Problematik Ekonomi dan Kemiskinan di Kala Pandemi

Photo by Chris John from Pexels
Sumber :
  • vstory

VIVA – Hantaman keras pandemi COVID-19 mengakibatkan lesunya perekonomian Indonesia pada kuartal kedua tahun 2020. Bukannya melambat, ekonomi kita justru mengalami kontraksi minus 5,32 persen berdasarkan rilis BPS pada 5 Agustus lalu. Pandemi dengan cepat menggempur masyarakat hingga memunculkan banyak korban, baik korban jiwa maupun finansial ekonomi.

Evaluasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua menunjukkan banyak sektor usaha yang mengalami pukulan keras akibat pandemi COVID-19. Beberapa sektor yang terdampak parah menurut lapangan usaha antara lain:

Sektor transportasi dan pergudangan (-30,84 persen/year on year/yoy), akomodasi dan makan minum (-22,02 persen/yoy), jasa lainnya (-12,60 persen/yoy), jasa perusahaan (-12,09 persen/yoy). Seakan tak ingin ketinggalan, sektor administrasi pemerintahan tidak nihil terdampak pandemi dengan penurunan hingga 3,22 persen/yoy.

Penurunan geliat ekonomi Indonesia belum pernah separah ini semenjak krisis ekonomi 1999 silam. Fenomena ini dikhawatirkan akan meningkatkan angka kemiskinan. Sebelum berdampak pada kuartal II, pandemi Corona terlihat jelas berimbas pada ekonomi Indonesia Maret lalu.

Hal tersebut terlihat pada persentase kemiskinan meningkat 0,59 persen; dari 9,22 persen pada September 2019 menjadi 9,78 persen pada Maret 2020. Dengan kata lain jumlah penduduk miskin di Indonesia naik mencapai 1,63 juta orang.

Jumlah ini dipastikan akan jauh meningkat andaikan saja BPS mampu menghitung angka kemiskinan pada kuartal kedua. Banyak penduduk yang kehilangan pekerjaannya selama pandemi. Ini menyebabkan hilangnya sumber pendapatan banyak keluarga.

Dengan hilangnya sumber pendanaan keluarga, banyak penduduk tidak miskin berubah miskin. Larangan keluar rumah memperparah beban ekonomi rakyat. Masyarakat miskin pun hanya dapat berharap terhadap uluran tangan pemerintah.

Mendengar banyaknya keluhan dari bawah, pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang menolong masyarakat yang terdampak pandemi. Khusus di bidang ekonomi, pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan baru mulai dari Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD), subsidi listrik PLN, dan subsidi gaji melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Laporan Keuangan OJK 2022 Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK

Tak mau kalah, kebijakan lama juga semakin digencarkan seperti: perluasan PKH, perluasan beras Renstra, menambah fleksibilitas kartu prakerja, dan sebagainya.

Namun sayang, program pemerintah dalam peningkatan ekonomi masyarakat diamati belum maksimal. Berdasarkan evaluasi pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, perkembangan belanja pemerintah masih dibawah pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Pemprov Jateng Raih Opini WTP dari BPK RI 12 Kali Berturut-turut

Pada kuartal II, pertumbuhan belanja pemerintah minus 6,90 persen/yoy sedangkan konsumsi rumah tangga di atasnya, minus 5,51 persen/yoy.

Tidak maksimalnya pembelanjaan terkait bantuan berkaitan dengan berbagai hambatan yang dihadapi pemerintah. Salah satunya basis data yang berisi daftar penduduk yang layak mendapatkan bantuan.

Sebut Jennie BLACKPINK Malas, Fisik Kiky Saputri Malah Kena Bully Netizen

Basis data paling diandalkan yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data ini menjadi kunci pemerintah dalam mendistribusikan bantuan agar menyasar kepada semua yang miskin.

Namun dalam praktiknya, pemerintah daerah seolah tidak acuh dalam memperbarui data kemiskinan by name by address dalam basis DTKS. Menurut Kemenko PMK, sampai Mei 2020 baru 50 dari 514 pemerintah kabupaten/kota yang sudah melakukan verifikasi dan validasi data tersebut.

Padahal tanggung jawab pemda untuk memperbarui basis DTKS hukumnya wajib, sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Konsekuensinya, daftar penerima bantuan tidak up to date dengan kondisi pandemi. Penduduk miskin bertambah namun daftar penduduk miskin penerima bantuan relatif tidak berubah. Jelas menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Mayoritas pemda di berbagai wilayah dinilai tidak tanggap akan perubahan kondisi kesejahteraan masyarakat yang serba mendadak.

Sudah saatnya pemerintah mengganti tumpuan ekonomi negara. Pemerintah wajib memfokuskan diri pada sektor ekonomi yang tahan banting selama pandemi. Dari banyak lapangan usaha yang mengalami penurunan laju pertumbuhan ekonomi, salah satu sektor yang tetap tegar tumbuh positif adalah sektor pertanian dengan perkembangan 2,19 persen.

Sektor pertanian pun merupakan satu-satunya lapangan usaha yang tetap tumbuh positif pada krisis ekonomi tahun 1999 dulu.

Merupakan langkah yang tepat apabila pemerintah sudah menyiapkan kebijakan penguatan ketahan pangan dan pertanian Indonesia, yakni dengan membangun lumbung pangan berbasis korporasi petani (food estate) di Kalimantan Tengah.

Bahkan Oktober depan lumbung ini akan beroperasi dengan memfokuskan pada komoditas tanaman padi seluas 30 ribu hektare.

Dengan dibuatnya lumbung baru nasional ini diharapkan akan menguatkan ekonomi pada sektor pertanian. Dengan menguatnya sektor pertanian ini akan menjaga ketananan pangan nasional, mengurangi ketergantungan impor, memperkuat ekspor, serta menjaga kestabilan harga bahan pangan.

Apalagi sektor ini dinilai tidak gampang goyah akibat pandemi COVID-19 karena permintaan konsumen akan kebutuhan primer (pangan) tidak akan berkurang dan kegiatan bercocok tanam di sawah dan kebun fleksibel dalam mempraktikan protokol kesehatan.

Terakhir, pemerintah daerah perlu menyadari bahwa pemberantasan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat semata. Di era otonomi daerah ini dirasa tidak fair apabila pemda tak mengambil peran aktif dalam menuntaskan permasalahan kemiskinannya sendiri.

Untuk itu, pemda wajib meyeriusi pemukhtahiran DTKS. Kenapa? Satu-satunya pegangan terandal penyaluran bantuan buat masyarakat miskin di Indonesia adalah DTKS.

Lagipula, tanpa basis DTKS yang akurat dan terbarui, penyaluran bantuan yang tepat sasaran akan menjadi angan-angan hampa semata. (Penulis: Dedy Susanto, SST., Fungsional Statistisi, BPS Provinsi Papua)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.