Sebar Hoax di Singapura Didenda Rp509 Juta, Bagaimana dengan Indonesia?

Ilustrasi: silahkanSHARE.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Jika di Indonesia, Undang-undang terkadang hanya sebatas peraturan yang mudah untuk dilanggar, hal ini mungkin dikarenakan pelaksanaan atas UU tersebut biasanya lemah. Atau kadang memang belum dibuat secara jelas, termasuk dalam hal penyebaran hoax.

Kabulkan Gugatan Haris Azhar Cs, MK Hapus Pasal Sebar Hoax Bikin Onar

Penyebaran berita hoax yang begitu mudah ditemukan di timeline medsos kita menjadi bukti betapa para penyebar hoax memang tidak punya alasan untuk tidak terus melakukan penyebaran hoax melalui akun medsos pribadi atau melalui akun-akun siluman mereka. Memang untuk beberapa kasus penyebar hoax sudah ditangani polisi, namun rata-rata si pelaku hanya meminta maaf, lalu bebas.

Kalaupun ada yang dipenjara juga begitu ringan hukumannya. Hal itu tentunya tak sebanding dengan akibat dan bahaya atas hoax yang sudah disebarkannya. Namun kondisi tersebut sepertinya tidak dibiarkan oleh negara bernama Singapura.

Diduga Sebar Hoax, Pemilik Akun Connie Rakundini Dilaporkan ke Polrestabes Surabaya

Menyadari betapa bahaya dari sebuah informasi hoax, Singapura baru-baru ini mengeluarkan sebuah Undang-Undang bernama, Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Daring.

Dalam Undang-undang tersebut disebutkan juga terkait denda untuk para pelaku penyebar hoax. Untuk pelaku penyebar hoax atas nama pribadi (perseorangan), maka akan dikenakan denda sebesar SGD50.000, sekitar US$36.000 atau setara dengan Rp509 juta. Tidak hanya kena denda yang tinggi saja, para penyebar hoax juga akan kena hukuman penjara hingga 5 tahun kurungan penjara.

Babak Baru Kasus Hoax Rekaman Forkopimda, Palti Hutabarat Diserahkan ke Kejaksaan

Sementara jika seseorang melakukan penyebaran hoax dengan akun robot, maka hukumannya lebih berat, yaitu denda sebesar SGD100.000, sekitar US$73.000 atau senilai dengan Rp1,03 miliar. Hukuman penjaranya juga lebih lama yaitu 10 tahun penjara.

Selain mengatur dan menghukum penyebar hoax di kalangan perseorangan, dalam UU tersebut juga mengatur perusahaan yang menyebarkan hoax, dendanya berlipat-lipat lebih besar.

Untuk perusahaan yang menyebarkan hoax, dendanya mencapai SGD1 juta, setara dengan US$735.000 atau berkisar  Rp10,39 miliar. Demikian disampaikan langsung oleh pihak Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura, S. Iswaran.

Ketentuan tersebut ditetapkan dalam Undang-undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Daring, yang resmi diberlakukan Pemerintah Singapura, pada Rabu (2/10/2019). Apa yang sudah dilakukan oleh Singapura ini sejalan dengan pernyataan pendiri Facebook, Mark Zuckerberg. Di mana saat dirinya mengisi pidato di Asosiasi Inter-Pacific Bar ke-29 beberapa saat yang lalu, Mark sempat berkata bahwa saat pendidikan publik menjadi garis pertahanan pertama, Undang-undang adalah bagian penting sebagai jawabannya, seperti yang bahkan diakui oleh pendiri Facebook.

Berkaitan dengan UU ini tetap saja ada dari beberapa kritikus yang menganggap kurang setuju dengan ditetapkannya Undang-undang ini. Namun sebagai orang nomor satu di Singapura, Perdana Menteri Singapura, Lee, dengan tegas mengatakan bahwa negara harus punya kewenangan untuk meminta sumber berita dan platform daring dan bertanggung jawab jika mereka memperbanyak konten palsu daring yang disengaja.

“Jika kita tidak melindungi diri sendiri, pihak-pihak yang bermusuhan akan menemukan masalah sederhana untuk mengubah kelompok yang berbeda satu sama lain dan menyebabkan kekacauan dalam masyarakat kita,” kata Lee. Lalu, bagaimana dengan di Indonesia?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.