Catatan Ringan: Konsumsi Rokok, Cukai Rokok dan Angka Kemiskinan

Rokok
Sumber :
  • vstory

VIVA - Selain beras, rokok tercatat sebagai penyebab kemiskinan. Data BPS yang dirilis pada Januari 2020 menyebutkan rokok kretek menyumbang 11,17% terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan 10,37% di perdesaan.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Di sisi lain, Pemerintah setiap tahun menaikkan cukai rokok untuk menambah pendapatan negara dari sektor pajak. Terakhir Kementerian Keuangan secara resmi menaikkan cukai hasil tembakau rata-rata 21,55?n harga jual eceran (HJE) hingga 35%. Kebijakan itu mulai berlaku sejak 1 Januari 2020. Kebijakan ini pastinya akan diikuti naiknya harga jual rokok eceran.

Selain diniatkan untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan menaikkan cukai rokok juga diniatkan untuk menekan konsumsi rokok. Meski niat menekan konsumsi rokok tak pernah tecapai. Karena rokok seperti candu, berapa pun harganya tetap dicari dan terbeli oleh konsumennya.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Di sisi lain, perusahaan rokok meski sudah dibatasi beriklan di media massa terus mencari "lubang" untuk terus promosi untuk meningkatkan penjualan. Pabrik rokok juga dibolehkan menjual 85 persen dari pita cukai. Ini rawan untuk disalah gunakan.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan jumlah perokok berusia di atas 15 tahun mencapai 33,8?ri total penduduk dewasa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 62,9% merupakan perokok laki-laki dan 4,8% perokok perempuan.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Sementara berdasarkan riset Atlas Tobacco, pada 2016 jumlah perokok di Indonesia mencapai hampir 55 juta orang dan berada dalam tren meningkat. Jumlah ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi ketiga di dunia setelah Cina dan India.

Melihat angka jumlah perokok tersebut, wajar bila perusahaan rokok tak pernah rugi, dan selalu mencatat keuntungan. Apa pun situasi perekenomian nasional dan global, perusahaan rokok tak terpengaruh dan selalu mencatat keuntungan.

Dan pemilik perusahaan rokok selalu tercatat sebagai orang paling kaya di Indonesia versi majalah Forbes.

Pemerintah dan LSM peduli kesehatan sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan komsumsi rokok, tapi tetap saja tak mempan. Misalnya, menaikkan cukai rokok, membatasi promosi rokok lewat media massa dan ruang out door dan indoor, dan “menyiksa” perokok dengan menempatkan di satu ruangan khusus smoking area. Tetap tak mempan.

Padahal untuk menekan angka kemiskinan nasional, pemerintah dapat melakukannya dengan menekan pertumbuhan perokok dan menekan konsumsi rokok. Tapi melihat data produksi rokok nasional yang setiap tahunnya meningkat, ya secara langsung mendorong konsumsi rokok tetap tinggi. Wajar bila angka kemiskinan nasional tetap tinggi, meski sudah berada di bawah 10 persen.

Semuanya kembali pada kebijakan pemerintah. Semakin pemerintah mengandalkan cukai rokok sebagai sumber pendapatan negara, ya jangan berharap konsumsi rokok dan angka kemiskinan akan menurun. (Lalu Mara Satriawangsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.