020 Ditiadakan, Bagaimana Nasib Puluhan Ribu Calon Haji Jatim?

Kami akan bermalam di Muzdalifah, melanjutkan muhasabah setelah kami menikmati anugerah premium periode di Arafah, mengharap ampunan, merelease dosa, dan merapal doa. Kami akan menikmati malam dengan bersimpuh menatap langit lepas setelah tadi menikmati hujan sejenak di lembah Arafah tadi, 9 dzulhijjah.

Sejenak saya pandang langit, hanya ada dua bintang menemani rembulan di langit Muzdalifah. Ada juga kerlap kerlip lampu pesawat yang melintas. Raum suaranya sayup-sayup terdengar mirip seperti pesawat yang melintas di kilometer 0 Cawang, hendak landing di Bandara Halim Perdanakusumah.

Suasana belum hening. Ada helikopter melintas di atas kepala kami. Di sisi kanan, mobil dan bus masih berseliweran di jalan raya yang tadi kami lewati. Hari memang belum sepenuhnya malam.

Keheningan baru bisa tercipta di pikiran. Sebentar saja kami menikmati malam Muzdalifah. Begitu sudah lewat tengah malam, (ba'da zawa), kami akan bertolak ke next destination, Mina, bertepatan 10 dzulhijjah. (Ahmad Muhibbuddin, Alumni Madrasah Aliyah Program Khusus Jember dan UIN Syahid Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.