Tingginya Prevalensi Stunting di Indonesia

Pengetahuan tentang kesehatan ibu hamil dapat mencegah stunting
Sumber :
  • vstory

VIVA – Persentase prevalensi stunting di Indonesia cenderung menurun setiap tahunnya. Hal ini dapat diketahui dari persentase prevalensi stunting tahun 2019 sebesar 27,7 persen menurun 3,1 persen dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 30,8 persen.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Meski menurun, persentase prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong tinggi. Persentase sebesar 27,7 persen di tahun 2019 menunjukkan bahwa setidaknya masih terdapat 28 dari 100 balita menderita stunting.

Tingginya prevalensi stunting di Indonesia telah disikapi oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan mulai dari pencegahan hingga penurunan stunting. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah meliputi 2 kebijakan, yaitu kebijakan intervensi gizi spesifik dan kebijakan intervensi gizi sensitif

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Kebijakan intervensi gizi spesifik adalah intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu berupa pemberian ASI eksklusif, imunisasi dasar lengkap, persalinan di fasilitas kesehatan, dan persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan. Hasil intervensi gizi spesifik diestimasi memiliki kontribusi sebesar 30 persen terhadap penurunan stunting.

Kebijakan lainnya adalah kebijakan intervensi gizi sensitif. Kebijakan ini berupa pembangunan di luar sektor kesehatan seperti pembangunan akses terhadap kepemilikan layanan sumber air minum layak dan pembangunan akses terhadap kepemilikan sanitasi layak.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Kebijakan ini dapat memberikan kontribusi sebesar 70 persen terhadap penurunan stunting. Sasaran dari kebijakan ini tidak hanya mencakup ibu hamil dan balita pada 1.000 hari pertama kehidupan, tetapi juga masyarakat umum.

Di tahun 2019, pemerintah telah menetapkan 160 kabupaten/kota sebagai prioritas di dalam fokus percepatan penurunan stunting. Di tahun ini, tepatnya 2020, pemerintah meningkatkan jumlah kabupaten/kota menjadi 260. Hingga puncaknya pada tahun 2023, fokus percepatan penurunan stunting akan dilakukan di 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Keseriusan pemerintah dalam menurunkan prevalensi stunting juga dilaksanakan melalui program pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah desa. Di dalam program pemerintah pusat terdapat 18 K/L yang akan berkontribusi dalam penurunan stunting, selain itu dibentuk tagging tematik stunting dalam sistem perencanaan penganggaran.

Pada level provinsi, program penurunan stunting berupa 8 aksi integrasi dan internalisasi kegiatan ke dalam dokumen perencanaan dan anggaran. Sedangkan, di level pemerintah desa, terdapat 2 program percepatan penurunan stunting, yaitu pemanfaatan dana desa dengan menyasar rumah tangga yang terdapat ibu hamil dan anak usia bawah dua tahun (1.000 hari pertama kelahiran).

Mengapa penurunan stunting menjadi program prioritas nasional?

Stunting didefinisikan sebagai kondisi di mana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Lebih jauh, stunting juga berdampak terhadap perkembangan otak anak yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak ke depan. Selain itu, stunting juga menyebabkan kekebalan tubuh anak menjadi lemah dan rentan mengalami penyakit kronis.

Tujuan utama pemerintah dalam lima tahun ke depan adalah membentuk SDM unggul. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan kesehatan ibu hamil, peningkatan kesehatan bayi, balita dan penurunan prevalensi stunting.

Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi dalam waktu lama. Salah satu penyebab kurangnya asupan gizi dalam waktu lama adalah pola asuh yang tidak memadai di dalam 1.000 hari pertama kehidupan.

Hari pertama kehidupan meliputi 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi dilahirkan. Pola asuh untuk mengontrol asupan dan kualitas gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan sangat krusial karena dapat mencegah munculnya masalah terhadap perkembangan fisik dan kognitif pada anak.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu langkah kebijakan intervensi gizi spesifik adalah melalui pemberian ASI eksklusif. Di Indonesia, pada tahun 2019 hanya 67 dari 100 anak usia 0-5 bulan diberikan ASI eksklusif.

Oleh karena itu, optimalisasi fungsi dan peran posyandu di dalam menyosialisasikan pemberian ASI eksklusif kepada ibu-ibu yang memiliki balita masih perlu ditingkatkan.Intervensi yang dilakukan setelah melewati 1.000 hari pertama kehidupan memiliki peluang yang sangat kecil untuk mencegah terjadinya stunting, bahkan bisa dikatakan tidak berdampak apapun.

Hal lain yang juga penting di dalam penurunan stunting adalah pemberian imunisasi dasar lengkap. Tahun 2019, hanya 55 dari 100 anak usia 12-23 bulan yang menerima imunisasi dasar lengkap di Indonesia. Masih banyaknya pro kontra di kalangan orangtua anak terhadap pemberian imunisasi menjadi alasan dibalik rendahnya persentase anak yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

Indikator lainnya di dalam intervensi gizi spesifik sudah cukup baik, yaitu persentase wanita usia 15-49 tahun yang melahirkan anak lahir hidup dalam 2 tahun terakhir mencapai 85,94 persen. Selain itu, persentasi wanita yang melahirkan dengan fasilitas kesehatan dan di tolong tenaga kesehatan juga sudah cukup tinggi, yaitu mencapai 94,71 persen.

Namun, indikator di dalam kebijakan intervensi gizi sensitif berupa kepemilikan fasilitas sumber air minum layak hanya mencapai 89,27 persen di tahun 2019.

Perlu adanya upaya pemerintah di dalam peningkatan kepemilikan fasilitas sumber air minum layak khususnya di daerah perkotaan yang sumber air bersihnya dikategorikan minim. Persentase terhadap kepemilikan akses sanitasi layak juga hanya mencapai 77,39 persen.

Pembangunan fasilitas sanitasi layak khususnya di daerah perdesaan perlu menjadi salah satu prioritas di dalam mendukung pembangunan SDM Indonesia.

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah baik melaui intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif dapat berhasil jika penduduk Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kebersihan lingkungan setempat. Sehingga upaya yang telah dilakukan tidak hanya menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab setiap penduduk Indonesia dalam mewujudkan SDM Unggul, Indonesia Maju.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.