Ekonomi Syariah sebagai Strategi Menangkal Gejolak Ekonomi Global di 2020

Ekonomi Syariah memiliki potensi yang besar
Sumber :
  • vstory

VIVA – Tahun 2019 kemarin Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang tidak ringan di tengah gejolak ekonomi global, dengan perang dagang antara Amerika Serikat dan China sebagai faktor utama.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Pada tahun 2020 ini, Indonesia sepertinya akan menghadapi tantangan yang tidak lebih ringan dengan kondisi perang dagang Amerika Serikat dan China yang masih belum bisa dipastikan akhirnya. Belum lagi, belakangan ini media sedang diramaikan dengan konflik Amerika Serikat dengan Iran yang kian memanas.

Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi 2020 akan berada di angka 5,3%  sebagaimana tertuang dalam asumsi makro APBN 2020. Untuk mencapai angka yang cukup optimis tersebut, pemerintah harus melakukan upaya terbaik untuk mengoptimalkan penggerak perekonomian dengan mendorong investasi, konsumsi, dan peningkatan ekspor.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Salah satu potensi perekonomian yang sedang dikembangkan pemerintah untuk menjadi arus baru perekonomian Indonesia adalah ekonomi dan keuangan syariah, ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Sejalan dengan hal itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga berpandangan ekonomi syariah bisa menjadi bantalan bagi perekonomian Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Melihat Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, menjadi masuk akal bila menjadikan pengembangan ekonomi syariah sebagai salah satu strategi untuk mencapai target pertumbuhan Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan, sudah sejauh manakah perkembangan ekonomi syariah saat ini? Apakah ada peluang untuk menjadikannya sebagai strategi untuk menopang pertumbuhan Indonesia? 

Perkembangan Ekonomi Syariah Saat Ini

Ranking Indonesia berdasarkan State of The Global Economy Report 2019/2020

Ranking Indonesia berdasarkan State of The Global Economy Report 2019/2020

Tahun 2019 bisa dikatakan sebagai titik terang bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 yang telah diluncurkan pemerintah pada bulan Mei 2019 ternyata membuahkan hasil.

Pada pembukaan INHALIFE Conference 2019 dalam rangkaian acara ISEF (Indonesia Syariah Ekonomi Festival) 2019, Dinar Standard dan Dubai Islamic Economy Development Center (DIEDC), merilis State of The Global Economy Report 2019/2020 dan dalam laporan tersebut Indonesia meraih posisi ke-5 setelah Malaysia, UEA, Bahrain, dan Arab Saudi.

Ini merupakan peningkatan yang cukup baik setelah tahun 2018 dan 2019 Indonesia hanya berhasil menempati posisi ke-11 dan ke-10. Bisa dikatakan ini sebagai lompatan yang sangat berarti dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia.

Yang perlu diperhatikan, berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa sektor keuangan syariah berada di peringkat-5, sektor muslim friendly travel di peringkat ke-4, dan sektor modest fashion berada di peringkat ke-3.

Untuk sektor lainnya seperti makanan, media recreation, farmasi, dan kosmetik, Indonesia belum masuk sepuluh besar. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. 

Lantas bagaimana strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia?

1. Penguatan Global Halal Value Chain

Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa saat ini Bank Indonesia tidak hanya mendorong keterhubungan antara local value chain dari pengembangan usaha syariah di domestik, namun juga ke tingkat yang lebih tinggi dalam lingkup global halal value chain.

Menargetkan pasar global menjadi langkah penting dalam mengembangkan perekonomian syariah, melihat fakta pangsa pasar secara global yang cukup besar. Berdasarkan Global Islamic Economy Report, sektor ekonomi islam secara agregat menghabiskan USD 2,2 triliun pada tahun 2018 dan diproyeksikan akan tumbuh menjadi 3,2 triliun pada tahun 2024.

Yang perlu diperhatikan, target tersebut merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia, melihat fakta pada tahun belakangan ini Indonesia menjadi konsumen besar tetapi belum dibarengi dengan kemampuan produksi yang memadai.

Berdasarkan laporan Global Islamic Economy Report, secara agregat Indonesia menghabiskan USD 218,8 miliar atau sekitar 10% produk halal, sayangnya bila mengintip neraca perdagangan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk produk halal itu sendiri Indonesia masih defisit (lebih banyak impor daripada ekspor).

Untuk mencapai target yang tidak mudah tersebut, Indonesia harus bisa memproduksi produk halal yang bisa bersaing secara global. Indonesia bisa fokus pada sektor yang potensial dan berdaya saing tinggi, misalnya halal food, fashion, dan pariwisata.

Di masterplan sudah tertuang potensi pengembangan ekonomi syariah yang bisa menjadi fokus di tiap-tiap provinsi, tinggal dimaksimalkan melalui koordinasi yang baik antara seluruh pemangku kepentingan.

Selanjutnya, untuk pemasaran di luar negeri sendiri perlu dilakukan promosi dengan menonjolkan nilai lebih produk Indonesia. Kerja sama antar negara terutama yang memiliki pasar besar dalam permintaan produk halal juga harus dibangun dengan baik.

Dengan memperkuat produksi dalam negeri, Indonesia mampu menyediakan kebutuhan konsumen dalam negeri dan meningkatkan ekspor yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, jika Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen, konsumen akan terdorong melakukan impor yang pada akhirnya akan memberi efek negatif pada pertumbuhan ekonomi indonesia. Dengan demikian, Penguatan produksi ini juga menjadi hal yang urgent mengingat tren produk halal di indonesia sendiri semakin meningkat.

2. Penguatan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM)

Saat ini UMKM merupakan sektor ekonomi terbesar di Indonesia dalam kuantitas. UMKM juga menyerap lebih dari 80% tenaga kerja nasional sehingga daya ungkit yang besar dalam memperkuat rantai nilai halal. Penguatan sektor UMKM akan secara langsung memperkuat industri halal dan mendorong pencapaian pemerataan, kesejahteraan (welfare effect), dan juga kemandirian ekonomi bangsa.

Agar bisa berperan secara maksimal dalam pasar global, UMKM harus mampu mengenali perilaku konsumen dan membaca kebutuhannya. UMKM juga harus mampu memanfaatkan teknologi dan digitalisasi di era revolusi industri 4.0 di mana perkembangan teknologi terjadi secara masif. Festival Ekonomi Syariah (FESyar) yang diselenggarakan pemerintah menjadi salah satu kegiatan yang diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh UMKM.

 3. Penguatan Sektor Keuangan Syariah

Penguatan sektor keuangan syariah ditujukan untuk memastikan sektor keuangan syariah bisa menjadi pendorong utama bagi rantai nilai halal atau industri halal Tanah Air. Sektor keuangan syariah harus bisa mendukung peran UMKM dalam penyediaan produk halal.  Dalam waktu bersamaan, strategi ini juga ingin meningkatkan volume usaha perbankan dan keuangan syariah dengan exposure yang lebih luas ke sektor produksi halal.

Selanjutnya, bank syariah sebagai salah satu sektor unggulan dalam industri keuangan syariah juga harus dimaksimalkan. Bank syariah harus bisa menawarkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai calon nasabah.

Dengan memanfaatkan big data sebagai bagian dari revolusi industri 4.0, perbankan syariah bisa mengumpulkan informasi terkait kebutuhan masyarakat di wilayah kerja masing-masing bank syariah, dengan tidak mengabaikan kearifan lokal. Kearifan lokal di masing-masing wilayah akan berbeda sehingga bank syariah seharusnya melakukan penyesuaian.

Dengan strategi tersebut perekonomian syariah baik dari sektor ril maupun sektor keuangan diharapkan bisa semakin berkembang. Berkembangnya perekonomian syariah pada akhirnya membantu pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional di tengah gejolak ekonomi global.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.